• Login
  • Register
Rabu, 29 Juni 2022
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Langgengnya Mental Patriarki dalam Taaruf yang Toxic

Tidak ada satupun ajaran dalam taaruf yang membolehkan laki-laki mengekang kebebasan perempuan dan mengatur keputusannya.

Lutfiana Dwi Mayasari Lutfiana Dwi Mayasari
27/05/2021
in Personal, Rekomendasi
0
Taaruf

Taaruf

483
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Tak hanya hijab, kaos kaki, odol, dan baju syar’i, bahkan jalinan relasi juga dikampanyekan dengan narasi syar’i. Hal ini tak lepas dari pengaruh public figure millennial yang merepresentasikan pernikahan yang penuh ke”UWU”an dengan jalan taaruf.

Secara istilah pacaran dan taarufan sudah tentu memiliki makna yang berbeda, namun secara praktik terkadang ada yang melakukannya seperti tidak jauh panggang dari api. Eksistensi dan makna dari taaruf disalahgunakan agar bisa melakukan pacaran syar’i.

Narasi Ekstrimis dan Paradoks Keluarga Sakinah

Dengan berbasis syari’i, dominasi peran laki-laki atas perempuan seringkali dilakukan dengan pendekatan ayat-ayat ekstrimis. Seperti mewajibkan perempuan izin terlebih dahulu sebelum bepergian, menguasai tubuh perempuan dengan mengatur jenis pakaiannya, larangan bertemu laki-laki lain, wajib melaporkan seluruh aktifitasnya, dan membatasi kontak laki-laki di telefon genggamnya. Seolah-olah dominasi laki-laki atas perempuan dalam relasi tersebut adalah sebuah gambaran rumah tangga islami yang ideal di masa depannya.

Menurut Hendri Yulius (2018), pasangan dalam tahap pacaran selalu memiliki satu tujuan yaitu hidup ideal. Dalam sebuah relasi yang timpang selalu memberikan dominan bagi salah satu pihak, dalam hal ini laki-laki. Sehingga orientasi juga membentuk suatu imajinasi yang ideal. Ketika perempuan belum memenuhi imajinasi laki-laki maka pembentukan orientasi pun dilakukan. Sedangkan standar imajinasi ideal yang dibentuk dalam taaruf atau pacaran berbasis syar’i ini tak lain adalah penafsiran dari narasi-narasi ekstrimis yang seksis.

Baca Juga:

Tetap Bangga dan Bahagia Menjadi Perempuan yang Tidak Sempurna

Ingin Nikah Muda? Jangan Gegabah Sebelum Memenuhi Syarat Berikut Ini!

Legenda Malahayati dari Aceh yang Jauh dari Stigma Negatif Janda

Pentingnya Memberikan Dasar Pendidikan Islam bagi Anak-anak

Narasi ekstrimis seringkali dijadikan senjata untuk mengekang kebebasan perempuan. Naasnya dalam sebuah relasi laki-laki dan perempuan, narasi ekstrimis ini seringkali digunakan untuk mempertegas bahwa dominasi yang dilakukan laki-laki adalah sesuatu yang sesuai dengan syariat Islam.

Negosiasi dari pihak perempuan sebagai korban narasi ekstrimis laki-laki tak banyak dilakukan di masa pacaran. Hal ini disebabkan karena penerimaan perempuan yang menganggap segala ketertindasan dan kekerasan psikis yang ia alami adalah sesuatu yang wajar.

Menurut teori sitasionalitas Judith Butler (2011), negosiasi dalam keadaan ini tidak terjadi karena pengekangan dan kekerasan psikis terjadi berulang kali sehingga secara perlahan menjadi sesuatu yang baku. Pengekangan dianggap sebagai sebuah norma karena dalam imajinasi mereka, relasi perempuan dan laki-laki dalam pernikahan saling mendominasi dan mengatur sama lain.

Muncul simulasi peran laki-laki sebagai kepala rumah tangga yang memiliki hak mutlak, dan simulasi peran perempuan sebagai istri yang taat dan patuh pada kepala rumah tangga. Ketika dibawa pada konteks pacaran maka idealisme pernikahan itu akan muncul secara ‘alamiah’ bahkan jika segala kekerasan dialami.

Paradigm patriarki jelas tergambar dalam relasi ini, sebuah paradigma yang menempatkan laki-laki sebagai subjek dan perempuan sebagai objek. Dari paradigma ini kemudian lahirlah relasi yang toxic. Yaitu sebuah hubungan yang tidak sehat, namun pelaku yang di dalamnya baik sebagai aktor maupun korban tidak menyadari bahwa mereka dalam hubungan tidak sehat.

Diperkuat lagi dengan narasi ekstrimis yang mengkonstruksi pemikiran bahwa pengekangan yang terjadi pada perempuan adalah sesuatu yang akan bermanfaat bagi perempuan ke depannya. Sehingga terdoktrin dalam jiwa bahwa perempuan memang hidup di bawah aturan laki-laki, harus menurut, tidak punya kebebasan, harus selalu izin ke pasangan meskipun masih dalam tahap pacaran. Setidaknya itulah doktrin laki-laki akan simulasi keluarga sakinah yang mereka bangun ke depannya.

Hal ini menggambarkan teori yang dipaparkan oleh Fishben dan Ajzen (1988) mengenai belief about outcomes yang dapat berpengaruh pada attitude toward behavior seseorang. Dalam arti pihak perempuan meyakini bahwa dengan menurut pada laki-laki, maka hal itu akan membawa hubungan yang harmonis di antara keduanya, sehingga ia akan menerima perilaku tersebut dan tidak menyadari bahwa dirinya sedang berada dalam keadaan bermasalah.

Ladies, Get Up Please!

Menyadarkan perempuan bahwa ia sedang dalam hubungan toxic saja sulit, apalagi ditambah dengan pembenaran doktrin agama. Tentunya akan lebih menyulitkan lagi, bahkan mungkin dianggap melanggar syariat. Maka yang perlu dilakukan adalah memberikan penyadaran bahwa keadilan dan kesetaraan adalah inti pokok dalam ajaran Islam.

Standar kemuliaan tertinggi bagi seorang manusia adalah ketaqwaannya (al-Hujurat:13). Bukan karena pekerjaanya, parasnya, pun bukan pula karena jenis kelaminnya. Maka menempatkan perempuan di bawah laki-laki, mendikotomi peran domestik dan publik, mengekang kebebasan berekspresi, menentukan pilihan perempuan berdasarkan standar laki-laki jelas-jelas bertentangan dengan inti ajaran Islam.

Dalam hubungan pacaran yang nyata-nyatanya haram, belum ada ikatan, tidak ada pertanggungjawaban dari dua belah pihak, maka pengekangan jelas-jelas bagian dari abusive relationship. Pemahaman akan gambaran rumah tangga sakinah yang disimulasikan dengan pacaran dengan penuh aturan dan pengekangan adalah bentuk dari hubungan yang tidak sehat.

Pun demikian dengan hubungan taaruf yang semakin keluar dari nilai aslinya. Taaruf  adalah proses pengenalan antara laki-laki dan perempuan yang memang sudah siap menikah secara lahir dan batin. Namun tetap dilakukan sesuai dengan ajaran Islam dan tidak ada kebohongan atau kemaksiatan di antara salah satu pasangan.

Tidak ada satupun ajaran dalam taaruf yang membolehkan laki-laki mengekang kebebasan perempuan dan mengatur keputusannya. Maka berduaan di tempat sepi, berboncengan berduaan, mengatur kebebasan perempuan layaknya ia mengatur istri dan menganggap itu sebagai bagian dari taaruf  hanya karena ingin terlihat syari adalah sebuah kesalahan.

Maka bagi kalian para perempuan yang sedang berada dalam fase ini, harus segera menyadari bahwa hubungan yang saat ini dijalani adalah hubungan yang tidak sehat dan segera making decision. Melanjutkan hubungan sesuai dengan ajaran taaruf yang benar ataukah mengakhiri hubungan.

Setiap perempuan adalah istimewa, perempuan memiliki hak untuk memilih, hak untuk menentukan keputusan, dan hak untuk berperan di wilayah publik sama dengan laki-laki.

Abaikan janji yang diberikan laki-laki untuk menikahi sehingga menjadikan perempuan sebagai budak pelampiasannya. Baik pelampiasan ego, bahkan nafsu hewaninya. Hubungan yang baik adalah hubungan yang dilandasi dengan sikap saling percaya, saling mendukung, dan memberikan opsi terbaik saat salah satu pihak mengalami kesulitan.

Pun demikian dengan agama Islam, nilai-nilai keadilan yang diusung oleh Islam tak akan mungkin bermuatan diksi diskriminatif hanya karena perbedaan jenis kelamin. Setiap dari manusia adalah istimewa, bebas, dan merdeka. Bebas menjadi dirinya sendiri, melakukan aktifitas, menentukan keputusan bagi dirinya sesuai dengan syariat Islam. Bukan disesuaikan dengan standar keinginan orang lain. []

Tags: HijrahkeluargaKesalinganKesehatan MentalperempuanRelasi ToxicSyariat IslamTa'aruf
Lutfiana Dwi Mayasari

Lutfiana Dwi Mayasari

Dosen IAIN Ponorogo. Berminat di Kajian Hukum, Gender dan Perdamaian

Terkait Posts

Perempuan yang tidak sempurna

Tetap Bangga dan Bahagia Menjadi Perempuan yang Tidak Sempurna

29 Juni 2022
Haji Perempuan

Fikih Haji Perempuan: Sebuah Pengalaman Pribadi

29 Juni 2022
Dampak Negatif Skincare

Dampak Negatif Skincare terhadap Ekosistem Bumi

28 Juni 2022
Nikah Muda

Ingin Nikah Muda? Jangan Gegabah Sebelum Memenuhi Syarat Berikut Ini!

28 Juni 2022
Kesetaraan Gender

Sesama Perempuan kok Merasa Tersaingi? Katanya Kesetaraan Gender!

27 Juni 2022
Muslimah Sejati

Impak Islamisasi di Malaysia: Tudung sebagai Identiti Muslimah Sejati dan Isu Pengawalan Moraliti Perempuan

27 Juni 2022

Discussion about this post

No Result
View All Result

TERPOPULER

  • istri taat suami tidak kunjungi ayah yang sakit

    Kisah Istri Taat Suami tidak Kunjungi Ayah yang Sakit sampai Wafat

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Fikih Haji Perempuan: Sebuah Pengalaman Pribadi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Makna Jumrah: Simbol Perjuangan Manusia Bersihkan Hati

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Melihat Relasi Gender Melalui Kacamata Budaya Nusantara

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tetap Bangga dan Bahagia Menjadi Perempuan yang Tidak Sempurna

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Masa Tua adalah Masa Menua Bersama Pasangan
  • Bacaan Doa Ketika Melempar Jumrah Ula, Wustha dan Aqabah
  • Peran Anak Muda Dalam Mencegah Krisis Iklim
  • Makna Jumrah: Simbol Perjuangan Manusia Bersihkan Hati
  • Tetap Bangga dan Bahagia Menjadi Perempuan yang Tidak Sempurna

Komentar Terbaru

  • Tradisi Haul Sebagai Sarana Memperkuat Solidaritas Sosial pada Kecerdasan Spiritual Menurut Danah Zohar dan Ian Marshal
  • 7 Prinsip dalam Perkawinan dan Keluarga pada 7 Macam Kondisi Perkawinan yang Wajib Dipahami Suami dan Istri
  • Konsep Tahadduts bin Nikmah yang Baik dalam Postingan di Media Sosial - NUTIZEN pada Bermedia Sosial Secara Mubadalah? Why Not?
  • Tasawuf, dan Praktik Keagamaan yang Ramah Perempuan - NUTIZEN pada Mengenang Sufi Perempuan Rabi’ah Al-Adawiyah
  • Doa agar Dijauhkan dari Perilaku Zalim pada Islam Ajarkan untuk Saling Berbuat Baik Kepada Seluruh Umat Manusia
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2021 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Login
  • Sign Up

© 2021 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist