Senin, 20 Oktober 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Keadilan Gender

    SIKON CILEM UIN SSC Cirebon Angkat KUPI sebagai Gerakan Global Keadilan Gender Islam

    Metodologi KUPI

    Menelusuri Metodologi KUPI: Dari Nalar Teks hingga Gerakan Sosial Perempuan

    Trans7

    Pesantren di Persimpangan Media: Kritik atas Representasi dan Kekeliruan Narasi Trans7

    Gus Dur dan Daisaku Ikeda

    Belajar dari Gus Dur dan Daisaku Ikeda, Persahabatan adalah Awal Perdamaian

    Jurnalis Santri

    Sambut Hari Santri Nasional 2025, Majlis Ta’lim Alhidayah Gelar Pelatihan Jurnalistik Dasar untuk Para Santri

    Thufan al-Aqsha

    Dua Tahun Thufan al-Aqsha: Gema Perlawanan dari Jantung Luka Kemanusiaan

    Daisaku Ikeda

    Dialog Kemanusiaan Gus Dur & Daisaku Ikeda, Inaya Wahid Tekankan Relasi Lintas Batas

    Soka Gakkai

    Pimpinan Soka Gakkai Jepang: Dialog Antaragama Hilangkan Salah Paham tentang Islam

    Gus Dur dan Ikeda

    Masjid Istiqlal Jadi Ruang Perjumpaan Dialog Peradaban Gus Dur dan Daisaku Ikeda

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Refleksi Hari Santri

    Refleksi Hari Santri: Memoar Santri Putri “Nyantri” di California

    Feodalisme di Pesantren

    Membaca Ulang Narasi Feodalisme di Pesantren: Pesan untuk Trans7

    Membaca Buku

    Joglo Baca: Merawat Tradisi Membaca Buku di Tengah Budaya Scrolling

    Suhu Panas yang Tinggi

    Ketika Bumi Tak Lagi Sejuk: Seruan Iman di Tengah Suhu Panas yang Tinggi

    Sopan Santun

    Sikap Tubuh Merunduk Di Hadapan Kiai: Etika Sopan Santun atau Feodal?

    Aksi Demonstrasi

    Dari Stigma Nakal hingga Doxing: Kerentanan Berlapis yang Dihadapi Perempuan Saat Aksi Demonstrasi

    Pembangunan Pesantren

    Arsitek Sunyi Pembangunan Pesantren

    Eko-Psikologi

    Beginilah Ketika Kesalehan Individual dan Sosial Bersatu Dalam Eko-Psikologi

    Sampah Plastik

    Menyelamatkan Laut dari Ancaman Sampah Plastik

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

    Perempuan Lebih Rendah

    Ketakwaan Perempuan Tidak Lebih Rendah dari Laki-laki

    Keterbukaan Rumah Tangga

    Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

    Keterbukaan

    Pentingnya Sikap Saling Keterbukaan dalam Rumah Tangga

    Rumah Tangga dalam

    Mencegah Konflik Kecil Rumah Tangga dengan Sikap Saling Terbuka dan Komunikasi

    Fitrah Anak

    Memahami Fitrah Anak

    Pengasuhan Anak

    5 Pilar Pengasuhan Anak

    Pengasuhan Anak

    Pengasuhan Anak adalah Amanah Bersama, Bukan Tanggung Jawab Ibu Semata

    mu’asyarah bil ma’ruf

    Mu’asyarah bil Ma’ruf: Fondasi dalam Rumah Tangga

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Keadilan Gender

    SIKON CILEM UIN SSC Cirebon Angkat KUPI sebagai Gerakan Global Keadilan Gender Islam

    Metodologi KUPI

    Menelusuri Metodologi KUPI: Dari Nalar Teks hingga Gerakan Sosial Perempuan

    Trans7

    Pesantren di Persimpangan Media: Kritik atas Representasi dan Kekeliruan Narasi Trans7

    Gus Dur dan Daisaku Ikeda

    Belajar dari Gus Dur dan Daisaku Ikeda, Persahabatan adalah Awal Perdamaian

    Jurnalis Santri

    Sambut Hari Santri Nasional 2025, Majlis Ta’lim Alhidayah Gelar Pelatihan Jurnalistik Dasar untuk Para Santri

    Thufan al-Aqsha

    Dua Tahun Thufan al-Aqsha: Gema Perlawanan dari Jantung Luka Kemanusiaan

    Daisaku Ikeda

    Dialog Kemanusiaan Gus Dur & Daisaku Ikeda, Inaya Wahid Tekankan Relasi Lintas Batas

    Soka Gakkai

    Pimpinan Soka Gakkai Jepang: Dialog Antaragama Hilangkan Salah Paham tentang Islam

    Gus Dur dan Ikeda

    Masjid Istiqlal Jadi Ruang Perjumpaan Dialog Peradaban Gus Dur dan Daisaku Ikeda

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Refleksi Hari Santri

    Refleksi Hari Santri: Memoar Santri Putri “Nyantri” di California

    Feodalisme di Pesantren

    Membaca Ulang Narasi Feodalisme di Pesantren: Pesan untuk Trans7

    Membaca Buku

    Joglo Baca: Merawat Tradisi Membaca Buku di Tengah Budaya Scrolling

    Suhu Panas yang Tinggi

    Ketika Bumi Tak Lagi Sejuk: Seruan Iman di Tengah Suhu Panas yang Tinggi

    Sopan Santun

    Sikap Tubuh Merunduk Di Hadapan Kiai: Etika Sopan Santun atau Feodal?

    Aksi Demonstrasi

    Dari Stigma Nakal hingga Doxing: Kerentanan Berlapis yang Dihadapi Perempuan Saat Aksi Demonstrasi

    Pembangunan Pesantren

    Arsitek Sunyi Pembangunan Pesantren

    Eko-Psikologi

    Beginilah Ketika Kesalehan Individual dan Sosial Bersatu Dalam Eko-Psikologi

    Sampah Plastik

    Menyelamatkan Laut dari Ancaman Sampah Plastik

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

    Perempuan Lebih Rendah

    Ketakwaan Perempuan Tidak Lebih Rendah dari Laki-laki

    Keterbukaan Rumah Tangga

    Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

    Keterbukaan

    Pentingnya Sikap Saling Keterbukaan dalam Rumah Tangga

    Rumah Tangga dalam

    Mencegah Konflik Kecil Rumah Tangga dengan Sikap Saling Terbuka dan Komunikasi

    Fitrah Anak

    Memahami Fitrah Anak

    Pengasuhan Anak

    5 Pilar Pengasuhan Anak

    Pengasuhan Anak

    Pengasuhan Anak adalah Amanah Bersama, Bukan Tanggung Jawab Ibu Semata

    mu’asyarah bil ma’ruf

    Mu’asyarah bil Ma’ruf: Fondasi dalam Rumah Tangga

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Film

Kisah Hati Suhita dalam Perspektif Perempuan

Sebagai tim Rengganis, saya mendukung keputusannya untuk bisa segera lepas dari Gus Birru, meski konon melupakan mantan tak semudah dengan kita membuang sampah pada tempatnya

Zahra Amin Zahra Amin
14 Juni 2023
in Film, Rekomendasi
0
Kisah Hati Suhita

Kisah Hati Suhita

1.1k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Saya mungkin termasuk orang yang terlambat melihat Film Hati Suhita. Di mana teman-teman yang lain sudah selesai menonton, dan bahkan membuat reviewnya dalam beragam versi. Sejak film ini rilis, saya sudah krenteg ingin juga meramaikan dengan membuat catatan reflektif. Tetapi akan lebih afdhal ketika sudah menontonnya sendiri. Dan inilah catatan saya tentang Kisah Hati Suhita dalam perspektif Perempuan.

Dulu saya pernah mengulasnya sedikit dalam obrolan ringan setelah membaca novel Hati Suhita di tahun 2020. Dalam waktu berdekatan, saya juga membaca novel lain bergenre perempuan pesantren. Artinya novel ditulis oleh perempuan-perempuan dari pesantren, yang menceritakan tentang relasi laki-laki dan perempuan di lingkungan pondok pesantren.

Salah satu kritikan yang saya sampaikan saat itu pada penulis, yang kebetulan adalah sahabat saya sendiri adalah adanya sindrom Cinderella Complex dalam karakter perempuan di setiap novel. Otomatis bikin minder santri-santri perempuan, atau perempuan di luar pesantren yang dianggap tidak cantik, dan tidak pintar. Karena sosok Alina dan Rengganis tergambarkan cantik dan pintar. Sementara Gus Birru, sudah ganteng, penerus pesantren besar, pintar dan kaya raya lagi. Paket komplit.

Mengenal Cinderella Complex

Melansir dari artikel Cinderella Complex dan Perjuangan Perempuan, tulisan Vini Zulva dalam yayasansapa.id mengatakan bahwa dalam relasi romantis masyarakat heteroseksual, banyak anggapan laki-laki haruslah mapan serta tangguh untuk menunjang kisah cinta. Karena harus menjadi penopang bagi pasangan perempuannya.

Dalam hal ini perempuan tidak kita haruskan menjadi sosok yang mandiri, karena ia hanya perlu mendasarkannya pada laki-laki, kekasihnya. Bahkan sempat beredar meme bahwa laki-laki adalah objeknya perempuan, saking bergantungnya para perempuan terhadap laki-laki.

Masyarakat umum membuatnya seolah-olah normal dan hanya menganggap sebagai suatu kewajaran. Padahal hal tersebut merupakan bagian dari sindrom cinderella complex. Di mana para perempuan memiliki karakter yang sama persis dengan tokoh fiktif dalam dongeng klasik Cinderella. Perempuan memiliki kebahagiaan hanya ketika ia bersama seorang pangeran mapan dan kuat. Dengan begitu, Cinderella tidak perlu dipusingkan oleh berbagai ancaman dan kemiskinan yang mengerikan.

Nama sindrom Cinderella Complex sendiri dikenalkan oleh seorang perempuan asal Amerika Serikat bernama Colette Dowling melalui bukunya yang berjudul The Cinderella Complex: Women’s Hidden Fear of Independence. Menurutnya, perempuan tidak terlatih menggapai suatu kebebasan, karena umumnya perempuan mengandalkan orang yang ia anggap lebih kuat untuk sekedar merasa aman.

Pendidikan atau proses sosialisasi semasa kecil ialah akar masalahnya. Dowling menyatakan bahwa kita telah terbiasa dengan kasih sayang orang tua, menyandarkan diri kita pada sosok pelindung. Namun perbedaannya ialah laki-laki lebih banyak terlatih, karena terdidik sedemikian rupa untuk menjadi manusia independen, sehingga ia lebih bebas dari berbagai rasa takut.

Alina dan Rengganis dalam Bayang-bayang Gus Birru

Sebagai tim Rengganis, saya mendukung keputusannya untuk bisa segera lepas dari Gus Birru, meski konon melupakan mantan tak semudah dengan kita membuang sampah pada tempatnya. Saya suka dengan karakter Rengganis yang kuat dan tegar, tapi tetap berusaha untuk membangun relasi baik dengan Alina.

Sebaliknya dengan karakter Alina Suhita, yang memegang teguh filosofi Jawa “Mikul Dhuwur Mendhem Jero” yang nggak banget dalam perspektif perempuan. Di mana ketika perempuan mengalami kondisi apapun harus berani speak up. Jangan sampai menjadi kekerasan dalam rumah tangga berulang, dan berlapis.

Karena jika melihat ketidakadilan gender, ya jelas pengalaman dua perempuan dalam Kisah Hati Suhita ini adalah penyintas ketidakadilan gender dalam level kekerasan verbal, dan psikis. Belum lagi pengabaian terhadap Alina Suhita yang dianggap tidak ada. Karena Gus Birru tidak mencintainya. Di sisi lain, Rengganis juga tidak bisa diterima masuk ke lingkungan pesantren sebab dianggap tidak mewarisi trah dari keluarga pesantren.

Meski kesadaran untuk memperbaiki hubungan itu akhirnya datang juga dari pihak Gus Birru. Mungkin ketika kesadaran itu terlambat, perceraian akan menjadi jalan akhir dari pernikahan atas dasar perjodohan ini.

Perempuan Pengabsah Wangsa

Dalam beberapa kali percakapan Gus Birru dengan sahabatnya Permadi, terekam kalimat tentang “Perempuan pengabsah Wangsa”. Di mana akhirnya tersematkan pada Alina Suhita. Peter Carey, seorang sejarawan dan peneliti Sejarah Diponegoro, pernah menyitir salah satu peribahasa dalam bukunya yang berjudul perempuan-perempuan perkasa. Bahwa, tangan yang menggoyang ayunan, dan menggerakkan dunia adalah tangan seorang perempuan.

Bahkan, dalam sejarah Jawa era pra kolonial, terdapat tokoh perempuan yang justru menjadi pengabsah wangsa, yaitu Ken Dedes dan Dewi Mundingsari. Kekuatan mereka dianggap mampu mengabsahkan kekuasaan suaminya sebagai seorang raja. Sehingga, trah kerajaan bisa terus mereka wariskan kepada generasi penerusnya.

Perempuan sebagai pemelihara wangsa (dinasti) tidak bisa kita maknai secara normatif, misalnya hanya demi menjaga trah kerajaan semata. Tetapi, lebih dalam lagi, perempuan sebagai pemelihara wangsa ialah bahwa perempuan mempunyai peran penting, karena ia yang akan melahirkan generasi penerus bangsa.

Di sini, kecerdasan dan keterampilan perempuan dalam mendidik anak menjadi poin utamanya. Tentu kecerdasan ini terbangun melalui pendidikan bagi perempuan. Karena ketika seorang perempuan membiasakan mendidik anak sejak kecil, misalnya dengan membiasakan untuk melakukan tindakan-tindakan yang memiliki value kesetaraan dan keadilan (anti-patriarki), maka kebiasaan tersebut akan berdampak pula pada anak ketika dewasa nanti.

Menilik Kemanusiaan Perempuan Kisah Hati Suhita

Sementara itu jika menilik pengalaman kemanusiaan perempuan dalam Film Hati Suhita ini, berdasarkan penjelasan Ibu Nyai Nur Rofiah melalui perspektif Keadilan Hakiki, masih dalam level menengah. Di mana standar kemanusiaan perempuan yang digunakan masih atas nama laki-laki. Kiai atau dalam film biasa disapa Abah, dan Gus Birru sendiri.

Sebagaimana penuturan Ibu Nur Rofiah yang berulang kali beliau sampaikan, bahwa perempuan adalah manusia seutuhnya meliputi dimensi kemanusiaan yang tidak laki-laki miliki. Target utama kesadaran ini adalah masyarakat patriarki garis lunak yang masih mengecualikan pengalaman biologis dan sosial perempuan sebagai bagian dari kemanusiaan.

Pengalaman biologis dan sosial khas perempuan adalah bagian dari kemanusiaan. Mengurangi rasa sakit (adza), rasa lelah (kurhan), bahkan sakit/ lelah berlipat (wahnan ala wahnin) yang dialami perempuan saat menstruasi, hamil, melahirkan, nifas, dan menyusui. Bahkan memastikan pengalaman ini semakin terasa nyaman adalah tanggung jawab bersama antara laki-laki dan perempuan.

Begitu pula, mencegah dan menghapuskan penderitaan perempuan karena stigmatisasi, subordinasi, marginalisasi, kekerasan, dan beban ganda juga adalah tanggung jawab bersama antara laki-laki dan perempuan.

Prinsip dasar Keadilan Hakiki Perempuan adalah sesuatu hanya kita sebut adil, jika adil juga pada perempuan. Sehingga, pertama tidak menyebabkan pengalaman biologis khas perempuan yang sudah sakit, melelahkan, bahkan sakit/lelah berlipat, menjadi semakin bertambah. Bahkan secara aktif kita mengurangi atau membuatnya semakin nyaman bagi perempuan.

Kedua, tidak menyebabkan perempuan mengalami stigmatisasi, subordinasi, marginalisasi, kekerasan, dan beban ganda. Bahkan secara aktif kita mencegah dan mengatasinya.

Keadilan hakiki perempuan hanya mungkin terwujud jika perempuan tidak hanya kita pandang sebagai manusia, tetapi manusia seutuhnya, dan perempuan tidak hanya kita dudukkan sebagai subjek sekunder, tetapi subjek seutuhnya.

Apresiasi

Terakhir, sebagai bentuk apresiasi dan dukungan, saya mengamini sambutan dan apresiasi yang Ibu Nyai Badriyah Fayumi sampaikan di WAG jaringan KUPI. Beliau mengatakan bahwa Film Hati Suhita menggambarkan kehidupan pesantren yang dicitakan oleh penulis novel sebagai tempat persemaian keadilan dan kesetaraan gender.

Hal itu tergambar melalui  peran Ning Alina Suhita yang cerdas, bijak, cantik sekaligus sabar luar biasa menjalani takdir hidupnya. Di mana ia mengelola emosinya yang tidak mudah.

Selain itu kebesaran hati seorang Ratna Rengganis yang mampu mengendalikan diri, tanpa hilang jati diri di tengah takdir duka yang harus ia jalani. Tidak ada manusia antagonis sepenuhnya dalam film ini, sebagaimana fakta di dunia nyata. Demikian penuturan Ibu Nyai Badriyah.

Selamat untuk Khilma Anis atas pemutaran Film Hati Suhita yang mampu merebut perhatian banyak orang, dari beragam kalangan. Selain itu juga berhasil tampil di layar utama Bioskop Indonesia, sejajar dengan film-film buatan luar negeri. Semoga Kisah Hati Suhita dalam bentuk serial nanti, pesan-pesan nilai kesetaraan dan keadilan laki-laki serta perempuan semakin kuat, dan mengikat di hati pemirsa. Semoga. []

 

 

 

Tags: Film Hati SuhitaKhilma AnisNovel Hati SuhitaPengabsah WangsaSastra Pesantren
Zahra Amin

Zahra Amin

Zahra Amin Perempuan penyuka senja, penikmat kopi, pembaca buku, dan menggemari sastra, isu perempuan serta keluarga. Kini, bekerja di Media Mubadalah dan tinggal di Indramayu.

Terkait Posts

Perjodohan
Personal

Perjodohan dalam Novel: Memotret Kisah, Menyemai Ibrah

13 November 2024
Novel Cinta dalam Mimpi
Buku

Perempuan Kuat dan Hebat dalam Novel Cinta dalam Mimpi karya Muyassarotul Hafidzoh

28 April 2024
Tips Menulis Ala Khilma Anis
Personal

Bernuansa Islami, Begini Tips Menulis Ala Ning Khilma Anis

5 April 2024
Sastra pesantren
Sastra

Menjabat Tangan-tangan Sastra Pesantren

4 April 2024
Kepemimpinan Perempuan
Film

Alina Suhita dan Jiwa Kepemimpinan Perempuan

23 Juni 2023
Khilma Anis
Pernak-pernik

Khilma Anis Menggagas Dakwah melalui Novel dan Film “Hati Suhita”

18 Juni 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Psikologis Disabilitas

    Memahami Psikologis Disabilitas Lewat Buku Perang Tubuh

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Refleksi Hari Santri: Memoar Santri Putri “Nyantri” di California

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Joglo Baca: Merawat Tradisi Membaca Buku di Tengah Budaya Scrolling

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Media Alternatif sebagai Brave Space dalam Mainstreaming Isu Disabilitas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki
  • Ketakwaan Perempuan Tidak Lebih Rendah dari Laki-laki
  • Memahami Psikologis Disabilitas Lewat Buku Perang Tubuh
  • Refleksi Hari Santri: Memoar Santri Putri “Nyantri” di California
  • Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID