• Login
  • Register
Kamis, 23 Maret 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Lelaki Feminim dan Perempuan Maskulin

Secara umum kita menerima asumsi bahwa perempuan harus bersifat feminim dan laki-laki harus bersifat maskulin dan menggagap bahwa konsep ini real dan universal.

Rizki Eka Kurniawan Rizki Eka Kurniawan
16/02/2021
in Personal
0
Feminim

Feminim

776
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Kita sudah sangat akrab dengan istilah feminim dan maskulin dalam kehidupan masyarakat. Kedua istilah tersebut telah menjadi semacam stereotipe untuk membedakan antara laki-laki dan perempuan. Secara umum kita menerima asumsi bahwa perempuan harus bersifat feminim dan laki-laki harus bersifat maskulin dan menggagap bahwa konsep ini real dan universal.

Seandainya ada penyimpangan dari asumsi tersebut, semisal ada perempuan yang menunjukkan sifat-sifat maskulin (pemberani, tegas, idealis, pekerja keras, agresif dan kompetitif) lebih dominan daripada sifat feminimnya (pemalu, lemah lembut, penyayang dan pengasih). Maka ia akan dianggap aneh, tomboy dan menyalahi kodratnya sebagai perempuan, begitu pula sebaliknya, lelaki akan dianggap banci jika memiliki sifat-sifat feminim dalam dirinya.

Dengan adanya steroetipe ini membuat adanya perbedaan mencolok antara laki-laki dan perempuan yang memicu munculnya sistem patriarki pada kehidupan masyarakat—karena menganggap laki-laki lebih unggul daripada perempuan, sebab laki-laki dianggap lebih kuat secara mental ataupun fisik dibandingkan dengan perempuan.

Namun sebelum kita membahas lebih jauh mengenai ini, kita harus lebih dulu membedakan antara sex dan gender. Kedua hal ini sering kali disalah pahami dan dianggap memiliki pengertian yang sama. Padahal pengertian sex yang sebenarnya adalah karakteristik biologis manusia, dilihat dari organ reproduksi, kromosom dan hormon. Sedangkan gender adalah karakteristik maskulin dan feminim yang dimiliki seseorang dalam konteks kultural dan sosial, mangacu pada perilaku, sifat, dan sikap.

Sex dan gender tidak bisa kita samakan sebab ada beberapa orang yang merasa memiliki gender identity yang bersebrangan dengan sex-nya.

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Dalam Catatan Sejarah, Perempuan Kerap Dilemahkan
  • Perempuan Juga Wajib Bekerja
  • Webinar Zakat Peduli Perempuan Korban Kekerasan akan Digelar Nanti Malam
  • Pengalaman Dinafkahi Istri, Perlukah Merasa Malu?

Baca Juga:

Dalam Catatan Sejarah, Perempuan Kerap Dilemahkan

Perempuan Juga Wajib Bekerja

Webinar Zakat Peduli Perempuan Korban Kekerasan akan Digelar Nanti Malam

Pengalaman Dinafkahi Istri, Perlukah Merasa Malu?

Seorang psikater asal Swis, Carl Gustav Jung menemukan bahwa dalam diri laki-laki terdapat unsur-unsur feminim yang dimiliki oleh perempuan dan dalam diri perempuan terdapat unsur-unsur maskulin yang dimiliki oleh laki-laki. Kedua hal tersebut disebut dengan: anima dan animus.  Anima (archetype feminim) adalah sisi feminim yang dimiliki oleh laki-laki sedangkan animus (archetype maskulin) adalah sisi maskulin yang dimiliki oleh perempuan.

Jadi bisa kita katakan bahwa ada perempuan di setiap diri pria dan ada pria di setiap diri perempuan. Anima dan animus sangat dipengaruhi oleh jalur keturunan ayah dan ibu kita yang mewaris dari leluhurnya secara turun-temurun. Kedua arkhetipe tersebut yang menjadikan manusia mampu memahami lawan jenisnya. Lelaki dapat tertarik kepada perempuan melalui anima-nya. Dia memahami perempuan, merumuskan tipe-tipe perempuan ideal melalui anima-nya, begitu pula sebaliknya. Perempuan akan memahami pria dengan animus-nya.

Kedua akhetipe ini sangat berkaitan dan saling berhubungan terhadap hubungan manusia dengan lawan jenisnya, itu sebabnya seseorang bisa merasakan keakraban yang sangat dekat dengan lawan jenisnya seolah-oleh ia telah mengenalinya lama padahal ia baru saja bertemu, energi antara keduanya bisa memabukkan.

Kondisi seperti ini sering kali kebanyakan orang menyebutnya dengan istilah jatuh cinta, padahal sebenarnya mereka hanya sedang jatuh cinta pada tipuan. Apa yang sedang ia cintai adalah wujud dari arkhetipe-nya sendiri yang diproyeksikan pada lawan jenisnya.

Seseorang baru akan tersadar akan hal tersebut ketika proyeksi tersebut terpencar dari ingatannya. Ia akan menjumpai dirinya sebagai seseorang yang bodoh dan bingung mengapa ia bisa merasa dekat dengan lawan jenisnya yang belum pernah  dijumpai sebelumnya. Ini mengapa banyak orang tertipu dengan perasaannya sendiri karena ia tidak menyadari akan hal ini.

Kedua arkhetipe (anima/animus) tersebut juga dipengaruhi oleh budaya dan lingkungan sekitar kita. Sebab di berbagai belahan dunia memiliki kategori yang berbeda-beda atas ketertarikan mereka pada lawan jenis. Lelaki di Afrika cenderung menyukai perempuan berkulit hitam mengkilat, berbibir tebal dan berambut kriting.

Bagi mereka perempuan dengan kriteria tersebut merupakan perempuan yang ideal. Ini berbanding terbalik dengan lelaki Asia yang lebih menyukai perempuan berkulit putih dengan bibir tipis dan berambut lulus—antara keduanya tidak bisa disamakan karena anima lelaki maupun animus perempuan berada dalam ketidaksadaran kolektif yang diwarisi oleh leluhur mereka yang dahulu telah mengonsepkan bentuk perempuan atau lelaki ideal.

Dari sini bisa kita pahami bahwa sifat feminim ataupun sifat maskulin manusia tidak berdasarkan sebatas pada sex. Sebab semua orang memiliki kedua gender tersebut dalam dirinya. Hanya saja penempatan sifat feminim dan maskulin tersebut harus ditempatkan sesuai dengan keadaan. Perempuan harus menunjukkan sifat feminimnya saat menjadi seorang ibu yang penyayang dan penuh kasih. Lelaki juga harus menunjukan sifat maskulinnya ketika menjadi ayah yang tegas dan adil.

Di luar hubungan keluarga, misalkan pada dunia kerja perempuan juga boleh menunjukkan sifat maskulinnya yang tegas, adil dan kompetitif saat ia sedang menjadi seorang pemimpin perusahaan. Begitu pula lelaki boleh menunjukkan sifat feminimnya yang ramah, baik hati, dan murah senyum saat sedang menjadi seorang pramuniaga.

Harus selalu ada kesalingan relasi dan konstelasi di antara keduanya, sebagaimana kata Erich Fromm: kerinduan manusia yang paling dalam adalah konstelasi sehingga kedua kutub—feminim keibuan dan maskulin kebapakan, perempuan dan laki-laki, ampunan dan keadilan, perasaan dan pikiran, alam dan kecerdasan—bersatu dalam sebuah sintesis, di mana kedua sisi polaritas itu kehilangan antogonisme, bahkan justru saling mewarnai. []

 

Tags: Erich FrommKesalinganlaki-lakiperempuanPsikologi Remaja
Rizki Eka Kurniawan

Rizki Eka Kurniawan

Lahir di Tegal. Seorang Pembelajar Psikoanalisis dan Filsafat Islam

Terkait Posts

Menjadi Minoritas

Refleksi: Sulitnya Menjadi Kaum Minoritas

21 Maret 2023
Rethink Sampah

Meneladani Rethink Sampah Para Ibu saat Ramadan Tempo Dulu

20 Maret 2023
Perempuan Bukan Sumber Fitnah

Ingat Bestie, Perempuan Bukan Sumber Fitnah

18 Maret 2023
Pembuktian Perempuan

Cerita tentang Raisa; Mimpi, Ambisi, dan Pembuktian Perempuan

18 Maret 2023
Ibu Rumah Tangga

Ibu Rumah Tangga: Benarkah Pengangguran?

17 Maret 2023
Patah Hati

Patah Hati? Begini 7 Cara Stoikisme dalam Menyikapinya, Yuk Simak!

16 Maret 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Perayaan Nyepi

    Nilai Inklusif dalam Perayaan Nyepi 2023

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ramadan dan Nyepi; Lagi-lagi Belajar Toleransi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Islam Adalah Agama yang Menjadi Rahmat Bagi Seluruh Alam Semesta

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tips Aman Berpuasa untuk Ibu Hamil dan Menyusui

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Siti Walidah: Ulama Perempuan Progresif Menolak Peminggiran Peran Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Rahmat Allah Swt Untuk Orang Islam dan Orang Kafir
  • Islam Adalah Agama yang Menjadi Rahmat Bagi Seluruh Alam Semesta
  • Ramadan dan Nyepi; Lagi-lagi Belajar Toleransi
  • Nilai Inklusif dalam Perayaan Nyepi 2023
  • Pentingnya Pembagian Kerja Istri dan Suami

Komentar Terbaru

  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Petasan, Kebahagiaan Semu yang Sering Membawa Petaka pada Maqashid Syari’ah Jadi Prinsip Ciptakan Kemaslahatan Manusia
  • Berbagi Pengalaman Ustazah Pondok: Pentingnya Komunikasi pada Belajar dari Peran Kiai dan Pondok Pesantren Yang Adil Gender
  • Kemandirian Perempuan Banten di Makkah pada Abad ke-20 M - kabarwarga.com pada Kemandirian Ekonomi Istri Bukan Melemahkan Peran Suami
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist