• Login
  • Register
Selasa, 26 September 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Menjadi Perempuan Mandiri dan Berprestasi di Tengah Sistem Patriarki

Nuril Qomariyah Nuril Qomariyah
27/06/2020
in Personal
0
Ilustrasi Oleh Nurul Bahrul Ulum

Ilustrasi Oleh Nurul Bahrul Ulum

330
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Hari Minggu kemarin (21/06/2020). Saya memperoleh kesempatan untuk sharing melalui live IG bersama teman-teman CIMSA Universitas Syiah Kuala. Pengalaman pertama nih sharing dengan tema “Patriarchy, Feminism, and Misogyny in Indonesia”. Dengan pembicara pertama dr. Sophia Hage, Sp. KO. (Co Founder dari Lentera Sintas Indonesia) dan saya sebagai pembicara kedua.

Selagi menunggu giliran sharing, saya mengikuti sesi dokter Sophia, yang membahas tema ini dari sudut pandang medis dan juga perspektif dokter. Di mana, ternyata kasus partiarki dan misoginis kerap terjadi di lingkungan medis. Sehingga, gerakan-gerakan feminisme perlu digiatkan agar tercapai keadilan dan kesetaraan bagi siapa saja di ranah medis.

Jika pada kesempatan diskusi ini secara teoritis terkait tema besar telah banyak disampaikan oleh, dokter Sophia, saya sebagai pembicara kedua, ingin membagikan pengalaman lebih kepada gerakan perempuan secara spesifik perempuan muda saat ini, agar bisa speak up dan berani berkarya serta berprestasi.

Apa sih patriarki, feminisme, dan misgonis itu?

Secara teoritis mungkin kita semua sudah khatam dan hafal dengan istilah ini, terlebih bagi sebagian yang bergerak dalam ranah pemberdayaan perempuan dan kesetaraan. Namun, mari kita ulas lagi, dengan melihat sejarah bagiamana perkembangan gerakan perempuan khususnya di Indonesia ini.

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Misrepresentasi Tafsir Ayat Tabarruj di Media Sosial
  • Bekerja adalah Bagian dari Ibadah
  • Kawin Tangkap Adat Sumba dalam Lensa Keislaman
  • Melihat Relasi Pertemanan dalam Lagu “Teman-temanku Udah Nikah Aku Masih Nonton SpongeBob”

Baca Juga:

Misrepresentasi Tafsir Ayat Tabarruj di Media Sosial

Bekerja adalah Bagian dari Ibadah

Kawin Tangkap Adat Sumba dalam Lensa Keislaman

Melihat Relasi Pertemanan dalam Lagu “Teman-temanku Udah Nikah Aku Masih Nonton SpongeBob”

Jika kita mau menengok sejarah perempuan-perempuan hebat Indonesia dapat dijadikan bahan refleksi kita bersama, bahwa sebenarnya, jauh sebelum Indonesia merdeka perempuan telah banyak yang bersuara dan menyuarakan keadilan dan kesetaraan.

Ada beberapa versi yang menjelaskan pembagian periode gerakan perempuan. Dimulai dari munculnya Gerwis (Gerakan Wanita Indonesia Sadar) yang memperjuangkan hak-hak perempuan mengenai hak waris, poligami, dan juga poliandri.

Gerakan inilah yang kemudian menjadi cikal bakal dari GERWANI yang lebih mengutamakan terkait buta huruf dan kesetaraan bagi perempuan. Perjuangan R.A. Kartini juga tidak luput dari bagian gerakan perempuan melawan sistem feodal yang sangat patrialkal pada saat itu.

Kemudian sejak memasuki orde lama hingga orde baru, gerakan perempuan tak bergairah seperti periode sebelumnya, hanya terdapat Perwari pada tahun 1978, namun tak sebebas gerakan perempuan pada masa sebelumnya, diperiode ini, domestifikasi perempuan menyeruak kembali.

Memasuki era reformasi tahun 98, kembali muncul gerakan-gerakan dan organisasi perempuan. Namun, sayangnya tidak diimbangi dengan pendidikan politik yang menyebabkan gerakannya tidak mengakar dan cenderung hanya mengikuti isu yang dibawa oleh organisasinya sendiri-sendiri.

Setelah mengetahui akar sejarah perkembangan gerakan perempuan Indonesia, lantas seperti apakah kondisi perempuan Indonesia saat ini ditengah sistem patriarki yang sudah mengakar sedemikian rupa?

Patriarki secara harfiah adalah kondisi dimana ketika laki-laki merasa menjadi lebih berkuasa dan menjadi penguasa tunggal, senada juga dengan matrialkal ketika perempuan merasa lebih berkuasa. Keduanya dilatar belakangi sistem yang terus melanggengkan tindakan lebih berkuasa dibandingkan yang lemah.

Ketika sistem patrialkan yang berkembang akan menghasilkan produk misogini, dimana adanya rasa ketidak sukaan pada jenis kelamin perempuan. Jika dalam ranah agama Islam, kondisi ini muncul sebab adanya kisah penciptaan manusia, Adam dan Hawa. Yang diceritakan bahwa Hawa diciptakan dari tulang rusuk Nabi Adam.

Padahal dalam Buku Qiro’ah Mubaadalah yang dituliskan Dr. Faqihuddin Abdul Qadir, ayat Al Quran secara jelas menerangkan terkait penciptaan manusia atas beberapa bahan, yakni ada yang menyebutkan dari air, tanah, dan juga nutfah (yang kemudian dalam pelajaran biologi kita kenal dengan Sel Sperma dan Ovum).

Kondisi patriarki, matriarki, dan misogini yang sudah kita bahas di atas tadi menjadi titik kajian, bahwa pada dasarnya ada sifat manusia yang ingin berkuasa atas manusia yang lainnya, dalam kasus ini, ketika terjadi ketidakadilan dan ketidaksetaraan gender dalam suatu sistem. Khususnya yang sering sekali terjadi ada sistem patriarki di Indonesia, yang cenderung membuat perempuan enggan untuk meng-upgrade diri dan kemampuannya, karena adanya tirani sistem yang mengurungnya.

Kondisi ini yang kemudian menjadi landasan adanya gerakan yang kemudian kita sebut sebagai gerakan feminisme, gerakan untuk memperjuangkan keadilan dan kesetaraan bagi umat manusia, yang oleh Al Quran antara laki-laki dan perempuan adalah setara.

Jika kemudian, ada yang beranggapan feminisme adalah gerakan atau ideologi dari Barat, mungkin dia perlu mengkaji kembali. Bahwa sejak Islam hadir ke dunia, adalah untuk memebebaskan hamba yang lemah dari cengkraman penguasa yang jahiliyah pada saat itu, terlebih perempuan dan budak yang pada saat itu tidak diperlakukan layaknya manusia seutuhnya.

Perkembangan feminisme di Indonesia sangat terlihat dari perjuangan R.A Kartini, yang pada masa itu memperjuangkan hak dan kesetaraan perempuan dalam menentang sistem feodal yang mengakar dalam keluarganya. Lantas perlukah saat ini Indonesia dengan gerakan feminisme? Penulis rasa masih perlu, karena gerakan feminisme bukan sebatas memerangi subjek tertentu saja, melainkan sebuah sistem yang sudah mengakar di berbagai sisi kehidupan kita saat ini.

Berprestasi dan Berdikari Melawan Sistem Patriarki

Ketika kita sudah memahami istilah dan sejarah panjang perkembangan sistem patriarki dan juga bagaimana kemudian perjuangan gerakan feminisme yang tak pernah berhenti hingga saat ini, lantas apa yang dapat kita lakukan terlebih sebagai perempuan?

Mungkin bagi sebagian kita bergerak untuk memperdalam kajian dan wawasan diranah memperjuangkan kesetaraan atau dalam kata lain gerakan feminisme bukanlah hal mudah. Isu-isu sensitif yang tak pernah akan usai dibahas ini tentunya akan terus mengalami perkembangan, dan mencari pola-pola dan konsep yang kemudian dapat dijadikan dasar pijakan dan juga paradigma gerakan kedapannya. Ini yang kemudian penulis temukan di konsep Mubaadalah yang diinisiatori oleh Dr. Faqihuddin Abdul Qadir.

Dari konsep-konsep kesalingan ini ada hal besar yang harus kita garis bawahi, bahwa islam hadir menyapa laki-laki dan perempuan sebagai subjek manusia seutuhnya. Sehingga siapa saja mempunyai hak untuk mengoptimalkan tujuan hidupnya sebagai manusia, tanpa kemudian ada yang merasa lebih berkuasa dibanding yang lainnya.

Hal utama yang perlu diperbaiki untuk kemudian kita dapat memahami seutuhnya gerakan-gerakan yang memperjuangkan kesetaraan dan keadilan ini adalah keterbukaan dalam berfikir (open minded) kunci mendasar agar kita mampu menerima segala hal dengan pemikiran yang positif, dan berwawasan luas.

Sudah saatnya, bagi kita khususnya perempuan, ikut andil dan mengambil peran di era saat ini berani speak up untuk menyuarakan hal-hal positif bagi siapa saja, terlebih untuk terus mendukung gerakan-gerakan feminisme, yang sarat akan tujuan kemanusiaan.

Seperti halnya yang dilakukan saya dan juga teman-teman di Perempuan Bergerak dengan memaksimalkan fungsi sosial media untuk menebarkan konten-konten positif, serta menekan konten dari gerakan sebelah yang juga sangat marak belakangan.

Menjadi perempuan juga jangan sampai lupa untuk berprestasi dan mengukir jejak karier yang mapan, karena tidak dapat dipungkiri, menjadi bagian dari wanita yang mandiri sejak dini, justru akan memberikan peluang pendewasaan pikiran dengan sangat cepat. Sehingga, tidak mudah termakan isu dan mampu memberikan ruang bagi diri sendiri untuk mengeksplorasi kemampuan dan skill yang dimiliki.

Terlebih kemudian bagi perempuan yang aktif memperjuangkan nilai-nilai kesetaraan dan keadilan. Perlu adanya rasa percaya diri yang tinggi, agar tak mudah goyah ketika merasa lelah. Berjuang untuk kebaikan dan kesetaraan bagi sesama manusia, bukanlah perkara mudah. Akan ada banyak pro-kontra yang menyapa, tinggal bagaimana kemudian kita mampu menata niat kembali untuk siapa kita berjuang.

Jika kemudian kita berjuang sebatas untuk apresiasi belaka, tentu semua tak akan bertahan lama. Karena akan memudar bentuk perjuangan itu ketika tak ada apresiasi yang datang. Namun, titik kuncinya adalah bagaimana kemudian kita berjuang dalam kebaikan untuk khidmad, menebarkan kebermanfaatan dan mengenalkan wajah Islam yang ramah dan mengajarkan kesetaraan sejak awal kehadirannya, semoga saja berjuang kita menjadi ikhlas lilla hi ta’ala, Aamiin.

Menjadi perempuan berdikari yang tak henti berprestasi dan memperbaiki relasi tanpa mengharapkan apresiasi adalah suatu perjuangan yang tak mudah, namun bukan juga perkara sulit ketika banyak ruang yang sudah diperjuangkan untuk menghilangkan sistem patriarki yang terlanjur mengakar. Tinggal kemudian satu yang perlu dipertanyakan,  sejauh ini, sudahkah kita percaya dengan diri kita sendiri?

Penulis mengutip dari KH. Sahal Mahfudh agar kita senantiasa berjuang yang benar-benar berjuang bukan sebatas untuk apresiasi dan dikenang , “Menjadi baik itu mudah. Dengan hanya diam maka yang tampak adalah kebaikan. Yang susah adalah membuat diri kita bermanfaat karena ini adalah perjuangan.” Wallahu’alam. []

*) Hasil Diskusi Bersama Teman Teman CIMSA UN SYIAH KUALA. Minggu,21 Juni 2020

Nuril Qomariyah

Nuril Qomariyah

Alumni WWC Mubadalah 2019. Saat ini beraktifitas di bidang Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak di Kabupaten Bondowoso. Menulis untuk kebermanfaatan dan keabadian

Terkait Posts

tabarruj

Misrepresentasi Tafsir Ayat Tabarruj di Media Sosial

26 September 2023
Lagu Teman temanku Udah Nikah Aku Masih Nonton SpongeBob

Melihat Relasi Pertemanan dalam Lagu “Teman-temanku Udah Nikah Aku Masih Nonton SpongeBob”

26 September 2023
Perempuan Haid

Benarkah Perempuan Haid itu Kotor dan Najis?

24 September 2023
Tradisi Batu Wangi

Tradisi Batu Wangi dalam Perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw

24 September 2023
Kelemahan Perempuan

Membongkar Mitos Kelemahan Perempuan

24 September 2023
Perayaan Maulid Nabi Saw

Keterlibatan Peran Perempuan dalam Perayaan Maulid Nabi Saw

23 September 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kasus Rempang

    Kasus Rempang, Investasi yang Kurang Humanis?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menekuk Konstruk “Semua Lelaki Sama Saja” dalam Sajian Film Redeeming Love

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Melihat Relasi Pertemanan dalam Lagu “Teman-temanku Udah Nikah Aku Masih Nonton SpongeBob”

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Moralitas Rumah Tangga dalam Teladan Nabi Saw

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bekerja adalah Bagian dari Ibadah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Misrepresentasi Tafsir Ayat Tabarruj di Media Sosial
  • Bekerja adalah Bagian dari Ibadah
  • Kawin Tangkap Adat Sumba dalam Lensa Keislaman
  • Melihat Relasi Pertemanan dalam Lagu “Teman-temanku Udah Nikah Aku Masih Nonton SpongeBob”
  • Kasus Rempang, Investasi yang Kurang Humanis?

Komentar Terbaru

  • Ainulmuafa422 pada Simple Notes: Tak Se-sederhana Kata-kata
  • Muhammad Nasruddin pada Pesan-Tren Damai: Ajarkan Anak Muda Mencintai Keberagaman
  • Profil Gender: Angka tak Bisa Dibiarkan Begitu Saja pada Pesan untuk Ibu dari Chimamanda
  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist