Mubadalah.id – Masih dalam momentum Syawal, Masyarakat Indonesia menggunakan bulan ini untuk bertamu dan berkunjung kepada sanak saudara.
Jika anak-anak sangat bahagia menunggu lebaran karena akan mendapatkan uang THR dari keluarganya. Hal ini berbeda dengan anak muda menuju yang berumur 20 tahun ke atas, karena mereka berhadapan dengan banyak pertanyaan sebagai obrolan basa-basi ketika lebaran.
lebaran adalah moment satu tahun sekali untuk bisa berkumpul dan bertemu dengan keluarga, sehingga tak heran banyak sekali pergulatan batin yang terjadi.
Setelah mengikuti ritual silaturrahmi atau berkunjung ke rumah saudara, nampaknya hal tersebut membuatku berpikir bahwa pemaknaan gender laki-laki dan perempuan begitu kuat di Indonesia. Bahkan termasuk dalam pembahasan minuman.
Teh dan Kopi: Kesetaraan gender
Jika kalian perhatikan ketika sedang silaturrahmi. Minuman yang disuguhkan untuk para tamu laki-laki dan perempuan berbeda. Ketika tamu laki-laki, tuan rumah akan menyuguhi dengan kopi, sedangkan ketika tamu perempuan mereka mereka akan menyuguhi teh. Tanpa mereka bertanya sebelumnya apakah laki-laki tersebut menyukai kopi atau perempuan tersebut menyukai teh.
Antara kopi dan teh adalah contoh kecil yang berkaitan dengan gender. Kopi untuk laki-laki dan teh identik dengan perempuan, namun ini menjadi masalah karena teh dan kopi tidak memiliki gender, lalu mengapa orang-orang mempersepsikan terkait gender kopi dan teh?
Padahal jika kita lihat kenyataannya, tidak semua laki-laki menyukai kopi, begitupun sebaliknya tidak semua perempuan menyukai teh. Bahkan tidak sedikit perempuan yang menyukai kopi.
Lalu bagaimana menaggapi demikian?
Makanan yang baik dalam Al-Qur’an
Agama Islam telah mengatur tentang semua yang berhubungan dengan makhluknya. Termasuk makanan yang perlu kita konsumsi dan harus kita hindari. Dalam hal ini al-Qur’an menjelaskan dalam empat bagian. Yakni Q.S al-Baqarah ayat 168, Q.S al-Anfal ayat 69, Q.S An-Nahl ayat 114, dan Q.S Al-Maidah ayat 88. Keempat ayat tersebut menjelaskan perintah Allah untuk mengonsumsi makanan yang hal dan juga baik
Perlu kita ingat, bahwa Allah memerintahkan umat islam untuk mengkonsumsi makanan yang halal dan baik baik (Thayyib). Makanan yang halal adalah makanan yang halal secara dzat dan cara memperolehnya.
Sedangkan makanan yang baik adalah makanan yang layak untuk kita makan, bersih dan terdapat manfaat untuk manusia (tidak membahayakan manusia). Sehingga Thayyib memiliki makna baik, bagus (hasan), sehat (al-mu’afa), dan lezat (al-ladzidz).
Hal ini bisa kita simpulkan bahwa makanan yang baik sudah pasti halal, sedangkan tidak semua makanan yang halal itu baik, demikian menurut pendapat Imam Qardhawi.
Dari sisi biologis, makanan adalah sumber energi gerak dan gizi yang positif sehingga berguna untuk mengembangkan dan memperbaiki sel-sel yang ada dalam tubuh.
Jika seseorang mengkonsumsi makanan yang baik, maka menghasilkan kesehatan mental yang baik. Yakni mampu menjaga diri, memiliki akhlak yang baik terhadap sesama, bahagia menjalani hidup, dan mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan.
Maka dengan melihat hal tersebut, semua orang berhak menikmati makanan dan minuman dengan syarat makanan yang halal dan baik. Maksudnya layak dikonsumsi, bersih, dan juga ada manfaatnya untuk manusia. Tidak ada gender dalam makanan, sehingga laki-laki atau perempuan boleh memakan makanan yang sama.
Seperti contoh, ketika seorang laki-laki yang memiliki riwayat penyakit asam lambung, diharamkan (bagi dirinya) untuk minum kopi. Karena membahayakan dirinya sendiri dan termasuk makanan yang tidak hayyib karena membahayakan kesehatan.
Jadi, tidak ada kaitannya antara kopi dengan laki-laki, ataupun teh dengan perempuan. []