• Login
  • Register
Sabtu, 30 September 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Keluarga

Masalah Ekonomi: Penyebab Maraknya Terjadi Pernikahan Anak di Desa

Dari kisah Rahmi, bisa kita lihat bahwa fakta dan realitas ini lah yang masih banyak terjadi di sebagian kalangan masyarakat kita. Dengan menikahkan anak menjadi solusi untuk keluar dari jerat permasalahan ekonomi keluarga.

Tuti Mutiah Alawiah Tuti Mutiah Alawiah
02/09/2023
in Keluarga
0
Nikah Anak

Nikah Anak

854
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Sewaktu libur kuliah di Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) Cirebon, akhirnya saya memilih untuk pulang kampung ke Garut. Selama di rumah, saya memiliki banyak hal yang menarik untuk diceritakan. Salah satu hal yang menarik untuk saya ceritakan adalah tentang masih banyaknya anak perempuan yang memilih untuk menikah diusia dini.

Tidak sedikit di antara mereka beranggapan bahwa dengan menikah, hidupnya akan bahagia, ekonominya terjamin, dan tidak membebani orang tua. Kemudian ada juga karena dijodohkan oleh orang tuanya.

Ada salah satu cerita teman saya yang memilih untuk mengakhiri masa anak-anaknya dengan menikah diusia dini. Sebut saja Rahmi (nama samaran).

Pada saat itu, Rahmi yang baru berusia 15 tahun harus rela menerima takdirnya untuk menikah dengan seorang duda, dua anak.

Alasan kedua orang tua menikahkan Rahmi adalah karena masalah ekonomi keluarga. Orang tuanya berharap dengan menikahkan Rahmi dengan duda yang cukup kaya di lingkungannya, bisa membantu dan terlepas dari permasalahan ekonomi keluarga.

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • 5 Dampak Psikologi bagi Anak Korban Perceraian
  • Buku Perempuan bukan Sumber Fitnah: Akikah bagi Anak Laki-laki dan Perempuan Cukup Satu
  • Pernikahan yang Maslahat dan Keberlanjutan Lingkungan
  • Nyala Api di Bromo dan Relevansi Surat Ar-Rum Ayat 41
    • Enam Bahaya
    • Stunting
    • Perempuan adalah Korban

Baca Juga:

5 Dampak Psikologi bagi Anak Korban Perceraian

Buku Perempuan bukan Sumber Fitnah: Akikah bagi Anak Laki-laki dan Perempuan Cukup Satu

Pernikahan yang Maslahat dan Keberlanjutan Lingkungan

Nyala Api di Bromo dan Relevansi Surat Ar-Rum Ayat 41

Karena kebutuhan faktor ekonomi itu, membuat orang tua Rahmi mantap dan akhirnya menikahkan Rahmi dengan duda tersebut.

Dari kisah Rahmi, bisa kita lihat bahwa fakta dan realitas ini lah yang masih banyak terjadi di sebagian kalangan masyarakat kita. Dengan menikahkan anak menjadi solusi untuk keluar dari jerat permasalahan ekonomi keluarga.

Bahkan lebih dari itu, anak perempuan hingga saat ini, kalau boleh saya sebut masih menjadi barang yang bisa dijual oleh orang tua. Dengan menikahkan anaknya, beban dan kebutuhan ekonomi keluarga setidaknya bisa berkurang.

Padahal, pernikahan anak adalah pernikahan yang akan mendatangkan masalah yang sangat kompleks. Perempuan akan mengalami permasalahan yang sangat merugikan hidupnya.

Enam Bahaya

Komnas Perempuan mencatat setidaknya ada 6 bahaya pernikahan anak. Enam bahaya ini akan mengancam kehidupan anak perempuan di masa depan. Berikut enam bahaya pernikahan anak:

Pertama, pendidikan. Anak perempuan yang menikah sebelum berusia 18 tahun, 4 kali lebih rentan dalam menyelesaikan pendidikan menengah atau setara. Sehingga, mereka akan terputus untuk mendapatkan hak pendidikanya.

Kedua, ekonomi. Kerugian ekonomi yang diakibatkan perkawinan anak ditaksir setidaknya 1,7% dari pendapatan kotor negara (PDB).

Hal ini disebabkan oleh kesempatan anak untuk berpartisipasi dalam bidang sosial dan ekonomi jadi terhambat karena adanya perkawinan.

Ketiga, kekerasan dan perceraian. Perempuan menikah pada usia anak lebih rentan mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan perceraian.

Hal ini disebabkan karena kondisi psikologis yang masih labil dan belum siap menghadapi kehidupan rumah tangga.

Keempat, Angka Kematian Ibu (AKI). Komplikasi saat kehamilan dan melahirkan menjadi penyebab kematian kedua terbesar untuk anak perempuan usia 15-19 tahun. Ibu muda yang melahirkan juga rentan mengalami kerusakan pada organ reproduksi.

Kelima, Angka Kematian Bayi (AKB). Selain angka kematian ibu, bayi yang lahir dari ibu berusia di bawah 20 tahun berpeluang meninggal sebelum usia 28 hari.

Angka ini 1,5 kali lebih besar dibandingkan peluang bayi yang meninggal dari ibu berusia 20-30 tahun.

Stunting

Keenam, stunting. 1 dari 3 balita mengalami stunting. Perkawinan dan kelahiran pada usia anak meningkatkan risiko terjadinya stunting. (Survei Nasional Sosial dan Ekonomi, United Nations Children’s Fund, dan Kidman, 2016).

Dampak tersebut melanggar pemenuhan dan penikmatan hak-hak anak perempuan, baik yang dijamin dalam Konstitusi, Undang-Undang dan Konvensi Internasional.

Konstitusi UUD 1945, Pasal 28B ayat 2, jelas menyebutkan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Rekomendasi Umum CEDAW No. 31 dan Konvensi Hak Anak No. 18 juga menyebutkan perkawinan anak sebagai pemaksaan perkawinan mengingat anak belum mampu memberikan persetujuan secara bebas. Oleh karena itu, perkawinan anak merupakan bentuk praktik berbahaya (harmful practice).

Perempuan adalah Korban

Dari enam bahaya pernikahan anak di atas, menjadi penyadaran bagi kita semua bahwa pernikahan anak jika kita lihat dari berbagai sisi, sama sekali tidak mendatangkan kemaslahatan. Justru yang ada adalah berbagai kemadharatan yang akan terjadi. Terlebih kemadharatan itu akan sangat berdampak kepada anak perempuan.

Bahkan, Komnas Perempuan menyebutkan pernikahan anak bagi anak perempuan akan berujung kepada kematian, baik si anak perempuan maupun bayi yang ada di dalam kandungannya. Sehingga, penting sekali untuk kita semua, bahwa pernikahan adalah praktik yang sangat berbahaya.

Oleh sebab itu, ada salah satu kaidah fikih yang menyebutkan bahwa segala sesuatu yang mendatangkan bahaya, harus kita hilangkan.

Dengan begitu, praktik ini harus kita hilangkan dari kehidupan masyarakat. Kita jangan membiarkan bahkan menjadikannya sebagai tradisi yang berkembangan di masyarakat. []

Tags: anakdesaekonomimarakmasalahPenyebabpernikahan
Tuti Mutiah Alawiah

Tuti Mutiah Alawiah

Terkait Posts

Masjid Ramah Perempuan

Sudahkan Masjid Ramah Perempuan dan Anak?

27 September 2023
Kerja Perawatan dan Pengasuhan

Apresiasi Peran Laki-laki dalam Kerja Perawatan dan Pengasuhan

25 September 2023
Anak Korban Perceraian

5 Dampak Psikologi bagi Anak Korban Perceraian

23 September 2023
Fenomena Fatherless Country

Fenomena Fatherless Country dalam Kacamata Islam

15 September 2023
Ibu Rumah Tangga

Mengembalikan Posisi Ibu Rumah Tangga yang Termarjinalkan

12 September 2023
Ibu Madrasah Pertama

Ibu Madrasah Pertama Anak-anaknya, Benarkah Islam Berkata Demikian?

8 September 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Larangan Berbuat Kerusakan di Muka Bumi

    Dalil Tentang Larangan Berbuat Kerusakan di Muka Bumi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memahami Hadits Kecaman Alat Pembajak Tanah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Urgensi Pengesahan RUU PPRT: Payung Hukum untuk Lindungi Para Pekerja Rumah Tangga

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Refleksi Tadarus Subuh: Banyak Perempuan Masa Nabi Saw Ikut Bela Negara

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film Air Mata di Ujung Sajadah: Dilema Ibu Kandung dan Ibu Asuh, Siapa yang Lebih Berhak?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Refleksi Tadarus Subuh: Banyak Perempuan Masa Nabi Saw Ikut Bela Negara
  • Film Air Mata di Ujung Sajadah: Dilema Ibu Kandung dan Ibu Asuh, Siapa yang Lebih Berhak?
  • Nabi Muhammad Saw: Sosok Sang Pemimpin Besar
  • Jiwa yang (Seharusnya) Bersedih: Laki-laki yang Tak Boleh Menangis
  • Buku Relasi Mubadalah Muslim dengan Umat Berbeda Agama: Nabi Saw Menghormati Jenazah Non-Muslim

Komentar Terbaru

  • Ainulmuafa422 pada Simple Notes: Tak Se-sederhana Kata-kata
  • Muhammad Nasruddin pada Pesan-Tren Damai: Ajarkan Anak Muda Mencintai Keberagaman
  • Profil Gender: Angka tak Bisa Dibiarkan Begitu Saja pada Pesan untuk Ibu dari Chimamanda
  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist