• Login
  • Register
Minggu, 13 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Keluarga

Melahirkan Anak Tanpa Persiapan Adalah Kejahatan

Ibu Dr. Nur Rofiah, Bil. Uzm. dalam kajian yang bertemakan Childfree dalam Islam menyampaikan, keputusan untuk menikah atau tidak, memiliki anak atau tidak akan dipertanggungjawabkan sendiri-sendiri baik istri atau suami kepada Tuhan

Irma Khairani Irma Khairani
17/09/2021
in Keluarga
0
Anak

Anak

418
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Perbincangan mengenai isu perempuan saat ini semakin beragam. Tak melulu membahas mengenai hak-hak perempuan seperti hak untuk bisa menempuh pendidikan, mengambil peran pada posisi strategis, bebas dari kekerasan seksual, dan sebagainya. Saat ini isu perempuan sudah masuk ke hal yang sangat fundamental terhadap diri perempuan sebagai subjek penuh atas dirinya yaitu hak untuk memilih memiliki anak atau tidak, isu tersebut dikenal dengan istilah childfree.

Isu childfree mulai muncul kepermukaan setelah statement yang disampaikan oleh seorang influencer perempuan yaitu Gita Savitri Devi bahwa dirinya dan suami telah bersepakat untuk tidak memiliki anak atau childfree dan memilih menjalani hidup bahagia sampai menua meskipun hanya berdua.

Tak hanya istilah childfree, ada pula istilah lainnya yang sering kali disebut dalam pembahasan mengenai pilihan memiliki seorang anak atau tidak yaitu childless. Istilah tersebut memiliki pengertian bahwa ada orang-orang yang tidak memiliki kemampuan untuk memiliki anak meskipun mereka menginginkan memiliki anak karena beberapa alasan seperti biologis, psikologis, ekonomi, dsb.

Dalam esainya yang berjudul “Menjadi Ibu Tanpa Anak: Childless dan Childfree”, Wanda Roxanne mengutip apa yang disampaikan oleh Victoria berdasarkan buku Corinne Maier, No Kids: 40 Reasons for Not Having Childfree bahwa orang-orang yang memilih untuk menjadi childfree atau childless memiliki alasan yang dibagi dalam lima kategori yaitu alasan pribadi (ranah emosi dan batin), ekonomi (ranah materi), psikologis dan medis (ranah bawah sadar dan fisik), lingkungan hidup (makrokosmos), dan filosofis (prinsip).

Alasan-alasan tersebut mencerminkan sebuah keadaan di mana dalam memutuskan memiliki anak atau tidak orang-orang sudah lebih aware dalam mempertimbangkan kesiapan dirinya memutuskan untuk memiliki anak dan bagaimana nanti kehidupan anaknya berlangsung. Adalah sebuah kebijaksanaan, jika dalam memutuskan untuk memiliki anak atau tidak dipertimbangkan mana yang terbaik untuk diri kita, keluarga, dan anak yang nanti akan dilahirkan.

Baca Juga:

Kala Kesalingan Mulai Memudar

Praktik Kesalingan sebagai Jalan Tengah: Menemukan Harmoni dalam Rumah Tangga

Menakar Kualitas Cinta Pasangan Saat Berhaji

Kuasa Suami atas Tubuh Istri

Sebuah postingan dari akun Twitter milik @TalkinAndy muncul di beranda Twitter saya, pada postingannya ia bercerita, melalui  seorang koleganya di UK yang istrinya sedang hamil, di sana ada semacam assessment wajib yang mana akan ada social service  datang ke rumah untuk menilai kelayakan apakah keluarga tersebut mampu untuk mengurus anak atau tidak. Setelah dinilai, akan ada pendampingan dan support jika keluarga tersebut dinilai masih belum layak atau skenario terburuknya adalah anaknya diambil oleh negara.

Pada kolom komentar ramai oleh netizen yang turut serta membagikan kisah-kisahnya, entah dia sendiri yang mengalami atau kerabatnya ketika memiliki anak di luar negeri seperti Amerika dan Belanda. Mereka bercerita, di negara-negara tersebut ada assessment yang  juga harus mereka penuhi agar dinilai layak untuk memiliki anak, dan mereka diberikan pendampingan di masa-masa awal paska melahirkan.

Peran negara dalam penilaian kelayakan bagi mereka yang memutuskan untuk memiliki anak adalah sebuah langkah yang sangat baik, karena dengan begitu negara pun ikut serta dalam menjamin kelayakan hidup seorang anak yang nantinya akan didapatkan dan dijalani. Keluarga dan negara bertanggungjawab atas kebahagiaan seorang anak yang dilahirkan, tidak hanya dalam jangka pendek tapi juga jangka panjang.

Peran seperti itu kiranya dapat diadopsi oleh pemerintah di Indonesia, yang mana dapat diatur dalam sebuah kebijakan. Dengan kebijakan seperti itu, kiranya dapat berdampak terhadap kehidupan masyarakat seperti terkontrolnya angka kelahiran anak, terjaminnya mutu kehidupan anak, berkurangnya angka kemiskinan, dsb.

Namun, kita tak bisa berharap terlalu banyak pada pemerintah. Upaya dalam menjamin kehidupan anak yang baik dapat kita lakukan sendiri, yaitu dengan mempertimbangan berbagai persiapan yang harus dilakukan jika memutuskan untuk memiliki anak. Persiapan tersebut dari berbagai aspek seperti biologis, psikis, ekonomi, dsb.

Ibu Dr. Nur Rofiah, Bil. Uzm. dalam kajian yang bertemakan Childfree dalam Islam menyampaikan, keputusan untuk menikah atau tidak, memiliki anak atau tidak akan dipertanggungjawabkan sendiri-sendiri baik istri atau suami kepada Tuhan. Kebahagiaan hidup anak akan dipertanggungjawabkan oleh kedua orang tuanya, maka dari itu sebelum memutuskan untuk memiliki anak, harus dipersiapkan segala hal yang dapat menjadi pendukung bagi kehidupan anaknya nanti.

Ibu Nur Rofiah juga menyampaikan bahwa perkawinan dalam Islam tujuannya untuk ketenangan jiwa, dan perkawinan dalam Islam tidak hanya untuk dua fisik tapi juga untuk dua jiwa. Begitu pun dalam sebuah perkawinan, ketika diambil keputusan oleh suami dan istri untuk memiliki anak, keputusan tersebut harus menjamin ketenangan jiwa anak. Jangan sampai anak lahir dan tumbuh jauh dari ketenangan jiwa dan kebahagiaan, segala persiapan harus dipersiapkan, karena melahirkan anak tanpa persiapan adalah kejahatan. []

Tags: anakChildfreeistriKesalinganorang tuapasutriperkawinanRelasisuami
Irma Khairani

Irma Khairani

Irma telah rampung menamatkan studi sarjana Ilmu Politik di Universitas Nasional. Isu gender, pendidikan, dan politik adalah minatnya, saat ini aktif di komunitas Puan Menulis.

Terkait Posts

Praktik Kesalingan

Praktik Kesalingan sebagai Jalan Tengah: Menemukan Harmoni dalam Rumah Tangga

12 Juli 2025
Relasi Imam-Makmum

Relasi Imam-Makmum Keluarga dalam Mubadalah

9 Juli 2025
Jiwa Inklusif

Menanamkan Jiwa Inklusif Pada Anak-anak

8 Juli 2025
Pemimpin Keluarga

Siapa Pemimpin dalam Keluarga?

4 Juli 2025
Marital Rape

Ketika Istilah Marital Rape Masih Dianggap Tabu

2 Juli 2025
Anak Difabel

Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak

1 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Ayat sebagai

    Pentingnya Menempatkan Ayat Kesetaraan sebagai Prinsip Utama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Praktik Kesalingan sebagai Jalan Tengah: Menemukan Harmoni dalam Rumah Tangga

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perbedaan Biologis Tak Boleh Jadi Dalih Mendiskriminasi Hak Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perempuan dan Pembangunan; Keadilan yang Terlupakan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tidak Ada yang Sia-sia Dalam Kebaikan, Termasuk Menyuarakan Isu Disabilitas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Merebut Kembali Martabat Perempuan
  • Kedisiplinan Mas Pelayaran: Refleksi tentang Status Manusia di Mata Tuhan
  • Kala Kesalingan Mulai Memudar
  • Hancurnya Keluarga Akibat Narkoba
  • Praktik Kesalingan sebagai Jalan Tengah: Menemukan Harmoni dalam Rumah Tangga

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID