• Login
  • Register
Jumat, 11 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Aktual

Memangnya Hanya Perempuan yang Perlu Pendidikan Pra Nikah?

Bukan satu pihak saja yang patut bahagia, tapi perlu bahagia dan membahagiakan untuk selanjutnya bahu-membahu mewujudkan sakinah mawaddah wa rahmah.

Hasna Azmi Fadhilah Hasna Azmi Fadhilah
21/10/2020
in Aktual, Rekomendasi
0
139
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Di tengah maraknya protes UU Cipta Kerja beberapa waktu lalu, bukannya menyampaikan solusi baru mengenai bagaimana kebijakan terbaik dari pemerintah dalam meningkatkan kapasitas masyarakat selama pandemi, Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy justru kembali membuat kita geleng-geleng kepala dengan wacana terbaru beliau terkait prioritas program pendidikan pra nikah yang ditekankan pada pihak perempuan.

Dengan alasan bahwa perempuan nantinya akan menjadi calon ibu yang mengandung dan melahirkan serta berperan besar dalam ranah domestik, diharapkan para perempuan jauh lebih mempersiapkan diri untuk pernikahan dibanding laki-laki.

Menurut mantan rektor Universitas Muhammadiyah tersebut, pembekalan kepada para perempuan seharusnya dilakukan tidak hanya saat akan menikah, tetapi harus dilakukan sejak dini. “Bagaimana menyiapkan calon ibu rumah tangga yang betul-betul siap. Karena perempuan lah yang akan menjadi ibu rumah tangga yang selalu memperhatikan anak-anak sehingga pembekalan terhadap perempuan sejak remaja sampai akan memasuki pernikahan, membangun rumah tangga baru, itu menjadi sangat penting,” ujar pria kelahiran Madiun itu.

Lebih lanjut, beberapa hal yang perlu dikuasai perempuan dalam pendidikan pra nikah antara lain: kesehatan reproduksi, perencanaan ekonomi keluarga, dan kesiapan membangun rumah tangga yang mandiri. Kesemuanya menurut Menko PMK Muhadjir, akan menjadi bekal penting bagi perempuan dalam mengarungi rumah tangga, yang ke depannya melahirkan keturunan yang sehat dan menjadi keluarga memiliki kematangan ekonomi.

Memang sih Pak, kami sebagai perempuan yang akan menikah memerlukan pembekalan yang kuat sebagai fondasi kita mengarungi rumah tangga, tapi benarkah hanya perempuan yang perlu porsi lebih? Untuk persoalan ini kok saya ragu ya, Pak. Jika kita lihat realita di lapangan, kunci pernikahan bukan hanya di tangan satu pihak saja. Dalam hal ini, ketika hanya penekanan pendidikan pra nikah di sisi perempuan semata, saya khawatir justru bukan malah timbul relasi kesalingan yang ada, tapi justru ketimpangan antara suami istri yang terjadi.

Baca Juga:

Sudah Saatnya Menghentikan Stigma Perempuan Sebagai Fitnah

Film Horor, Hantu Perempuan dan Mitos-mitos yang Mengikutinya

Hingga Saat Ini Perempuan Masih Dipandang sebagai Fitnah

Life After Graduated: Perempuan dalam Pilihan Berpendidikan, Berkarir, dan Menikah

Merujuk konsep Mubadalah, idealnya pernikahan itu dilandasi oleh prinsip respirokal/timbal balik/kesalingan. Jika kita mendalami konteks QS. Ar Rum yang menuntut laki-laki untuk menikahi perempuan sholeh, maka hal tersebut juga berlaku sebaliknya. Karena suami dan istri itu berpola relasi. Maka relasi antara keduanya –suami dan istri- adalah kesalingan untuk mengisi satu sama lain.

Selain itu, berserakan ayat-ayat Qur’an lainnya yang secara tersirat menempatkan kedudukan laki-laki dan perempuan adalah setara. Jika Allah menyuruh Nabi Muhammad saw untuk membaca, maka secara tersirat perempuan juga disuruh membaca. Jika laki-laki akan masuk surga, perempuan pun akan masuk surga.

Jika untuk menyiapkan pernikahan yang kokoh, perempuan diminta untuk mengikuti pendidikan pra nikah, hal yang sama juga perlu ditekankan kepada pihak laki-laki. Maka dalam prakteknya, kesalingan dimulai dari cara pandang lingkungan terhadap perempuan, dan cara pandang perempuan itu sendiri untuk menghargai diri dan kelebihan yang dimilikinya.

Bila Menko PMK masih menganut paham klasik bahwa laki-laki adalah pemimpin rumah tangga, bukankah seharusnya yang perlu dididik mengenai urusan rumah tangga utamanya adalah kaum adam? Dengan alasan bahwa pemimpin lah yang perlu memiliki pemahaman luas, karena ia bagaikan nahkoda yang perlu paham kemana kapal akan dibawa pergi.

Terlebih, merujuk dinamika kehidupan sosial kini, sudah tidak relevan lagi bila kita hanya memposisikan laki-laki sebagai satu-satunya penanggungjawab ekonomi rumah tangga. Pun jika ia didapuk sebagai pencari nafkah utama, hal itu juga tidak bisa dijadikan alasan mereka boleh abai terhadap urusan rumah tangga.

Simplifikasi urusan domestik dan parenting semudah telapak tangan hanya akan membuat persoalan psikis dan mental sang ibu terbebani. Dampak buruknya, bisa muncul konflik rumah tangga hingga pertumbuhan anak juga menjadi tidak optimal. Seperti kasus pembunuhan bayi 3 bulan oleh seorang ibu muda di Ende, NTT yang stress akibat tekanan finansial serta psikologis.

Efek postpartum depression tadi bukan sekadar karena si perempuan tidak siap mental, tapi juga karena pasangan dan lingkungan di sekitarnya tidak responsif terhadap gejala-gejala psikis yang dialami sang istri. Kalau sudah begitu, apa hanya perempuan saja yang harus diprioritaskan dalam pendidikan pra nikah?

Dalam buku Qiro’ah Mubadalah disebutkan bahwa dunia ini terlalu sempit jika hanya dipandang dari perspektif laki-laki, termasuk dalam hal pernikahan. Manajemen urusan domestik salah satunya juga perlu melihat perspektif perempuan. Sebab dua perspektif dari laki-laki dan perempuan akan memberikan kekuatan lebih untuk saling menguatkan, mendukung, melengkapi, dan saling tolong-menolong. Bukan satu pihak saja yang patut bahagia, tapi perlu bahagia dan membahagiakan untuk selanjutnya bahu-membahu mewujudkan sakinah mawaddah wa rahmah. []

Tags: KesalinganlelakiPendidikan Pra Nikahperempuanpernikahan
Hasna Azmi Fadhilah

Hasna Azmi Fadhilah

Belajar dan mengajar tentang politik dan isu-isu perempuan

Terkait Posts

Ikrar KUPI

Ikrar KUPI, Sejarah Ulama Perempuan dan Kesadaran Kolektif Gerakan

11 Juli 2025
Kopi yang Terlambat

Jalanan Jogja, Kopi yang Terlambat, dan Kisah Perempuan yang Tersisih

10 Juli 2025
Perempuan Lebih Religius

Mengapa Perempuan Lebih Religius Daripada Laki-laki?

9 Juli 2025
Nikah Massal

Menimbang Kebijakan Nikah Massal

8 Juli 2025
Sejarah Ulama Perempuan

Mencari Nyai dalam Pusaran Sejarah: Catatan dari Halaqah Nasional “Menulis Ulang Sejarah Ulama Perempuan Indonesia”

7 Juli 2025
Marzuki Wahid

Membongkar Narasi Sejarah Maskulin: Marzuki Wahid Angkat Dekolonisasi Ulama Perempuan

6 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kopi yang Terlambat

    Jalanan Jogja, Kopi yang Terlambat, dan Kisah Perempuan yang Tersisih

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film Horor, Hantu Perempuan dan Mitos-mitos yang Mengikutinya

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Life After Graduated: Perempuan dalam Pilihan Berpendidikan, Berkarir, dan Menikah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kuasa Suami atas Tubuh Istri

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sudah Saatnya Menghentikan Stigma Perempuan Sebagai Fitnah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Tauhid: Kunci Membongkar Ketimpangan Gender dalam Islam
  • Peran Perempuan dan Perjuangannya dalam Film Sultan Agung
  • Tauhid: Fondasi Pembebasan dan Keadilan dalam Islam
  • Menakar Kualitas Cinta Pasangan Saat Berhaji
  • Islam: Membebaskan Manusia dari Gelapnya Jahiliyah

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID