• Login
  • Register
Minggu, 2 April 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Buku

Life as Divorcee: Janda Enggak Sama dengan Kembali Single

Secara umum, buku yang terdiri dari empat chapter setebal 138 halaman ini memberikan seluk beluk perpisahan suami istri yang acap kali dianggap ‘tabu’ untuk dibincangkan secara blak-blakan, dari pertimbangan bercerai, proses pengurusannya, hingga konsep parenting pasca cerai.

Hasna Azmi Fadhilah Hasna Azmi Fadhilah
01/02/2021
in Buku, Rekomendasi
0
Janda

Janda

312
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Judul: Life as Divorcee

Penerbit: EA Books

Penulis: Virly K.A.

Jumlah Halaman: vi + 138 halaman

ISBN: 978-623-94979-3-4

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Ketika Anak Kehilangan Sosok Ayah dalam Kehidupannya
  • Momen Ramadan, Mengingat Masa Kecil yang Berkemanusiaan
  • Kasus KDRT: Praktik Mikul Dhuwur Mendem Jero yang Salah Tempat
  • Dalam Relasi Pernikahan, Perempuan Harus Menjadi Subjek Utuh

Baca Juga:

Ketika Anak Kehilangan Sosok Ayah dalam Kehidupannya

Momen Ramadan, Mengingat Masa Kecil yang Berkemanusiaan

Kasus KDRT: Praktik Mikul Dhuwur Mendem Jero yang Salah Tempat

Dalam Relasi Pernikahan, Perempuan Harus Menjadi Subjek Utuh

Tahun Terbit: 2021 

Mubadalah.id – “Let’s normalize being divorcee!”, jargon dari karya mbak Virly K.A. itu menarik hati saya untuk segera meminang buku kecil berwarna oranye tersebut. Berbeda dengan banyak buku dan postingan-postingan media sosial yang mempropagandakan nikah muda anak, hingga menikah adalah solusi segala masalah yang ada, tulisan blogger muda ini justru mengambil sudut pandang lain dengan menyelami realita banyak pernikahan yang tidak banyak orang ceritakan: dari bagaimana ternyata isu finansial penting untuk dibicarakan, seluk-beluk perbedaan prinsip keluarga besar, menjadi janda dan keputusan bercerai ternyata perlu proses pertimbangan matang.

Refleksi kehidupannya sebagai perempuan yang memutuskan untuk bercerai di usia 25 juga sangat menarik untuk disimak agar kita tak semena-mena menghakimi pasangan yang memutuskan menjadi janda atau duda, dengan mengakhiri pernikahan mereka. Gaya tulisannya yang to the point dan mengalir renyah berhasil membuat saya hanya perlu 2 jam saja menghabiskan buku ‘Life as a Divorcee’ tersebut. Tak heran, buku ini sudah empat kali cetak ulang dalam waktu satu bulan, sebuah rekor fantastis untuk ukuran buku baru.

Kekuatan lain dari buku ini adalah meski berisi saran dalam kehidupan pernikahan, bahasa yang digunakan penulis jauh dari kata menggurui. Bahkan, ketika membaca, saya seakan sedang diceritakan langsung oleh si empunya kisah. Dengan kata lain, buku ini mengajak para pembacanya ngobrol bareng tentang bagaimana sih rasanya menjadi single parent dan kemudian menghadapi berbagai stigma yang ditorehkan oleh lingkungan sosial, tanpa mempedulikan bagaimana kondisi personal para divorcee.

Contohnya saja, bagaimana cara mbak Virly menggambarkan dirinya. Alih-alih menyebut dirinya janda, ia mengakui bahwa menggunakan istilah asing ‘divorcee’ yang berarti sama, membuatnya jauh lebih nyaman. Selain karena kata ‘janda’ kerap dikonotasikan negatif oleh lingkungan sosial kita yang sangat patriarkis, menjadi janda juga sering diasosiasikan dengan nasib buruk perempuan yang mengundang simpati.

Di awal bab, ia beberapa kali mengisahkan bagaimana keputusannya bercerai membuat ia dihujani rasa iba oleh orang-orang sekelilingnya. Padahal, menurut perempuan yang juga beauty blogger tersebut, tidak semua perempuan menangisi berakhirnya hubungan para suami mereka. Ia sendiri mengaku bahwa pernikahannya yang tak lama justru membuat ia semakin bersyukur. Alasannya sederhana: ia mendapatkan kembali hidupnya, meski keputusan dibaliknya telah melalui pertimbangan yang amat panjang.

Yang menarik, selain catatannya menjadi perempuan yang kembali lajang setelah menikah, ia juga menulis subbab yang berkaitan dengan pre-marriage talks. Nah, bagi kalian yang masih berstatus single, saran-saran Virly sangat perlu digarisbawahi untuk dibicarakan dengan pacar atau calon suami kalian. Mengapa? Selain membantu menyiapkan diri untuk jauh lebih realistis, refleksinya membuat kita jauh lebih memahami kenapa ada pasangan yang memutuskan untuk bercerai. Di sini, saya seperti diajak untuk berempati bahwa tiap perceraian menyimpan dinamika yang berliku.

Tak hanya itu, karena dalam menikah juga penting untuk merumuskan visi misi hidup bersama, ia juga menekankan bahwa penting untuk yang sedang dilanda romansa untuk tak hanya mengandalkan cinta semata. Sebab, kehidupan pernikahan yang banyak digambarkan sangat (dan selalu) indah oleh para selebgram tentu tidak semua akan kalian alami. Ada jungkir balik yang mengharu biru, dan mungkin membuat hubungan suami istri bergejolak di kemudian hari.

Secara umum, buku yang terdiri dari empat chapter setebal 138 halaman ini memberikan seluk beluk perpisahan suami istri yang acap kali dianggap ‘tabu’ untuk dibincangkan secara blak-blakan, dari pertimbangan bercerai, proses pengurusannya, hingga konsep parenting pasca cerai. Tiap bab juga dihiasi dengan quote menarik pada halaman pembukanya yang membuat kita tak cepat bosan. Walau dalam beberapa poin penulis sendiri terjebak dengan stigma patriarkis, seperti bapak yang dikaitkan dengan pelindung, pencari nafkah, sedangkan ibu lebih dekat ke sosok penuh kelembutan.

After all, perlu dicatat juga, tiap pernikahan punya warna dan ritmenya sendiri, tidak serta merta apa yang dirasakan oleh penulis sama persis dengan orang lain. Oleh karena itu, ketika membaca buku yang diterbitkan oleh EA Books ini, saya sarankan teman-teman tak langsung menelannya mentah-mentah. Namun, jika kalian mengalami hal yang sama, bahkan lebih buruk, penulis juga membubuhkan chapter khusus yang berkaitan dengan KDRT dan bagaimana tindak lanjutnya. []

Tags: keluargaperceraianperempuanperkawinansingle parent
Hasna Azmi Fadhilah

Hasna Azmi Fadhilah

Belajar dan mengajar tentang politik dan isu-isu perempuan

Terkait Posts

Manusia Pilihan Tuhan

Keheningan Laku Spiritualitas Manusia Pilihan Tuhan

2 April 2023
Sepak Bola Indonesia

Antara Israel, Gus Dur, dan Sepak Bola Indonesia

1 April 2023
Agama Perempuan Separuh Lelaki

Pantas Saja, Agama Perempuan Separuh Lelaki

31 Maret 2023
Kontroversi Gus Dur

Kontroversi Gus Dur di Masa Lalu

30 Maret 2023
Ruang Anak Muda

Berikan Ruang Anak Muda Dalam Membangun Kotanya

29 Maret 2023
Flexing Ibadah

Flexing Ibadah selama Ramadan, Bolehkah?

28 Maret 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Anak Kehilangan Sosok Ayah

    Ketika Anak Kehilangan Sosok Ayah dalam Kehidupannya

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Keheningan Laku Spiritualitas Manusia Pilihan Tuhan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mahar Adalah Simbol Cinta dan Komitmen Suami Kepada Istri

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kasus KDRT: Praktik Mikul Dhuwur Mendem Jero yang Salah Tempat

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Momen Ramadan, Mengingat Masa Kecil yang Berkemanusiaan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Ini Jumlah Mahar Pada Masa Nabi Muhammad Saw
  • Mahar Adalah Simbol Cinta dan Komitmen Suami Kepada Istri
  • Ketika Anak Kehilangan Sosok Ayah dalam Kehidupannya
  • Keheningan Laku Spiritualitas Manusia Pilihan Tuhan
  • Menikah Harus Menjadi Tujuan Bersama, Suami Istri

Komentar Terbaru

  • Profil Gender: Angka tak Bisa Dibiarkan Begitu Saja pada Pesan untuk Ibu dari Chimamanda
  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Petasan, Kebahagiaan Semu yang Sering Membawa Petaka pada Maqashid Syari’ah Jadi Prinsip Ciptakan Kemaslahatan Manusia
  • Berbagi Pengalaman Ustazah Pondok: Pentingnya Komunikasi pada Belajar dari Peran Kiai dan Pondok Pesantren Yang Adil Gender
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist