Mubadalah.id – Dalam beberapa catatan hadis tentang akhlak Nabi Muhammad Saw terhadap non muslim, maka Nabi Saw merupakan sosok memiliki sikap mudah empati, dan gemar menolong kepada orang-orang non muslim.
Sikap tersebut Nabi Saw praktikkan melalui relasi pergaulan dengan orang-orang non-muslim dan tentunya para sahabat muslim.
Imam as-Suyuthi (w. 911 H) dalam kitabnya “al-Khashaish al-Kubra” mencatat berbagai riwayat tentang sejarah tumbuh kembang Nabi Saw di antara orang-orang kafir Quraish.
Nabi Saw terkenal sebagai orang yang berakhlak mulia, gemar menolong, mudah bergaul, tidak berdusta, dipercaya untuk memegang amanah, dan tidak pernah menyakiti orang, baik dengan lisan maupun perbuatan.
شب رسول الله صلى الله عليه وسلم أفضل قومه مروءة، وأحسنهم خلقا، وأكرمهم مخالطة، وأحسنهم جوارا، وأعظمهم حلما وأمانة، وأصدقهم حديثا، وأبعدهم من الفحش والأذى، ما رؤي مماريا ولا ملاحيا أحدا حتى سماه قومه الأمين
Artinya: “Rasulullah Saw tumbuh di antara kaumnya dengan harga diri paling utama, akhlak paling mulia, dermawan dalam bergaul, baik dalam bertetangga, mudah menolong dan amanah. Serta paling jujur bertutur kata, paling jauh dari perkataan kotor dan perbuatan menyakiti. Lalu tidak pernah menampakkan citra baik untuk menipu, tidak juga menjatuhkan orang lain, sehingga kaumnya menyebutnya sebagai al-amin” (al-Khashaish al-Kubra, Juz 1, hal. 153).
Peletakan Hajar Aswad
Semua rujukan sirah nabawiyah juga menceritakan kisah konflik antar tetua kabilah Quraish, untuk meletakan Hajar Aswad di Ka’bah. Hingga akhirnya sepakat menyerahkan peletakan itu kepada Nabi Muhammad saw.
Mereka menganggap beliau sebagai orang yang tepat bijak. Awalnya, mereka berebut untuk mengambil Hajar Aswad. Ketika akhirnya Nabi yang mereka pilih, Nabi membuka surban, meminta masing-masing pemimpin kabilah untuk memegang ujungnya.
Hingga akhirnya Hajar Aswad diletakkan di tengah, mereka bawa bersama-sama sampai di pinggir Ka’bah, dan Nabi yang kemudian mengangkatnya dan meletakkannya di Ka’bah.
Akhlak Nabi Saw adalah al-Amin dengan semua orang, yang berbeda-beda agama. Termasuk di Mekkah yang menyembah berhala, di perjalanan berdagang dengan berbagai orang, dan di Syria yang banyak penganut agama Kristen.
Bahkan dengan akhlak ini, Sayyidah Khadijah ra merekrut Nabi Muhammad saw untuk mengelola usaha ekspor impornya.
Dan karena akhlak inilah, Sayyidah Khadijah r.a, yang berusia 40 tahun, melamar Nabi Muhammad Saw, pada saat uisa 25 tahun, untuk menjadi suaminya. []