• Login
  • Register
Selasa, 20 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Langit-langit Kaca Perempuan Penyelenggara Pemilu

Terlepas dari langit-langit kaca yang terus menghambat perempuan, setidaknya aku turut berbangga kepada Ibu Betty Epsilon Idroos dan Ibu Lolly Suhenty sebagai anggota KPU RI dan Bawaslu RI terpilih untuk tahun 2022-2027

Sulma Samkhaty Maghfiroh Sulma Samkhaty Maghfiroh
24/02/2022
in Publik, Rekomendasi
0
Pemilu

Pemilu

138
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Beberapa hari yang lalu, pimpinan Bawaslu RI dan KPU RI masa jabatan 2022-2027 telah dilantik oleh DPR. Dua perasaan yang bertolak belakang, berkecamuk tidak karuan. Bagaimana tidak, di satu sisi sebagai perempuan aku merasa sangat bangga dengan adanya perwakilan perempuan di dalam lembaga penyelenggara Pemilu Indonesia. Namun tidak dapat dipungkiri juga, rasa kecewa yang mendera kala menyadari bahwa 30% keterwakilan perempuan di sana, masih saja diabaikan. Seakan ada langit-langit kaca yang menjadi pembatas keterlibatan perempuan di dalam lembaga penyelenggara Pemilu negeri ini.

Ada 14 nama calon pimpinan KPU RI dengan komposisi 10 laki-laki dan 4 perempuan dan 10 nama calon pimpinan Bawaslu RI dengan komposisi 7 laki-laki dan 3 perempuan yang akan diikutsertakan dalam uji kelayakan dan kepatutan publik (fit and proper test).

Ini berarti ada persentase 28,57% keterwakilan perempuan sebagai calon pimpinan KPU RI yang mana masih berada di bawah ambang batas minimum keterwakilan perempuan yang diisyaratkan oleh UU namun sudah cukup mendekati dan 35,71% untuk calon pimpinan Bawaslu RI. Menurut Guspardi Gaus, Anggota Komisi II DPR, ada banyak pertimbangan dalam seleksi calon pimpinan KPU dan Bawaslu RI, seperti integritas, kapabilitas, kapasitas, independensi, dll. Juga banyaknya faktor yang diperhitungkan setelahnya.

Hasil seleksi itu menghasilkan 1 perempuan dari 7 pimpinan KPU RI yang secara persentase hanya 14,29% dan 1 perempuan dari 5 pimpinan Bawaslu RI yang secara persentase adalah 20%. Hal ini jelas tidak sejalan dengan UU No. 15 Tahun 2011 sebagai revisi dari UU No. 22 Tahun 2007 dimana dengan jelas menyatakan “Komposisi keanggotaan KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen)” – Pasal 6 ayat 5 dan “Komposisi keanggotaan Bawaslu, Panwaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen)” – Pasal 72 ayat 8.

UU jelas mengatakan komposisi keanggotaan, bukan lagi tentang calon keanggotaan. Mengapa meski sudah ada UU yang mengatur tentang persentase minimum bagi keterwakilan perempuan, masih saja sulit dipenuhi? Sekali lagi, fenomena langit-langit kaca membatasi eksistensi perempuan dalam lembaga penyelenggara Pemilu.

Baca Juga:

Ketika Sejarah Membuktikan Kepemimpinan Perempuan

Qiyas Sering Dijadikan Dasar Pelarangan Perempuan Menjadi Pemimpin

Membantah Ijma’ yang Melarang Perempuan Jadi Pemimpin

Tafsir Hadits Perempuan Tidak Boleh Jadi Pemimpin Negara

Puskapol FISIP UI pada 2014 pernah merilis hasil riset terkait “langit-langit kaca” atau hambatan-hambatan tidak kasat mata yang dihadapi oleh perempuan dalam partisipasinya sebagai penyelenggara Pemilu. Setidaknya ada empat hambatan yang dialami oleh perempuan dalam hal ini, yaitu: (1) Masalah budaya. (2) Pengetahuan Kepemiluan. (3) Letak Geografis. (4) Regulasi. Di mana budaya patriarki masih meraja, maka banyak perempuan menjadi tidak berdaya.

Patriarki selalu menempatkan laki-laki sebagai tokoh dan diidentikkan dengan pemimpin, hal ini semakin menyulitkan perempuan untuk setara dengan laki-laki di ruang publik. Tidak hanya itu, efek lain yang dialami oleh para perempuan adalah kendala izin yang tidak dikantonginya dari suami atau orang tua saat hendak berkiprah dalam penyelenggara Pemilu.

Pengetahuan kepemiluan yang minim dari perempuan membuat mereka mudah sekali tersisih dari laki-laki dalam seleksi ini. Hal ini sangat mungkin terjadi ketika perempuan tidak mendapatkan kesempatan yang sama dengan laki-laki saat mendalaminya. Mudah ditebak jika hal ini berkaitan erat dengan ketidakadilan gender yang sering dialami oleh perempuan, seperti subordinasi, marginalisasi, stigmatisasi buruk, kekerasan terhadap perempuan, dan beban ganda.

Semua ini adalah langit-langit kaca lain, yang tentu saja menjadi hambatan bagi majunya perempuan dalam kiprahnya sebagai penyelenggara Pemilu. Seandainya saja perempuan mendapatkan kesempatan yang sama dengan laki-laki dalam belajar hal-hal terkait kepemiluan, sepertinya hambatan ini menjadi tidak berarti.

Hambatan “langit-langit kaca” selanjutnya adalah letak geografis yang ada di beberapa daerah di Indonesia yang menjadi sebab terhalangnya peran perempuan sebagai penyelenggara Pemilu. Hal ini memang tidak dapat dipungkiri, karena Indonesia memang memiliki kontur alam yang istimewa. Gunung dan laut Indonesia memiliki tantangan medannya masing-masing, dimana beberapa darinya masih belum ramah bagi perempuan.

Namun meski demikian, hal ini dapat saja diatasi jikalau laki-laki sebagai pihak yang diberi anugerah lebih dari Tuhan secara fisik berkenan dan berbesar hati untuk turut mendukung dan memfasilitasi para perempuan dalam mempermudah jalan kiprah mereka sebagai penyelenggara Pemilu.

Selanjutnya, regulasi menjadi langit-langit kaca terakhir yang menghambat perempuan dalam kiprahnya sebagai penyelenggara Pemilu, baik dalam hirarki KPU atau Bawaslu. Jika kita melihat dari hierarki terbawah dari penyelenggara Pemilu jajaran, KPPS misalnya, syaratnya harus minimal lulusan SMA dan umur 17 tahun. Padahal di banyak tempat, anak-anak yang telah lulus SMA memilih untuk merantau dan bekerja di luar wilayah tempat tinggal mereka, sehingga yang terjadi adalah tidak adanya regenerasi KPPS di sana.

Meski ada pilihan lain, yakni anak yang telah lulus S1 bahkan S2, mereka jarang sekali terpilih menjadi penyelenggara lantaran minimnya pengalaman dalam hal penyelenggara Pemilu. Jika hal ini terus dilanggengkan, akan sampai kapan mereka-mereka yang memiliki kapasitas terganjal jalannya lantaran minimnya pengalaman, saat pengalaman itu hampir mustahil mereka dapatkan.

Terlepas dari langit-langit kaca yang terus menghambat perempuan, setidaknya aku turut berbangga kepada Ibu Betty Epsilon Idroos dan Ibu Lolly Suhenty sebagai anggota KPU RI dan Bawaslu RI terpilih untuk tahun 2022-2027. Meskipun 30% keterwakilan perempuan yang menjadi indikator keadilan gender, kesetaraan akses partisipasi perempuan dan kesetaraan peluang perempuan untuk mempengaruhi proses politik dengan perspektif perempuan lagi-lagi tidak terpenuhi, kepada dua Srikandi itu aku menaruh harapan besar agar keduanya mampu mewarnai dunia penyelenggara Pemilu dengan warna yang ramah untuk perempuan. []

Tags: Pemilu 2024Penyelenggara Pemiluperempuanpolitik
Sulma Samkhaty Maghfiroh

Sulma Samkhaty Maghfiroh

Penulis Merupakan Anggota Komunitas Puan Menulis, dan berasal dari Ungaran Jawa Tengah

Terkait Posts

Nyai Nur Channah

Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

19 Mei 2025
Nyai A’izzah Amin Sholeh

Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami

18 Mei 2025
Inses

Grup Facebook Fantasi Sedarah: Wabah dan Ancaman Inses di Dalam Keluarga

17 Mei 2025
Dialog Antar Agama

Merangkul yang Terasingkan: Memaknai GEDSI dalam terang Dialog Antar Agama

17 Mei 2025
Inses

Inses Bukan Aib Keluarga, Tapi Kejahatan yang Harus Diungkap

17 Mei 2025
Kashmir

Kashmir: Tanah yang Disengketakan, Perempuan yang Dilupakan

16 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kekerasan Seksual Sedarah

    Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia
  • Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama
  • KUPI Dorong Masyarakat Dokumentasikan dan Narasikan Peran Ulama Perempuan di Akar Rumput

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version