• Login
  • Register
Sabtu, 1 April 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Keluarga

Menjaga Kesalehan Keluarga Melalui Makanan Halal

Membiasakan diri dan keluarga dengan pola konsumsi makanan yang baik dan tidak berlebihan menjadi bagian penting untuk mendidik anak agar menjadi generasi yang bijak, minimal dalam menikmati sajian.

Ahmad Asrof Fitri Ahmad Asrof Fitri
22/04/2021
in Keluarga, Rekomendasi
0
Makanan

Makanan

276
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Di antara hak tubuh ialah mengonsumsi makanan halal dan thayyib. Allah memberikan penekanan serius mengenai persoalan ini. Terbukti, perintah mengonsumsi hanya sesuatu yang halal dan thayyib disebutkan berulang kali dalam beberapa ayat, antara lain QS. Al-Baqarah ayat 168, Al-Maidah ayat 88, Al-Anfal ayat 69, dan An-Nahl ayat 114.

Dalam hadis juga demikian. Rasulullah mengaitkan status diterima atau ditolaknya doa seorang hamba dengan apa yang masuk ke perutnya. Jika yang dimakan haram, meski ia penat berdoa hingga berpeluh keringat walaupun menjadi musafir -padahal kondisi safar meningkatkan presentase makbulnya doa-, permohonannya kepada Allah tetap tidak akan diijabah.

Dalam hadis lain, dikisahkan seorang sahabat yang memiliki anak yang “kurang beradab”. Saat ditanya Nabi, ternyata musababnya lantaran saat istrinya hamil, sahabat tersebut memberi makan dari sumber yang tidak halal. Maka, konsumsi halal amat penting kaitannya dalam usaha membangun kesalehan keluarga, khususnya keturunan.

Mengupayakan konsumsi halal menjadi tugas utama dari suami. Kedudukannya sebagai pencari nafkah dan tulang punggung ekonomi keluarga menuntut suami bersikap hati-hati dalam mencari maisyah. Proses yang menyertainya perlu diperhatikan secara cermat, agar tidak menyimpang dari garis tuntunan syariat. Karena itu, pengetahuan tentang hukum muamalah wajib dikuasai.

Dalam berdagang, misal, perlu diketahui banyak aspek yang menentukan keabsahan dan keberkahan jual-beli. Di antaranya kerelaan dari masing-masing pihak penjual dan pembeli (‘an taradhin), kejelasan informasi secara berimbang (‘adamul gharar), ketiadaan riba, serta penghindaran dari berbagai praktik kecurangan: manipulasi, eksploitasi, dan spekulasi.

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Kasus KDRT: Praktik Mikul Dhuwur Mendem Jero yang Salah Tempat
  • Kiprah Nyai Khairiyah Hasyim Asy’ari: Ulama Perempuan yang terlupakan
  • Kerja Sama dengan Suami Bisa Menjadi Resep Awet Muda Istri
  • Nafkah Keluarga Bisa dari Harta Istri dan Suami

Baca Juga:

Kasus KDRT: Praktik Mikul Dhuwur Mendem Jero yang Salah Tempat

Kiprah Nyai Khairiyah Hasyim Asy’ari: Ulama Perempuan yang terlupakan

Kerja Sama dengan Suami Bisa Menjadi Resep Awet Muda Istri

Nafkah Keluarga Bisa dari Harta Istri dan Suami

Di masa Rasul, pernah terjadi kasus yang diduga mengindikasikan adanya kecurangan dalam transaksi dagang. Ketika sidak di pasar, Nabi memasukkan tangannya ke dalam bahan pangan yang dijual seorang pedagang. Didapati oleh beliau, bagian dalam bahan pangan itu basah.

Si pedagang berdalih bahwa makanan tersebut kehujanan. Namun, Nabi mempertanyakan kenapa bagian yang basah itu tidak diletakkan di atas. Lantas, beliau memberi peringatan keras:

مَنْ غَشَّ فَلَيْسَ مِنَّيْ. (رواه مسلم)

“Siapa yang berbuat curang tidak termasuk umatku.”

Bahkan, saking pentingnya menghadirkan kerelaan dari para pihak, pembeli diberi hak khiyar, hak untuk memilih dan meneliti kualitas barang sebelum benar-benar memutuskan untuk lanjut ke tahap sepakat dan melakukan pembayaran.

Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam juga bersabda:

الْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا، فَإِنْ صَدَقَا وَبَيَّنَا بُورِكَ لَهُمَا فِي بَيْعِهِمَا، وَإِنْ كَتَمَا وَكَذَبَا مُحِقَتْ بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا. (متفق عليه)

“Penjual dan pembeli masih memiliki hak khiyar selama mereka belum berpisah. Jika keduanya jujur dan menjelaskan apa adanya, maka keduanya diberkahi dalam jual belinya. Jika keduanya menyembunyikan (cacat barang) dan berdusta, maka akan dihapus berkah dari transaksi jual-beli keduanya.”

Pelbagai ketentuan tersebut tentu tidak hanya berlaku bagi kalangan pedagang, melainkan juga dapat diperluas cakupannya ke berbagai lini profesi lain yang bersinggungan dengan transaksi ekonomi. Baik yang dijual produk maupun jasa, rambu-rambu itu tetap mutlak dijadikan pedoman.

Setelah suami memastikan kehalalan sumber penghasilannya, tanggung jawab untuk memastikan kehalalan makanan berada di tangan istri. Dalam proses pemilihan bahan, pengolahan hingga memasak, istri menyiapkan hanya makanan halal dan thayyib. Sehingga, beberapa bidang keilmuan, mulai dari fiqih, ilmu gizi, hingga gastronomi perlu dipahami dengan baik. Minimal ilmu dasar yang bersinggungan secara langsung.

Pada banyak kasus, titik kritis yang berpotensi menyebabkan berkurangnya berkah sangat mungkin terjadi ketika kaum ibu-ibu melakukan tawar-menawar saat membeli kebutuhan rumah tangga. Tanpa bermaksud menjustifikasi, pada umumnya, ibu-ibu “sangat aktif” dalam urusan ini. Entah karena insting naluriah atau karena minimnya uang bulanan dari suami.

Terlepas dari itu, perlu dipahami, menawar terlalu rendah di bawah harga normal sebaiknya dihindari agar tidak merugikan penjual. Apalagi jika kondisi pasar sedang sepi, boleh jadi penjual melepas barang dagangannya dengan harga rendah karena terpaksa, bukan sebab ridha. Bila seperti itu yang terjadi, maka keberkahannya berpotensi hilang.

Dalam hal ini, para ibu perlu mengingat nasihat Nabi:

رَحِمَ اللَّهُ رَجُلًا سَمْحًا إِذَا بَاعَ وَإِذَا اشْتَرَى وَإِذَا اقْتَضَى. (رواه البخاري)

“Allah mengasihi orang yang bermurah hati ketika menjual, bermurah hati saat membeli, dan bermurah hati jika menagih.”

Terakhir, dalam Kitab Manba’us Sa’adah karya KH. Faqih Abdul Qadir, sebagaimana dinukil Nyai Hj. Rahmi Kusbandiyah, status thayyib makanan itu juga ditentukan oleh cara seseorang mengonsumsinya. Maka, membiasakan diri dan keluarga dengan pola konsumsi yang baik dan tidak berlebihan menjadi bagian penting untuk mendidik anak agar menjadi generasi yang bijak, minimal dalam menikmati sajian. WaLlahu a’lam. []

 

 

Tags: Hak TubuhKelas Intensif RamadankeluargaKongres Ulama Perempuan IndonesiaMakanan HalalRamadan 1442 Hulama perempuan
Ahmad Asrof Fitri

Ahmad Asrof Fitri

Alumni Pesantren Mahasiswa Al-Muayyad Windan Sukoharjo. Saat ini, selain mengajar, juga aktif melakukan penelitian dan menulis buku. Aktivitasnya dapat diikuti di Instagram: @a.asrof.fitri

Terkait Posts

Kasus KDRT

Kasus KDRT: Praktik Mikul Dhuwur Mendem Jero yang Salah Tempat

1 April 2023
Sepak Bola Indonesia

Antara Israel, Gus Dur, dan Sepak Bola Indonesia

1 April 2023
Agama Perempuan Separuh Lelaki

Pantas Saja, Agama Perempuan Separuh Lelaki

31 Maret 2023
Resep Awet Muda Istri

Kerja Sama dengan Suami Bisa Menjadi Resep Awet Muda Istri

31 Maret 2023
Kontroversi Gus Dur

Kontroversi Gus Dur di Masa Lalu

30 Maret 2023
Mengasuh Anak Tugas Siapa

Mengasuh Anak Tugas Siapa?

29 Maret 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Melestarikan Tradisi Nyadran

    Gerakan Perempuan Melestarikan Tradisi Nyadran

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hadis Relasi Rumah Tangga

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pekerjaan Rumah Tangga Bisa Dikerjakan Bersama, Suami dan Istri

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kiprah Nyai Khairiyah Hasyim Asy’ari: Ulama Perempuan yang terlupakan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memaknai Kembali Hadis-hadis Pernikahan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Kasus KDRT: Praktik Mikul Dhuwur Mendem Jero yang Salah Tempat
  • Nabi Muhammad Saw Biasa Melakukan Kerja-kerja Rumah Tangga
  • Kiprah Nyai Khairiyah Hasyim Asy’ari: Ulama Perempuan yang terlupakan
  • Pekerjaan Rumah Tangga Bisa Dikerjakan Bersama, Suami dan Istri
  • Antara Israel, Gus Dur, dan Sepak Bola Indonesia

Komentar Terbaru

  • Profil Gender: Angka tak Bisa Dibiarkan Begitu Saja pada Pesan untuk Ibu dari Chimamanda
  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Petasan, Kebahagiaan Semu yang Sering Membawa Petaka pada Maqashid Syari’ah Jadi Prinsip Ciptakan Kemaslahatan Manusia
  • Berbagi Pengalaman Ustazah Pondok: Pentingnya Komunikasi pada Belajar dari Peran Kiai dan Pondok Pesantren Yang Adil Gender
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist