Sudah lebih dari dua bulan sejak anjuran pembatasan sosial diberlakukan, seluruh institusi pendidikan formal yang semula diselenggarakan seara fisik terpusat di satu tempat kini diubah menjadi dalam jaringan (daring).
Tidak hanya itu, institusi pendidikan nonformal juga menyusul, meskipun masih ada beberapa yang menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar fisik dalam jumlah terbatas seperti yang terjadi di beberapa pondok pesantren. Maka, hari-hari ini dapat kita melihat bahwasanya beberapa dari kita mulai terbiasa beradaptasi dengan rutinitas pembelajaran dari rumah dengan memanfaatkan teknologi yang ada.
Apabila kita menengok beberapa minggu lalu, sosial media terasa dipenuhi dengan banyak keluhan dan opini tentang kendala atas pembelajaran jarak jauh atau PJJ. Mulai dari kuota internet, kendala dan keterbatasan device, hingga beban tugas yang cukup banyak.
Hal ini tentu saja tidak hanya menjadi pehatian murid dan guru, tetapi juga orang tua siswa selama masa belajar dari rumah. Bahkan, orang tua, terutama ibu, menjadi garda terdepan yang mengawal anak-anak tetap belajar dari rumah masing-masing.
Penulis tidak ingin membandingkan pekerjaan ayah atau ibu untuk mengontrol anak-anak mereka, tidak hendak juga membandingkan bagaimana opini netizen tentang kerepotan guru dibandingkan oang tua di rumah dalam hal mengasuh anak.
Karena setiap orang sudah memiliki beban dan tanggungjawabnya masing-masing. Penulis hendak mengajak pembaca untuk mengambil peran bersama dalam memaknai hari pendidikan ketika belajar dari rumah di tengah pandemi.
Salah satu hal yang sangat penting dan memungkinkan untuk dilakukan bersama adalah menciptakan sinergi kolaboratif antara orang tua dan guru. Kolaborasi dengan aksi ala “mubaadalah” ini dapat menjadikan anak-anak lebih proaktif dan terkontrol dalam kegiatan belajar mengajar, meski dalam jarak jauh.
Kesalingan: Orangtua dan Guru
Seperti halnya yang telah dijelaskan oleh Kiai Faqih, bahwasanya mubaadalah adalah nilai prinsip untuk menumbuhkan kebaikan bersama dalam sebuah relasi, baik dalam level relasi lebih kecil seperti individu dan keluarga, hingga relasi sosial yang lebih luas, seperti masyarakat.
Dalam hal ini penting bagi setiap pihak untuk melakukan kebaikan secara bersama-sama agar keduanya juga mencapai tujuan yang sama. Maka, dalam hal ini mari kita lihat bagaimana prinsip kesalingan yang dapat dilakukan oleh Guru dan Orangtua siswa dalam rangka menyukseskan belajar dari rumah di masa pandemi.
Menurut penulis, aktivitas kunci yang dapat dilakukan saat ini adalah saling berkomunikasi dan bekerjasama memantau perkembangan belajar siswa. Hal ini menjadi penting untuk dilakukan oleh orangtua, baik ayah maupun ibu, serta guru.
Komunikasi yang baik antara orang tua menjadi hal yang utama untuk dibangun mengenai pembagian tugas mengawal pembelajaran anak-anak, mengingat tanggung jawab untuk mendidik tidak hanya dibebankan atas ibu, melainkan juga ayah.
Selanjutnya, penting bagi orang tua dan guru saling berkomunikasi, mengingat pembelajaran jarak jauh sangat berbeda dengan kegiatan belajar mengajar secara fisik. Sehingga dalam hal ini guru dapat tetap menjalankan tanggung jawab dan perannya sebagai pendidik, pun orang tua yang lebih memiliki kedekatan secara fisik juga dapat berbagi perkembangan dan kendala yang dialami anak selama pembelajaran agar permasalahan dapat diatasi bersama.
Integrasi pendidikan informal berbasis keluarga dan pendidikan formal jarak jauh dapat dilakukan dengan pembelajaran yang bersifat aplikatif dan vokasional. Seperi misalnya mempelajari operasi penghitungan sekaligus keterampilan dengan memasak bersama keluarga, mengenal alam dan makhluk hidup dengan berkebun, atau melakukan observasi dan pengamatan sederhana melalui media dalam jaringan.
Pandemi seharusnya tidak menjadi halangan bagi orang tua, pun guru untuk kreatif dalam mengawal pendidikan dan kegiatan belajar mengajar untuk anak-anak. Maka, mengembangkan kurikulum dan kerangka acuan yang lebih aplikatif sebagai bentuk respon masa kini dan projek jangka panjang untuk mitigasi dan antisipasi bencana di kehidupan mendatang menjadi pekerjaan kita bersama.
Bukan hanya bagi pendidik, tenaga kependidikan, atau orang tua saja, stakeholder terkait, baik itu Pemerintah dan pemerhati pendidikan juga wajib terlibat dalam rangka mewujudkan visi pendidikan nasional, seperti yang tercantum dalam UU No 20 tahun 2003 yang berbunyi: “terwujudnya pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantang zaman yang selalu berubah.” []