Mubadalah.id – Ide kesetaraan manusia sudah seharusnya mendapatkan elaborasi lebih luas berkaitan dengan relasi laki-laki dan perempuan dewasa ini.
Dalam beberapa tahun terakhir, relasi gender tengah diperdebatkan dengan hangat dan menimbulkan keterangan-keterangan internal di kalangan umat Islam.
Perbincangan di sekitar masalah ini perlu dilakukan, sebab kita masih menyaksikan berlangsungnya kenyataan sosial. Bahkan kebudayaan yang tetap menempatkan perempuan dalam posisi yang tidak setara di hadapan kaum laki-laki.
Dalam bahasa kontemporer, kaum perempuan masih berada dalam posisi subordinat, marginal, dan terdiskriminasi. Posisi-posisi ini secara nyata sering kali mengantarkan kaum perempuan rentan terhadap penindasan dan kekerasan.
Perdebatan relasi laki-laki dan perempuan berdasarkan gender di kalangan masyarakat muslim mencuat semakin kuat. Termasuk yang berkaitan dengan pernyataan-pernyataan sebagian masyarakat yang meyakini dan melegitimasi posisi subordinat perempuan ini dengan mengatasnamakan agama.
Pemikiran tersebut dewasa ini sedang mendapatkan gugatkan dan kritik oleh pikiran-pikiran baru yang menyerukan prinsip keadilan dan kesetaraan manusia sebagaimana agama tauhid ajarkan dan nilai-nilai kemanusiaan.
Pernyataan Al-Ghazali
Pernyataan keprihatinan ini Syaikh Muhammad al-Ghazali, ulama terkemuka Mesir, sampaikan sangatlah menarik. Ia menyaksikan betapa masih kuatnya pandangan keagamaan konservatif. Ia mengatakan:
“Saya mengalami hari-hari ketika Al-Azhar menolak kaum perempuan memasuki perguruan tinggi, dan saya mengetahui secara pasti tentang adanya gelombang orangorang Arab pedalaman yang berbondong-bondong menuju Riyadh untuk memprotes pembukaan sekolah-sekolah kaum perempuan.”
Dalam paragraf selanjutnya, ia mengatakan dengan sangat kritis dan tajam:
“Sekalipun dunia sudah berubah, ternyata hubungan laki-laki dan perempuan berikut hak-hak mereka, baik yang umum maupun yang khusus, belum menempuh jalan yang benar. Sebab, sebagian orang masih enggan untuk berjalan lurus di bawah bimbingan al-Qur’an dan al-Karim.”
Realitas kaum perempuan di negara-negara Islam, memperlihatkan betapa masih kokohnya konsep dan paradigma lama yang sangat kontras dengan idealitas Islam tentang kesetaraan laki-laki dan perempuan.
Idealitas Islam dan hak-hak perempuan yang setara dengan hak-hak kaum laki-laki secara khusus sesungguhnya sudah lama ia ungkapkan dengan jelas dan luas oleh sumber-sumber otoritatif Islam, baik al-Qur’an maupun hadits. []