Rabu, 10 Desember 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Bencana di Sumatera

    Bencana Alam di Aceh dan Sumatera Harus Ditetapkan sebagai Bencana Nasional

    Ayat Ekologi

    Dr. Faqih: Ayat Ekologi Menjadi Peringatan Tuhan atas Kerusakan Alam

    Bencana

    Agama Harus Jadi Rem: Pesan Dr. Faqih atas Terjadinya Bencana di Aceh dan Sumatera

    Bencana di Aceh dan

    Dr. Faqih Bongkar Gagalnya Kontrol Agama dan Negara atas Bencana di Aceh dan Sumatera

    Bencana Sumatera

    Ketika Rakyat Membayar Kerusakan, Korporasi Mengambil Untung: Kritik WALHI atas Bencana Berulang di Sumatera

    Bencana di Aceh

    WALHI Desak Evaluasi Total Izin Usaha di Aceh dan Sumatera untuk Hentikan Siklus Bencana

    Bencana di Aceh

    WALHI Tegaskan Banjir dan Longsor di Aceh dan Sumatera adalah Akumulasi Kebijakan Buruk

    Kerusakan Ekologi

    Ini Pola, Bukan Bencana: WALHI Ungkap Akar Kerusakan Ekologi Aceh dan Sumatera

    Energi Bersih

    Dakwah Energi Bersih Umi Hanisah: Perlawanan dari Dayah di Tengah Kerusakan Ekologis Aceh Barat

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Relasi Difabel

    Relasi Difabel dan Jurnalisme: Antara Representasi, Sensasi, dan Keadilan Narasi

    Skizofrenia

    Skizofrenia: Bukti Perjuangan Disabilitas Mental

    Kerusakan Ekologi

    Kerusakan Ekologi dan Tanggung Jawab Agama: Refleksi Tadarus Subuh ke-173

    Dunia Digital

    Menguatkan Kesehatan Mental dan Psikososial Anak di Dunia Digital Bersama Para Pakar

    Manusia dan Alam

    Alam Bukan Objek: Nyatanya Manusia dan Alam Saling Menghidupi

    HAKTP

    Praktik HAKTP dalam Jurnalisme Algoritmik

    Teodise

    Di Tengah Bencana, Di Mana Tuhan? Teodise dan Hikmah Kemanusiaan

    Ekoteologi Islam

    Ekoteologi Islam: Membangun Etika Lingkungan di Era Antroposen

    Suara Korban

    Ketika Suara Korban Terkubur oleh Kata ‘Asusila’

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Mimi Monalisa

    Aku, Mama, dan Mimi Monalisa

    Romantika Asmara

    Romantika Asmara dalam Al-Qur’an: Jalan Hidup dan Menjaga Fitrah

    Binatang

    Animal Stories From The Qur’an: Menyelami Bagaimana Al-Qur’an Merayakan Biodiversitas Binatang

    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Bencana di Sumatera

    Bencana Alam di Aceh dan Sumatera Harus Ditetapkan sebagai Bencana Nasional

    Ayat Ekologi

    Dr. Faqih: Ayat Ekologi Menjadi Peringatan Tuhan atas Kerusakan Alam

    Bencana

    Agama Harus Jadi Rem: Pesan Dr. Faqih atas Terjadinya Bencana di Aceh dan Sumatera

    Bencana di Aceh dan

    Dr. Faqih Bongkar Gagalnya Kontrol Agama dan Negara atas Bencana di Aceh dan Sumatera

    Bencana Sumatera

    Ketika Rakyat Membayar Kerusakan, Korporasi Mengambil Untung: Kritik WALHI atas Bencana Berulang di Sumatera

    Bencana di Aceh

    WALHI Desak Evaluasi Total Izin Usaha di Aceh dan Sumatera untuk Hentikan Siklus Bencana

    Bencana di Aceh

    WALHI Tegaskan Banjir dan Longsor di Aceh dan Sumatera adalah Akumulasi Kebijakan Buruk

    Kerusakan Ekologi

    Ini Pola, Bukan Bencana: WALHI Ungkap Akar Kerusakan Ekologi Aceh dan Sumatera

    Energi Bersih

    Dakwah Energi Bersih Umi Hanisah: Perlawanan dari Dayah di Tengah Kerusakan Ekologis Aceh Barat

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Relasi Difabel

    Relasi Difabel dan Jurnalisme: Antara Representasi, Sensasi, dan Keadilan Narasi

    Skizofrenia

    Skizofrenia: Bukti Perjuangan Disabilitas Mental

    Kerusakan Ekologi

    Kerusakan Ekologi dan Tanggung Jawab Agama: Refleksi Tadarus Subuh ke-173

    Dunia Digital

    Menguatkan Kesehatan Mental dan Psikososial Anak di Dunia Digital Bersama Para Pakar

    Manusia dan Alam

    Alam Bukan Objek: Nyatanya Manusia dan Alam Saling Menghidupi

    HAKTP

    Praktik HAKTP dalam Jurnalisme Algoritmik

    Teodise

    Di Tengah Bencana, Di Mana Tuhan? Teodise dan Hikmah Kemanusiaan

    Ekoteologi Islam

    Ekoteologi Islam: Membangun Etika Lingkungan di Era Antroposen

    Suara Korban

    Ketika Suara Korban Terkubur oleh Kata ‘Asusila’

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Mimi Monalisa

    Aku, Mama, dan Mimi Monalisa

    Romantika Asmara

    Romantika Asmara dalam Al-Qur’an: Jalan Hidup dan Menjaga Fitrah

    Binatang

    Animal Stories From The Qur’an: Menyelami Bagaimana Al-Qur’an Merayakan Biodiversitas Binatang

    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Pernak-pernik

Ketika Laki-Laki jadi Seksi Konsumsi, Lalu Perempuan Seksi Perlengkapan, Mengapa Tidak?

Sistem kepanitiaan yang sering menempatkan perempuan sebagai seksi konsumsi, dan laki-laki identik sebagai seksi perlengkapan menandakan masih adanya kesalahpahaman masyarakat dalam memaknai gender

Khairul Anwar Khairul Anwar
11 Agustus 2022
in Pernak-pernik
0
Seksi Konsumsi

Seksi Konsumsi

1k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Beberapa waktu lalu, dalam sebuah obrolan di angkringan, teman saya berceloteh tentang tugas laki-laki di sebuah kegiatan organisasi. Kata dia, laki-laki itu harus dikasih pekerjaan yang berat-berat. Menjadi tukang usung-usung barang, misalnya. Menurutnya, tugas seperti mengetik dan mengeprint lembaran kertas, hingga menjadi seksi konsumsi, itu biar perempuan saja.

Saya yang mendengar celotehan teman saya, yang seorang laki-laki muda berusia 20 tahunan itu, hanya bisa tertawa kecil. Teman saya itu berargumen bahwa laki-laki secara fisik jauh lebih kuat daripada perempuan. Alasan itulah yang membuat ia berpandangan bahwa tugas sebagai seksi perlengkapan, itu milik lelaki. Sementara, tugas memasak di bagian seksi konsumsi, itu lebih baik milik perempuan.

Tapi, saya tidak sependapat dengan cara pandang teman saya itu. Menurut ku, dalam sebuah kepanitiaan, siapa pun, baik laki-laki atau perempuan, memiliki hak dan kewajiban secara bersama. Maksudnya, tidak ada batasan bahwa laki-laki itu bertugas harus seperti itu, sedangkan perempuan harus seperti ini, dan lain-lain.

Akan tetapi, selama ini, realita yang berkembang di dunia yang penuh drama ini adalah bahwa kaum adam lebih cenderung melaksanakan tugas-tugas yang secara umum dipandang oleh masyarakat lebih “pas”, seperti menjadi koordinator seksi perlengkapan, atau menjadi ketua panitia. Sedangkan, tugas kaum hawa ya sangat lekat sebagai tukang masak-masak atau penyedia konsumsi.

Budaya Patriarki

Mengapa demikian? Mengapa hal ini bisa terjadi? Hal ini karena budaya patriarki yang sangat kuat di tataran masyarakat. Patriarki sendiri dinilai sebagai sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai pemegang kekuasaan utama dan mendominasi dalam peran kepemimpinan politik, otoritas moral, hak sosial, dan penguasaan properti.

Dalam sistem budaya patriarki, perempuan hanya dituntut untuk melakukan pekerjaan domestik, seperti memasak, menyapu hingga mencuci. Sementara, kaum lelaki akan fokus mencari nafkah. Sistem seperti ini yang pada akhirnya merembet ke tataran organisasi-organisasi, baik di sekolahan, kampus maupun organisasi di tingkat kampung.

Saya sendiri, sebagai orang yang pernah berproses di organisasi, masih sering melihat budaya patriarki yang tumbuh dan berkembang di ranah organisasi yang saya ikuti di kampus, maupun organisasi yang saya tekuni di kampung. Di organisasi kampus, misalnya, seorang mahasiswi kalau tidak ditempatkan sebagai sekretaris atau bendahara, ya difokuskan ke seksi konsumsi.

Sementara, mahasiswa dipandang lebih berhak untuk menduduki jabatan sebagai ketua panitia, seksi acara, dan seksi perlengkapan. Seksi-seksi tersebut cenderung lebih tampil dominan (tampil di depan publik) pada saat kegiatan.

Seksi Konsumsi dan Label Feminim

Seksi konsumsi dalam sebuah kepanitiaan memang label feminimnya sangat kuat. Melekat sekali. Intinya, apa-apa yang berurusan dengan penyediaan makanan dan minuman, ya serahkan ke kaum hawa. Di sisi lain, label maskulin mengakar kuat pada seksi perlengkapan.

Se-pengalaman saya, orang-orang yang ditugaskan sebagai seksi perlengkapan kebanyakan adalah laki-laki. Kalau toh ada perempuan, ya tidak sebanyak lelaki. Jadi, misalnya gini, di seksi perlengkapan, ada 8 orang panitia. Dari jumlah tersebut, 6 orang diisi laki-laki, yang juga sebagai koordinator, sementara sisanya diisi oleh kaum perempuan.

Teori yang sama juga berlaku untuk seksi konsumsi. Dari 8 panitia yang terdaftar sebagai seksi konsumsi, 6 orang berjenis kelamin perempuan, sedangkan 2 lelaki. Bahkan, di suatu kasus, seksi perlengkapan hanya diisi oleh kaum lelaki semua, sementara kaum hawa, di sisi lain, menguasai seksi konsumsi.

Sistem kepanitiaan yang sering menempatkan perempuan sebagai seksi konsumsi, dan laki-laki identik sebagai seksi perlengkapan menandakan masih adanya kesalahpahaman masyarakat dalam memaknai gender. Masyarakat masih berpandangan bahwa gender dan jenis kelamin itu sama. Padahal itu berbeda.

Nah, perbedaannya di mana? Jenis kelamin identik dengan perbedaan bentuk fisik antara perempuan dan laki-laki. Sementara gender lebih mengarah pada karakteristik, peran, fungsi, status, serta tanggung jawabnya. Selain itu, jenis kelamin sudah menjadi kodrat tiap manusia. Sedangkan gender sifatnya tidak kodrati, dan bisa terpengaruhi budaya, waktu, serta lingkungan.

Kesetaraan Gender

Hilary M. Lips dalam bukunya berjudul ‘Sex and Gender’ mengartikan Gender sebagai harapan-harapan budaya terhadap laki-laki dan perempuan. Misalnya; perempuan kita kenal dengan lemah lembut, cantik, emosional dan keibuan. Di sisi lain, laki-laki anggapannya kuat, rasional, jantan dan perkasa.

Ciri-ciri dari sifat itu merupakan sifat yang dapat kita pertukarkan, misalnya ada laki-laki yang lemah lembut, ada perempuan yang kuat, rasional dan perkasa. Perubahan ciri dari sifat-sifat tersebut dapat terjadi dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat yang lain.

Nah, ciri-ciri dari sifat itu bisa dipertukarkan dalam konteks kepanitiaan di sebuah organisasi. Misalnya, perempuan yang lebih mendominasi sebagai seksi perlengkapan, laki-laki giliran mengurusi dapur. Kondisi seperti ini, sah-sah saja kita lakukan. Bahkan seperti yang saya singgung di awal tulisan ini. Kaum laki-laki dan perempuan memiliki tugas dan tanggung jawab yang sama setara di sebuah kepanitiaan. Tidak ada batasan-batasan tertentu.

Dalam kehidupan nyata, bahkan ada perempuan-perempuan yang sukses berkarier dalam bidang pekerjaan laki-laki. Saya kasih contoh beberapa di antaranya adalah Kalpana Chawla. Ia merupakan seorang astronot, di mana profesi ini identik untuk laki-laki. Kalpana adalah perempuan India pertama yang terbang ke luar angkasa.

Kemudian ada juga Ida Nasution. Ia adalah sosok perempuan tangguh yang semangat bekerja dalam hal apapun. Ia adalah seorang pengusaha yang bergerak dalam bidang perdagangan umum, jasa dan konstruksi, sebuah bidang yang umumnya kaum adam geluti.

Selain ada perempuan yang sukses menekuni bidang yang secara umum identik dengan laki-laki, juga ada laki-laki yang sukses berkarir di bidang yang identik dengan perempuan. Contohnya Didit Hediprasetyo, salah satu desainer baju asal Indonesia yang sampai saat ini karyanya sudah dikenal hingga ke tingkat internasional. Selain itu, juga ada nama Juna Rorimpandey, seorang jurutama masak profesional berkebangsaan Indonesia.

Berdasarkan contoh dua perempuan sukses yang menggeluti bidang pekerjaan laki-laki, dan dua laki-laki sukses yang berkarir di bidang yang identik dengan perempuan, saya kira dalam kepanitiaan di sebuah organisasi, pertukaran peran antara laki-laki dan perempuan perlu untuk dicoba. Tidak selalu perempuan bertugas untuk membeli makanan, mencuci peralatan dapur, dan lain sebagainya.

Mendorong Aksi Afirmasi Pelibatan Perempuan

Perempuan, saya kira juga perlu tampil di depan, menjadi ketua panitia atau fasilitator misalnya. Langkah ini sebagai upaya mendorong aksi afirmasi pelibatan perempuan di ruang publik. Bahkan jika dimungkinkan tak ada salahnya perempuan agar membantu memasang bendera organisasi di depan tempat kegiatan, membantu menata kursi, hingga membawakan proyektor. Nah, pekerjaan-pekerjaan yang biasanya  perempuan kelola agar diambil alih oleh kaum lelaki.

Laki-laki bisa kok untuk menempati posisi sebagai seksi konsumsi, bahkan menduduki jabatan sebagai koordinatornya. Se-pengalaman saya, tugas seksi konsumsi yang biasanya  perempuan jalani juga bisa kaum adam lakukan.

Nah, dalam menjalankan tugasnya sebagai panitia, baik laki-laki dan perempuan perlu bekerjasama dengan baik. Saat laki-laki bertugas sebagai panitia yang mengurusi konsumsi, perempuan perlu memberikan saran, arahan, bantuan dan lain-lain. Misalnya, perempuan bertugas untuk memasak, lalu laki-laki yang menghidangkan masakan tersebut.

Atau perempuan berperan membikin kopi, nah laki-laki yang mengantarkan kopi tersebut ke para peserta. Intinya, meskipun tugas sebagai seksi konsumsi tanggung jawab laki-laki, perempuan bisa ikut andil membantunya. Begitu pula sebaliknya, ketika perempuan kita beri tugas menjadi koordinator seksi perlengkapan, maka laki-laki harus peka untuk memberi bantuan. Misalnya membawakan barang-barang yang sangat berat, yang itu sulit jika perempuan bawa. Jadi, dengan pertukaran peran ini, laki-laki bisa merasakan bagaimana rasanya kecipratan minyak panas saat menggoreng, misalnya, dan perempuan juga bisa merasakan bagaimana beratnya menaruh kursi-kursi di mobil bak terbuka, untuk dibawa ke tempat kegiatan. []

 

Tags: GenderkeadilanKemitraan Laki-laki PerempuanKesalinganKesetaraanOrganisasi Kemahasiswaanpatriarkiperempuan
Khairul Anwar

Khairul Anwar

Dosen, penulis, dan aktivis media tinggal di Pekalongan. Saat ini aktif di ISNU, LTNNU Kab. Pekalongan, GP Ansor, Gusdurian serta kontributor NU Online Jateng. Bisa diajak ngopi via ig @anwarkhairul17

Terkait Posts

Kekerasan Perempuan
Aktual

16 HAKTP di Majalengka: Membaca Ulang Akar Kekerasan terhadap Perempuan dari Ruang Domestik dan Publik

6 Desember 2025
16 HAKTP
Publik

16 HAKTP di Tengah Bencana: Perempuan dan Anak Jadi Korban Ganda Kerusakan Alam

5 Desember 2025
16 HAKTP di
Aktual

Fitri Nurajizah di 16 HAKTP: Kekerasan terhadap Perempuan adalah Pelanggaran Martabat Kemanusiaan

6 Desember 2025
Pengalaman Biologis
Personal

Melihat Perempuan dengan Utuh: Tubuh, Pengalaman Biologis, dan Kesetaraan yang Lebih Manusiawi

3 Desember 2025
Kekerasan Perempuan
Keluarga

Al-Qur’an: Membela Perempuan dan Menolak Kekerasan

2 Desember 2025
Harta Perempuan
Keluarga

Ketika Perempuan Meluruskan Pemahaman Umar bin Khattab tentang Hak Harta

2 Desember 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Relasi Difabel

    Relasi Difabel dan Jurnalisme: Antara Representasi, Sensasi, dan Keadilan Narasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Skizofrenia: Bukti Perjuangan Disabilitas Mental

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Dr. Faqih: Ayat Ekologi Menjadi Peringatan Tuhan atas Kerusakan Alam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bencana Alam di Aceh dan Sumatera Harus Ditetapkan sebagai Bencana Nasional

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menguatkan Kesehatan Mental dan Psikososial Anak di Dunia Digital Bersama Para Pakar

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Relasi Difabel dan Jurnalisme: Antara Representasi, Sensasi, dan Keadilan Narasi
  • Bencana Alam di Aceh dan Sumatera Harus Ditetapkan sebagai Bencana Nasional
  • Skizofrenia: Bukti Perjuangan Disabilitas Mental
  • Dr. Faqih: Ayat Ekologi Menjadi Peringatan Tuhan atas Kerusakan Alam
  • Kerusakan Ekologi dan Tanggung Jawab Agama: Refleksi Tadarus Subuh ke-173

Komentar Terbaru

  • Refleksi Hari Pahlawan: Tiga Rahim Penyangga Dunia pada Menolak Gelar Pahlawan: Catatan Hijroatul Maghfiroh atas Dosa Ekologis Soeharto
  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID