• Login
  • Register
Sabtu, 17 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme

Dari kisah Nabi Yunus, aku belajar bahwa kegagalan dan kesalahan adalah hal yang wajar dalam hidup

Maylitha Luciona Demorezza Maylitha Luciona Demorezza
28/09/2024
in Personal, Rekomendasi
1
Perjalanan Hidup

Perjalanan Hidup

805
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id –  Hai, kamu yang sedang membaca ini. Usia 25 tahun, ya? Fase yang penuh dengan pertanyaan, kegelisahan, dan tantangan. Kata orang kita sedang memasuki fase “Quarter Life Crisis”. Mungkin di usia ini, banyak dari kita mulai merenungi apa arti hidup. Memaknai perjalanan hidup. Apa tujuan kita, dan bagaimana seharusnya kita menjalani semua ini. Aku juga sering merasa begitu.

Di usia yang katanya dewasa tapi terkadang kita masih merasa begitu muda, penuh kesalahan, dan terjebak dalam ketidakpastian. Namun, satu hal yang selalu kuingat, hidup ini adalah perjuangan. Di tengah kegagalan dan kesalahan yang pernah kita lalui, masih ada optimisme yang harus kita bawa ke masa depan.

Kegagalan dan Kesalahan: Bagian dari Perjalanan Hidup

Mungkin kamu pernah mengalami kegagalan besar yang membuatmu merasa jatuh ke titik terendah. Aku juga begitu. Gagal mendapatkan pekerjaan impian, gagal menjalin hubungan yang baik, gagal dalam mengejar mimpi yang sejak lama kita tanamkan. Rasanya seolah-olah semua usaha yang kita lakukan sia-sia, dan kita mulai bertanya-tanya, apakah semua ini memang layak diperjuangkan?

Namun, satu hal yang kutemukan adalah bahwa kegagalan bukanlah akhir. Kegagalan hanyalah bagian dari proses yang mengajarkan kita untuk terus berusaha. Misalnya, aku pernah mati-matian belajar untuk ujian, mempersiapkan banyak hal supaya dapat nilai tinggi, bahkan sampai mengurangi jatah istirahat.

Aku sudah mempersiapkan segalanya semaksimal mungkin, tentu aku berpikir akan mendapatkan nilai yang tinggi. Ternyata, nilaiku tidak sesuai harapan. Rasanya sungguh mengecewakan. Namun dari situ, aku belajar bahwa mungkin ada jalan lain yang lebih baik untukku, yang saat itu belum kulihat. Kegagalan itu adalah peluang untuk memperbaiki diri, belajar lebih baik, dan menyiapkan diri untuk kesempatan yang lebih baik lagi.

Baca Juga:

Dilema Usia 25 Tahun: Gapapa, Tidak Ada yang Terlambat

Pikiran dan Hati: Kunci Membentuk Jati Diri dan Realitas Hidup

Mengapa Ujian Selalu Menyertai Perjalanan Hidup Kita?

Bagaimana Cara Menghadapi Quarter Life Crisis?

Begitu pula dengan kesalahan. Di usia ini, aku sudah banyak membuat kesalahan, baik dalam memilih karier, pertemanan, maupun keputusan-keputusan pribadi lainnya. Terkadang, kita terlalu keras pada diri sendiri ketika melakukan kesalahan.

Merasa bahwa kita tidak cukup baik, atau mungkin merasa malu karena salah langkah. Tapi seiring berjalannya waktu, aku menyadari bahwa kesalahan adalah bagian dari proses untuk menjadi lebih baik. Kita tidak bisa tumbuh tanpa melalui kegagalan dan kesalahan.

Refleksi dari Kisah Nabi Yunus

Di tengah perjalanan hidup yang penuh tantangan ini, ada satu kisah dari Nabi Yunus AS yang bisa kita jadikan refleksi. Nabi Yunus, seperti kita, juga menghadapi kegagalan dalam menjalankan misinya. Ia diutus oleh Allah untuk menyampaikan dakwah kepada kaumnya, namun kaumnya menolak dan terus mengingkari ajarannya.

Frustrasi, Nabi Yunus meninggalkan kaumnya tanpa menunggu izin dari Allah. Ini adalah keputusan yang terburu-buru, dan akhirnya menjadi kesalahan besar. Ketika Nabi Yunus meninggalkan kaumnya, ia berlayar di atas sebuah kapal dan akhirnya terjebak dalam badai. Ia kemudian ditelan oleh seekor ikan besar sebagai bentuk hukuman atas kesalahannya.

Di dalam perut ikan, Nabi Yunus merasa hancur dan penuh penyesalan. Namun, di saat-saat terberat itu, ia tidak menyerah. Nabi Yunus terus berdoa dan memohon ampunan kepada Allah. Doa yang diucapkannya adalah:

“Laa ilaaha illa anta, subhaanaka innii kuntu minadz zhaalimiin”

“Tiada Tuhan selain Engkau, Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang zalim.”

Dengan ketekunan dan penyesalannya yang tulus, Allah mengampuni Nabi Yunus dan menyelamatkannya dari perut ikan. Setelah itu, ia kembali kepada kaumnya dan kali ini kaumnya menerima dakwahnya.

Kisah ini adalah pelajaran bagi kita bahwa dalam kegagalan dan kesalahan, selalu ada kesempatan untuk bangkit. Kuncinya adalah bagaimana kita merespons kegagalan itu. Apakah kita menyerah, ataukah kita memilih untuk bertanggung jawab dan berusaha memperbaiki diri

Hidup adalah Perjuangan

Dari kisah Nabi Yunus, aku belajar bahwa kegagalan dan kesalahan adalah hal yang wajar dalam hidup. Bahkan seorang nabi pun pernah melakukan kesalahan, namun yang terpenting adalah bagaimana kita menyikapi kesalahan itu. Kita bisa memilih untuk terjebak dalam rasa bersalah, atau kita bisa memilih untuk bangkit, memperbaiki diri, dan melanjutkan perjuangan kita.

Hidup di usia 25 tahun, bagi seorang perempuan seperti aku, adalah masa di mana banyak keputusan besar harus diambil. Di masa ini, kita mungkin sering merasa bingung, takut, atau bahkan putus asa. Namun, satu hal yang harus kita tanamkan dalam diri adalah bahwa kita yang bertanggung jawab atas hidup kita sendiri. Kita yang menentukan bagaimana masa depan kita, dan kita juga yang bertanggung jawab atas kebahagiaan kita.

Optimisme dan Tanggung Jawab

Hidup adalah perjuangan yang tidak selalu mudah, namun bukan berarti kita harus menyerah. Kegagalan tidak mendefinisikan siapa kita, dan kesalahan bukanlah akhir dari perjalanan kita. Justru dari kegagalan dan kesalahan itulah kita bisa belajar dan tumbuh menjadi lebih baik.

Sebagai perempuan di usia 25 tahun, aku belajar untuk terus optimis, meskipun perjalanan ini penuh dengan rintangan. Optimisme bukan berarti menutup mata terhadap kenyataan, tetapi melihat setiap masalah sebagai peluang untuk belajar dan tumbuh.

Seperti Nabi Yunus yang akhirnya bangkit dari kesalahannya, kita juga bisa melakukan hal yang sama. Kita bisa bertanggung jawab atas hidup kita, atas setiap pilihan yang kita buat, dan atas kebahagiaan yang kita ciptakan sendiri.

Jadi, untuk kamu yang sedang berada di fase yang sama, mari kita terus melangkah. Hidup ini mungkin penuh dengan tantangan, tapi ingat, setiap tantangan adalah bagian dari perjuangan yang akan membawa kita ke tempat yang lebih baik. Jangan takut gagal, jangan takut salah. Teruslah berjuang, karena hidup ini adalah milik kita, dan kita yang bertanggung jawab untuk menjadikannya bermakna. []

Tags: KegagalankesalahanMakna HidupOptimismePerjalanan HidupQuarter Life Crisis
Maylitha Luciona Demorezza

Maylitha Luciona Demorezza

Seorang Pembelajar dan Anggota Puan Menulis

Terkait Posts

Noble Silence

Menilik Relasi Al-Qur’an dengan Noble Silence pada Ayat-ayat Shirah Nabawiyah (Part 1)

17 Mei 2025
Kashmir

Kashmir: Tanah yang Disengketakan, Perempuan yang Dilupakan

16 Mei 2025
Suami Pengangguran

Suami Pengangguran, Istri dan 11 Anak Jadi Korban

16 Mei 2025
Keadilan Semu

Membuka Tabir Keadilan Semu: Seruan Islam untuk Menegakkan Keadilan

15 Mei 2025
Perempuan Fitnah

Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

15 Mei 2025
Memahami Disabilitas

Memahami Disabilitas: Lebih Dari Sekadar Tubuh

14 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Nyi HIndun

    Mengenal Nyi Hindun, Potret Ketangguhan Perempuan Pesantren di Cirebon

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Membaca Ulang Ayat Nusyuz dalam Perspektif Mubadalah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia: Bersama Ulama dan Guru Perempuan, Bangkitlah Bangsa!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Herland: Membayangkan Dunia Tanpa Laki-laki

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menggugat Poligami, Menegakkan Monogami

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Menilik Relasi Al-Qur’an dengan Noble Silence pada Ayat-ayat Shirah Nabawiyah (Part 1)
  • Peluang Ulama Perempuan Indonesia dalam Menanamkan Islam Moderat
  • Herland: Membayangkan Dunia Tanpa Laki-laki
  • Membaca Ulang Ayat Nusyuz dalam Perspektif Mubadalah
  • Mengenal Nyi Hindun, Potret Ketangguhan Perempuan Pesantren di Cirebon

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version