• Login
  • Register
Jumat, 4 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Film

Membalikkan Prasangka: Ikhtisar Film The Last Kingdom

Film The Last King, telah membalikkan prasangka yang kerap mendahului fakta di dalam kehidupan nyata

Ahsan Jamet Hamidi Ahsan Jamet Hamidi
24/06/2024
in Film
0
Film The Last Kingdom

Film The Last Kingdom

892
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

“Kita harus tenang menghadapi dua prajurit itu. Kelemahan mendasar laki-laki adalah selalu menganggap perempuan itu lemah. Kita harus lebih cerdik untuk mengalahkan mereka.”

Mubadalah.id – Kalimat penuh keyakinan itu tersampaikan oleh Aelswith (Eliza Butterworth) putri Mercian istri raja Alfred (David Dawson) dari Wessex kepada dua perempuan (cucu dan pengawal) yang sedang diculik oleh prajurit kerajaan yang berkhianat.

Ke tiga perempuan itu tangannya terikat, tidak mampu melawan. Dua prajurit itu tengah duduk sambil makan. Sesekali matanya lengah terfokus pada makanan yang mereka santap. Kesempatan itu dimanfaatkan salah satu sandera untuk menyisingkan rok dan mengambil pisau belati tajam yang terikat di pahanya. Mata tiga perempuan itu saling menatap, ada senyum lega pertanda harapan kebebasan telah tiba.

Satu perempuan berdiri lalu meminta salah satu prajurit untuk mengantarnya buang hajat. Prajurit itu pergi masuk dalam kegelapan. Satu prajurit lainnya terprovokasi ketika diajak berduel, rasa gengsinya terusik, ia mendekat dan menampar perempuan itu hingga jatuh.

Ketika laki-laki itu hendak mencekik leher perempuan itu, ratu Aelswith secepat kilat mengambil pisau dan menancapkannya tepat di bagian leher hingga tembus ke tenggorokan. Prajurit yang kita anggap tangguh itu tewas mengenaskan di tangan perempuan yang ia sandera. Prajurit satunnya lari tunggang lenggang.

Adegan di atas adalah penggalan Film seri ”The Last Kingdom”. Rilis tahun 2015 berdasarkan novel The Saxon Stories, karya Bernard Cornwell. Film ini berkisah tentang perseturuan antar raja-raja kecil di Inggris dan Denmark sebelum Inggris menyatu menjadi kerajaan besar di abad 10. Adegan penuh kekerasan hingga cerita romansa penuh cinta tersaji secara apik di film ini.

Baca Juga:

Kisah Jun-hee dalam Serial Squid Game dan Realitas Perempuan dalam Relasi yang Tidak Setara

Ikhtiar Menyuarakan Kesetaraan Disabilitas

Film Azzamine: Ketika Bentuk Proteksi Orang Tua Kepada Anak Perempuan Disalahartikan

Pearl Eclipse: Potret Keberanian Perempuan Dalam Bela Negara

Dinamika perseteruan antara bangsa Saxon dan Dane menjadi inti ceritannya. Saxon mengklaim sebagai kelompok yang beragama dan beradab. Sementara Dane selalu mendapat persepsi sebagai kaum kafir, penyembah berhala yang gemar menjarah suku lain.

Tokoh Utama

Film seri 46 episode ini menampilkan tokoh laki-laki bernama Uhtred (Alexander Dreymon) yang tampil memukau dengan gaya tak acuh tetapi bersikap gentle dan pemberani. Dalam setiap peperangan, Uhtred mampu bertindak taktis.

Ia mampu membaca strategi lawan hingga menemukan strategi tandingan. Tindakannya sangat efektif hingga lawannya bisa kalah telak. Uhtred menjadi pribadi matang karena tempaan hidup yang penuh ujian hingga ia mampu melewatinnya.

Uhtred sebenarnya adalah anak raja Bebbanburg dari Saxon. Nasib membawannya jauh dari kemewahan. Sejak belia ia sudah terusir dari kerajaan. Pamannya berhasrat keras mengambil tahta kerajaan setelah raja mangkat. Uhtred yang sebatang kara akhirnya diasuh oleh bangsa Dane yang gemar berpetualang dan perang untuk bisa bertahan hidup.

Perseturuan sengit antara Saxon dan Dane membuatnya terkadang harus bimbang dalam menentukan sikap. Ia bisa bertindak kejam namun hatinnya mudah tersentuh oleh penderitaan orang lain. Ia kerap menderita oleh siksaan dan pengkhianatan orang-orang terdekatnya. Dalam setiap peperangan Uhtred selalu ada di lini paling depan, membela kebenaran yang ia yakini.

Brida (Emily Cox), kekasih dan cinta pertama dari Dane, adalah perempuan yang selalu mengingatkan Uhtred untuk setia pada cita-cita bangsa Dane. Pengaruhnya besar dalam membentuk karakter Uhtred sebagai pejuang. Di dalam komunitas Saxon yang agamis, ia dijuluki ”Uhtred the Godless”.

Meski telah berkali kali dibaptis, ia tetap tidak mau menjalani ritual agama. Ia hanya setia pada keinginannya untuk mati secara terhormat dan berakhir di Valhalla. Betul saja, ketika anak dan pasukan setianya menangis karena ajalnya tiba, Uhtred bersikap sebaliknya. Dia tersenyum bahagia karena akan bergabung dengan Brida kekasihnya dan para kestaria yang terlebih dahulu telah pulang.

Karakter Perempuan

Ada beberapa tokoh perempuan hebat tampil secara apik dalam film The Last Kingdom ini. Brida ditampilkan sebagai perempuan yang cerdas dan penuh keberanian, daripada mengeksploitasi tubuh seksi dan parasnya yang menawan. Ia tangguh dan setia pada cita-cita bangsannya.

Untuk itu, ia rela meninggalkan Uhtred, kekasih yang begitu ia cintai, karena tidak lagi setia pada cita-cita bersama. Brida tidak segan menghunus pedang, mengadu ketangkasan dengan laki-laki yang menggodanya.

Sementara Aelswith, istri raja Alfred adalah ratu yang cerdas yang mampu mengajak raja untuk berdebat sebelum mengambil tindakan strategis. Ia tidak hanya hadir sebagai teman tidur dan pemuas syahwat sang raja. Lebih dari itu, ia teman diskusi yang mampu memberikan masukan di luar kemampuan para penasehat raja.

Kualitas akting para perempuan yang tampil dalam film ini patut kita acungi jempol. Meski mereka cantik, namun bukan hanya keelokan tubuhnya yang ditonjolkan. Menampilkan sisi kecerdasan yang muncul dari sosok  perempuan adalah tantangan bagi pembuat film. Namun, film ini telah mampu menampilkan sisi kecerdasan perempuan dengan sangat alamiah.

Para perempuan berani mengemukakan pendapat, piawai dalam mengurai akar masalah yang muncul di lingkaran kerajaan, sekaligus memberikan solusi. Mereka ikut serta dalam merangkai strategi perang, hingga terjun langsung ke medan perang dengan pedang di tangannya.

Pesan Terpetik

Usai menonton film The Last Kingdom ini, saya menemukan beberapa pesan subyektif yang menarik. Dalam kehidupan nyata, perseteruan antar kelompok (apapun) sering sekali terjadi. Begitu juga yang telah tergambarkan antara Saxon dan Dane.

Saxon mengklaim diri paling beragama dan menilai yang lain sebagai kafir yang tidak beradab. Dane menilai dirinya paling pemberani, sebagai utusan Odin (pemimpin para dewa) untuk menaklukkan para penyembah Tuhan.

Faktanya, faktor utama yang menjadi biang perseteruan tersebut bukan karena perbedaan sosok (Tuhan versus Odin) yang disembah oleh keduannya, ataupun perbedaan dalam ritual keagamaan mereka. Akar masalahnya adalah karena perebutan tanah kekuasaan dan sumber daya alam yang terkandung di dalamnya.

Akar lainnya adalah karena perebutan posisi dalam lingkaran kekuasaan. Orang-orang yang berkonflik itu merasa paling berhak untuk mendapatkan kekuasaan.

Pesan lainnya adalah bahwa di dalam lingkaran kekuasaan, sumpah setia yang sering terucapkan oleh mereka yang ada dan hidup di lingkaran raja dan keluargannya adalah semu. Manusia, sejatinya setia pada kepentingannya. Kesetiaan kepada raja itu harus diberikan selama kepentingan diri, keluarga dan kelompoknya masih bisa terjaga.

Pesan terakhir, jangan pernah menganggap bahwa perempuan itu hanya sebagai pelengkap penderita, lalu menempatkan mereka sebagai teman di belakang. Keajaiban yang berwujud pada ketangguhan dan kekuatan ekstra manusia itu tidak terikat pada satu jenis kelamin.

Film The Last King, telah membalikkan prasangka yang kerap mendahului fakta di dalam kehidupan nyata. Saya harus belajar untuk bersikap hati-hati, cermat dan berfikir secara logis untuk bisa membaca akar masalah dalam setiap peristiwa perseturuan yang ada. Semoga saya bisa terhindar dari sikap fanatik yang membela mati-matian secara membabi buta, padahal belum tentu benar adannya. []

 

 

Tags: Film The Last KingdomkeadilanKesetaraanPrangkarelasi kuasaReview Film
Ahsan Jamet Hamidi

Ahsan Jamet Hamidi

Ketua Ranting Muhammadiyah Legoso, Ciputat Timur, Tangerang Selatan

Terkait Posts

Squid Game

Kisah Jun-hee dalam Serial Squid Game dan Realitas Perempuan dalam Relasi yang Tidak Setara

3 Juli 2025
Nurhayati Subakat

Nurhayati Subakat, Perempuan Hebat di Balik Kesuksesan Wardah

26 Juni 2025
Film Animasi

Belajar Nilai Toleransi dari Film Animasi Upin & Ipin

22 Juni 2025
Film Azzamine

Film Azzamine: Ketika Bentuk Proteksi Orang Tua Kepada Anak Perempuan Disalahartikan

20 Juni 2025
Tastefully Yours

Tastefully Yours : Membongkar Konstruksi Sosial dari Dapur

19 Juni 2025
Bela Negara

Pearl Eclipse: Potret Keberanian Perempuan Dalam Bela Negara

14 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Konten Kesedihan

    Fokus Potensi, Difabel Bukan Objek Konten Kesedihan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ketika Istilah Marital Rape Masih Dianggap Tabu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Meninjau Ulang Cara Pandang terhadap Orang yang Berbeda Keyakinan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bisnis Mentoring Poligami: Menjual Narasi Patriarkis atas Nama Agama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Perceraian Begitu Mudah untuk Suami?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Islam Melawan Oligarki: Pelajaran dari Dakwah Nabi
  • Pak Bahlil, Kritik Tambang Bukan Tanda Anti-Pembangunan
  • Mengapa Islam Harus Membela Kaum Lemah?
  • Komitmen Disabilitas untuk Isu Iklim
  • Merencanakan Anak, Merawat Kemanusiaan: KB sebagai Tanggung Jawab Bersama

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID