• Login
  • Register
Sabtu, 5 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Dilema Usia 25 Tahun: Gapapa, Tidak Ada yang Terlambat

Ternyata usia 25 tahun menjadi titik balik untuk memaknai tujuan hidup dan lebih mengenal diri sendiri.

Siti Nisrofah Siti Nisrofah
23/02/2025
in Personal
0
Usia 25 tahun

Usia 25 tahun

1.2k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Selamat datang di fase seperempat abad. Kamu gak sendirian, akupun demikian. Time to flast (waktu berjalan begitu cepat) dan kamu masih merasa begini-begini saja? Tak perlu dilema, mari refleksikan bersama.

Di sini saya mengajak kalian yang baru atau sudah berusia 25 tahun dan mungkin sedang merasa seperti baru bangun tidur, sontak bergumam “Kemarin ngapain saja?”. Eiitss.., sebenarnya banyak hal yang sudah kita lalui namun jarang sekali kita maknai dan apresiasi.

Ambil pensil dan secarik kertas, kita catat bersama apa saja pencapaian selama ini. Dalam bidang Pendidikan, sudah sejauh mana proses belajarmu? Aspek kesehatan, sudahkah kita mensyukuri nikmat sehat yang diberikan Tuhan?

Keluarga, apakah kita mampu merasakan kehadiran mereka sebagai orang yang paling dekat? Circle atau lingkup pertemanan, siapa saja teman baik yang sudah banyak menemani dan membantu langkah kita? Sahabat volunteer, sudah berapa banyak kemanfaatan yang kita sebarluaskan?

Pekerjaan, sudah berapa step yang kita lalui untuk meniti karir? Materil, benda-benda apa saja yang sudah kita beli, sudahkah kita menjaga dan memanfaatkannya sebaik mungkin?

Baca Juga:

Yang Benar-benar Seram Itu Bukan Hidup Tanpa Nikah, Tapi Hidup Tanpa Diri Sendiri

Boys Don’t Cry: Membongkar Kesalingan, Menyadari Laki-laki Juga Manusia

Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

Bukan Sekadar “Jangan Bermindset Korban Kalau Ingin Sukses”, Ini Realita Sulitnya Jadi Perempuan dengan Banyak Tuntutan

Sebenarnya masih banyak lagi yang perlu kita refleksikan. 25 Tahun bukanlah waktu yang singkat, pasti sudah banyak hal yang kita lalui. Bahkan jika ditulis tidak akan muat dalam satu lembar atau satu buku. Sedih, suka, bahagia, lara, dan nestapa turut serta membersamai lika-liku kehidupan kita.

Fokus pada diri sendiri

Fokus pada diri sendiri tidak sama dengan egois. Di era disrupsi seperti ini, banyak informasi yang bersifat semu. Misalnya, postingan kehidupan orang lain. Tidak semuanya itu benar, kita hanya melihat sekotak gambar di dalam benda kecil yang bernama smartphone. Lebih dari itu, kita tidak bisa memotret seluruh isi di balik gambar tersebut.

Lebih baik kita fokus terhadap kehidupan sendiri, keluarga kita, dan orang-orang tersayang lainnya. Fokus terhadap apa yang sedang kita bangun adalah kunci keberhasilan. Fokus itu satu, kalau banyak namanya rakus.

Maksudnya, apa yang sedang kita bangun maka harus terus berlanjut. Jangan menginginkan semuanya, ingin ini dan itu seperti orang lain. Justru nanti kita tidak mendapatkan apapun.

Banyak yang menyebut 25 tahun adalah fase quarter life crisis. Ternyata usia 25 tahun menjadi titik balik untuk memaknai tujuan hidup dan lebih mengenal diri sendiri. Waktunya menyadari kelebihan dan kekurangan yang saling melengkapi di dalam tubuh kita.

Meningkatkan kualitas diri

Dalam Islam, meningkatkan kualitas diri dimulai dengan memperbaiki salat. Yaitu memperbaiki hubungan dengan Sang Pencipta. Menyadari betul bahwa tidak ada yang mampu memberi pertolongan selain Allah Swt. Keyakinan tersebut yang akan mengantarkan kita pada ketenangan jiwa.

Berhenti memikirkan pencapaian apa yang seharusnya kita dapatkan di usia 25 tahun. Lebih baik kita fokus untuk meningkatkan kualitas diri. Mulailah dengan kebiasaan baru. Tidak usah muluk-muluk, sederhana saja dulu. Misalkan olahraga rutin, membaca, menghindari begadang, dan banyak minum air putih.

Apresiasi yang sesungguhnya adalah rasa syukur. Manfaatkan momen apapun untuk mensyukuri dan merayakan yang sudah kita miliki. Boleh-boleh saja kita merayakan dengan membeli sesuatu yang kita sukai. Namun, cobalah untuk merayakan segala pencapaian dengan berbagi.

Dalam Islam berbagi adalah sedekah. Kebahagiaan yang kita peroleh dari sedekah itu nyata. Tidak semu seperti membeli barang-barang. Itu hanya sesaat. Awalnya bahagia, namun setelah itu akan terasa biasa saja. Lain halnya dengan sedekah, kebahagiaan kita akan berlipat ganda karena telah membuat orang lain bahagia.

Hidup sesederhana itu. Kuncinya mensyukuri nikmat, berbagi, dan maslahat. Jangan terus mencari sesuatu yang sifatnya sesaat. Maksimalkan kesempatan hidup yang kita miliki untuk menjadi manusia yang lebih bermakna. []

Tags: Gen ZJati DiriKesehatan MentalQuarter Life CrisisSelf LoveUsia 25 tahun
Siti Nisrofah

Siti Nisrofah

Hanya orang biasa :')

Terkait Posts

Hidup Tanpa Nikah

Yang Benar-benar Seram Itu Bukan Hidup Tanpa Nikah, Tapi Hidup Tanpa Diri Sendiri

5 Juli 2025
Ruang Aman, Dunia Digital

Laki-laki Juga Bisa Jadi Penjaga Ruang Aman di Dunia Digital

3 Juli 2025
Vasektomi

Vasektomi, Gender, dan Otonomi Tubuh: Siapa yang Bertanggung Jawab atas Kelahiran?

2 Juli 2025
Narasi Pernikahan

Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

1 Juli 2025
Toxic Positivity

Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

30 Juni 2025
Second Choice

Women as The Second Choice: Perempuan Sebagai Subyek Utuh, Mengapa Hanya Menjadi Opsi?

30 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Gerakan KUPI

    Berjalan Bersama, Menafsir Bersama: Epistemic Partnership dalam Tubuh Gerakan KUPI

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kisah Jun-hee dalam Serial Squid Game dan Realitas Perempuan dalam Relasi yang Tidak Setara

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • ISIF akan Gelar Halaqoh Nasional, Bongkar Ulang Sejarah Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kholidin, Disabilitas, dan Emas : Satu Tangan Seribu Panah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Islam Memuliakan Orang yang Bekerja

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Bekerja itu Ibadah
  • Menemukan Wajah Sejati Islam di Tengah Ancaman Intoleransi dan Diskriminasi
  • Jangan Malu Bekerja
  • Yang Benar-benar Seram Itu Bukan Hidup Tanpa Nikah, Tapi Hidup Tanpa Diri Sendiri
  • Islam Memuliakan Orang yang Bekerja

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID