• Login
  • Register
Rabu, 21 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Aktual

Kawin Anak di Masa Pandemi, Miris!

Zahra Amin Zahra Amin
13/10/2020
in Aktual, Rekomendasi
0
kawin anak di masa pandemi
217
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Suatu hari saya didatangi seorang anak muda, meminta saya agar datang menghadiri akad nikah yang akan digelar pada malam harinya. Sebagai warga yang bermasyarakat, saya menyambut baik dan karena tidak punya aktivitas apapun, seperti meeting online dan semacamnya, maka saya pun datang hingga acara usai dilaksanakan.

Keesokan hari, betapa kagetnya saya ketika ada yang bercerita jika akad nikah semalam itu, pengantin perempuannya masih sekolah kelas XI setingkat menengah atas. Disebabkan mengalami kehamilan tidak diinginkan, dan usia kehamilan sudah menginjak 3 bulan, akhirnya orang tua bersepakat untuk mengawinkan, dengan lelaki yang mempertanggungjawabkan perbuatannya tersebut.

Begitu mengetahui informasi yang saya dengar, langsung shock dan ada emosi serta perasaan kesal yang tidak bisa dibahasakan. Satu sisi saya merasa kecolongan dengan peristiwa tersebut, karena memang tidak pernah diajak bicara oleh siapapun dengan persoalan yang sudah terlanjur terjadi ini. Bukti bahwa memang suara perempuan dianggap tidak ada.

Saya merasa mengenal baik anak muda yang meminta saya untuk hadir dalam acara pernikahan tersebut.  Yang lebih membuat miris, ada anak perempuan yang dikorbankan sehingga terputus jenjang pendidikannya dan terampas masa depannya. Sementara sejak tiga tahun ini, di mana-mana saya getol mengkampanyekan Pencegahan Perkawinan Anak dan Pendewasaan Usia Perkawinan, tiba-tiba di depan mata peristiwa itu nyata ada. Sungguh, saya tak mampu berkata apa-apa.

Dalam perenungan yang panjang itu, saya menyadari sesuatu bahwa kawin anak di masa pandemi pasti akan meningkat. Bagai fenomena gunung es, nampak sedikit yang tercatat dan terlaporkan, namun begitu banyak yang menikah diam-diam, atau di bawah tangan alias siri karena usia calon penganten yang dianggap masih belum cukup umur.

Baca Juga:

Ketika Sejarah Membuktikan Kepemimpinan Perempuan

Qiyas Sering Dijadikan Dasar Pelarangan Perempuan Menjadi Pemimpin

Membantah Ijma’ yang Melarang Perempuan Jadi Pemimpin

Tafsir Hadits Perempuan Tidak Boleh Jadi Pemimpin Negara

Di masa pandemi, harus kita akui ada peningkatan kasus kawin anak yang terjadi. Selain karena persoalan ekonomi, dengan adanya metode pembelajaran jarak jauh, belajar dari rumah, sekolah dari rumah, dan pembatasan gerak serta aktivitas masyarakat, membuat para remaja ini tak mampu mengontrol pergaualannya, yang seharusnya mengarah ke hal positif, namun malah beralih ke hal negatif.

Saya meringkas beberapa hal terkait persoalan perkawinan anak ini, dari buku “Menikah Muda di Indonesia : Suara, Hukum dan Praktik” dalam salah satu tulisan Nur I’anah “Anak Menggendong Anak : Potret Kehidupan Remaja Paska Perkawinan Karena Kehamilan” dijelaskan antara lain;

Pertama, perilaku hubungan seksual pranikah pada remaja disinyalir karena adanya peningkatan hormon seksual dan perubahan organ seksual pada diri remaja. Peningkatan dan perubahan itu mengakibatkan para remaja tertarik pada lawan jenis. Sayangnya, perubahan organ reproduksi serta hormon masih dianggap tabu untuk dibicarakan dan didiskusikan oleh masyarakat Indonesia.

Kedua, menikah yang merupakan pertanda seseorang memasuki usia dewasa seringkali diharapkan terjadi setelah seseorang minimal selesai studi sarjana dan memiliki kecukupan finansial. Sehingga hal ini menyebabkan para remaja semakin dipenuhi rasa penasaran untuk melakukan hubungan seksual sebelum waktunya. Adanya informasi yang tidak tepat dari teman atau media massa, baik cetak maupun digital, dapat menjerumuskan pada perilaku seksual yang berdampak negatif seperti kehamilan tidak diinginkan.

KTD atau kehamilan tidak diinginakn pada remaja tersebut memiliki potensi besar untuk membuat mereka menjadi putus sekolah karena terpaksa harus dinikahkan oleh orang tua mereka demi menjaga nama baik keluarga dan untuk melegalkan status anak yang dikandung, dan agar pasangan dapat hidup bersama untuk mengasuh anak.

Pernikahan karena masalah kehamilan usia muda bukan merupakan solusi yang tanpa masalah. Anak remaja yang belum siap dalam hal fisik dan mental menyebabkan mereka juga tidak siap ketika memasuki dunia rumah tangga dan menjalankan tanggungjawabnya. Perkawinan anak, juga mengancam masa depan remaja, karena mereka putus sekolah dan ada keharusan untuk mengurusi rumah tangga.

Dampak negatif lainnya dalam perkawinan anak adalah ibu muda dan kerentanan untuk masuk dalam konflik domestik, yang disebabkan faktor psikis dan mental yang belum matang, sehingga akan merugikan pasangan dan juga keluarganya.

Sementara di sisi lain, anak dari ibu remaja memiliki resiko negatif yang lebih tinggi. Misal, bayinya cenderung akan lahir prematur atau terlalu kecil, mempunyai risiko kematian saat melahirkan, mengalami salah perlakuan, pengabaian serta masalah perkembangan tumbuh kembang bayi hingga masalah pemenuhan gizinya nanti.

Kepuasan perkawinan yang nantinya mampu mencegah perceraian, menciptakan kondisi yang aman bagi anak dan menguatkan satu dengan yang lain akan sulit dicapai. Karena berbagai bentuk perceraian, kekerasan dan hubungan yang kurang harmonis dalam rumah tangga, yang banyak disebabkan oleh kurangnya ikatan emosi antar sesama pasangan atau orang tua dengan anak, kemapanan ekonomi, kematangan diri secara intelektual, emosional, dan seksual. Sehingga yang paling banyak dirugikan dalam hal ini tetap saja perempuan.

Maka untuk mengatasi kehamilan remaja agar tidak putus sekolah dan dapat melanjutkan cita-cita mereka, diperlukan adanya pendidikan seks usia dini kepada para remaja dan tentang kesehatan reproduksi agar mereka lebih mengenali bagian tubuh mereka sendiri, yang sensitif, rentan dan punya banyak resiko jangka panjang.

Sedangkan bagi pemerintah, diharapkan ada regulasi pendidikan yang memperbolehkan remaja yang terlanjur hamil untuk melanjutkan sekolah, pelayanan dan informasi kesehatan reproduksi kepada para remaja, serta dukungan dari orang tua dan guru akan pentingnya pendidikan bagi masa depan mereka.

Hal ini sejalan dengan firman Allah swt dalam surat An-Nisa [4]: 9,

وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا

“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.”

Karena Indonesia hebat, berawal dari anak-anak yang terawat, tumbuh dengan sehat dan keluarga yang kuat. Yuk, cegah kawin anak, sejak dari keluarga dan sanak! []

Tags: kesehatan reproduksiPandemi Covid-19perempuanperkawinan anak
Zahra Amin

Zahra Amin

Zahra Amin Perempuan penyuka senja, penikmat kopi, pembaca buku, dan menggemari sastra, isu perempuan serta keluarga. Kini, bekerja di Media Mubadalah dan tinggal di Indramayu.

Terkait Posts

Bangga Punya Ulama Perempuan

Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

20 Mei 2025
Kebangkitan Ulama Perempuan

Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon

19 Mei 2025
Nyai Nur Channah

Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

19 Mei 2025
Rieke Kebangkitan Ulama Perempuan

Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

19 Mei 2025
Mendokumentasikan Peran Ulama Perempuan

KUPI Dorong Masyarakat Dokumentasikan dan Narasikan Peran Ulama Perempuan di Akar Rumput

19 Mei 2025
Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

Alasan KUPI Jadikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

19 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Bangga Punya Ulama Perempuan

    Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB dalam Pandangan Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengenal Jejak Aeshnina Azzahra Aqila Seorang Aktivis Lingkungan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Peran Aisyiyah dalam Memperjuangkan Kesetaraan dan Kemanusiaan Perempuan
  • KB dalam Pandangan Riffat Hassan
  • Ironi Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas: Kesenjangan Menjadi Tantangan Bersama
  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman
  • Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version