• Login
  • Register
Selasa, 20 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Mengapa Penyandaran Nama Anak Kepada Ayah, Bukan Kepada Ibu? Edisi Pembacaan Aspek Keagamaan

(QS. Al-Aḥzāb [33]:5) membicarakan tentang posisi anak adopsi yang tidak sama dengan anak kandung sekaligus bisa bermanfaat guna mengetahui asal-usul seseorang

Moh. Nailul Muna Moh. Nailul Muna
02/09/2024
in Publik, Rekomendasi
0
Penyandaran Nama Anak

Penyandaran Nama Anak

761
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Pada tulisan sebelumnya, penulis telah mengartikulasikan model pembacaan budaya atas fenomena penyandaran nama anak kepada ayah yang menghasilkan kesimpulan bahwa budaya arab punya peran dalam praktik penyandaran nama anak kepada bapak.

Pencarian Dalil Keagamaan

Selanjutnya, tulisan ini akan menganalisis apakah terdapat dogma agama yang bisa kita jadikan sandaran dalam praktik penyandaran nama ayah kepada anaknya dalam melalui dogma keagamaan.

Argumentasi keagamaan tentu penting guna menakar keabsahan praktik penyandaran nama anak kepada ayah bagi seorang muslim. Jika ada, apakah mungkin melakukan pembacaan ulang agar menghasilkan pembacaan yang egaliter kepada orang tua perempuan. Tulisan ini menggunakan (QS. Al-Ahzāb[33]: 5) sebagai objek utama kajian.

Dalil Al-Quran dan Penafsirannya

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam (Al-Aḥzāb [33]:5):

اُدْعُوْهُمْ لِاٰبَاۤىِٕهِمْ هُوَ اَقْسَطُ عِنْدَ اللّٰهِ ۚ فَاِنْ لَّمْ تَعْلَمُوْٓا اٰبَاۤءَهُمْ فَاِخْوَانُكُمْ فِى الدِّيْنِ وَمَوَالِيْكُمْ ۗوَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ فِيْمَآ اَخْطَأْتُمْ بِهٖ وَلٰكِنْ مَّا تَعَمَّدَتْ قُلُوْبُكُمْ ۗوَكَانَ اللّٰهُ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا

Baca Juga:

Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

Keberhasilan Anak Bukan Ajang Untuk Merendahkan Orang Tua

Pola Relasi Suami-Istri Ideal Menurut Al-Qur’an

Grup Facebook Fantasi Sedarah: Wabah dan Ancaman Inses di Dalam Keluarga

Artinya  : “Panggillah mereka (anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak mereka. Itulah yang adil di sisi Allah. Jika kamu tidak mengetahui bapak mereka, (panggillah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu (teman dekat). Tidak ada dosa atasmu jika kamu khilaf tentang itu, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Imam as-Sya’rawi menafsiri bahwa ayat ini berkaitan dengan panggilan orang-orang kepada Zaid dengan sebutan Zaid bin Haritsah. Namun, mereka kemudian mencabutnya dengan hanya menyebut namanya saja, yakni hanya dengan nama Zaid saja. Padahal nama tersebut disematkan oleh Rasulullah dan nama itu yang mulia baginya.

Penjelasan yang lebih lengkap dapat kita temukan dalam tafsir Al-Munir karya Syaikh Wahbah az-Zuhaili bahwa ayat tersebut berkenaan dengan sosok Zaid bin Haritsah yang merupakan budak milik Rasulullah saw. Nabi Muhammad saw., memerdekakannya dan mengangkatnya sebagai anak sebelum turunnya wahyu.

Pada awalnya, Zaid, orang-orang memanggilnya sebagai Zaid bin Muhammad. Meski ia bukan anak kandung Rasulullah saw. Permasalahan mulai muncul ketika Zaid menceraikan Zainab bin Jahsyi yang notabene sosok perempuan yang Rasullullah jodohkan kepada Zaid.

Sebab, pasca menikah dengan Zaid, Zainab menikah dengan Rasulullah saw., hal tersebut kemudian menimbulkan cercaan dan makian dari kaum munafik dengan menyebut bahwa Rasulullah menikahi istri dari anaknya sendiri.

Posisi Anak Adopsi

Dengan turunnya ayat (Al-Aḥzāb [33]:5), rasulullah menegaskan bahwa nama lengkap Zaid adalah Zaid bin Haritsah bukan bin Muhammad. Pernyataan ini juga dipertegas dengan penggalan ayat lainnya yakni wa mā ja’ala ad’iyāakum abnāakum (dan sekali-kali Allah swt. tidak menjadikan anak-anak angkat sebagai anak sendiri dalam arti yang sesungguhnya).

Dengan demikian, maksud utama dari ayat ini berkaitan dengan posisi anak adopsi serta relasinya dengan pernikahan ayah angkat dengan istri dari anak angkatnya.

Jadi bisa kita simpulkan, meski kultur Arab dan fatwa-fatwa yang ada sampai sekarang mengarahkan kepada penyebutan nama ayah di belakang nama anak, bukan ibu dan juga lain, termasuk suami, namun (Al-Aḥzāb [33]:5) tidak mengarahkan secara konkret ke permasalahan penyandaran nama anak kepada ayah. Meski hal tersebut bisa berkaitan. Hal yang lebih kita fokuskan adalah berupa konstruksi hukum pelegalan seorang ayah menikahi mantan istri dari anak angkatnya.

Membaca Tuntunan Agama secara Kontekstual

Perdebatan terkait praktik-praktik seorang muslim di era modern sering kali kita benturkan dengan dua tembok kokoh berupa ajaran yang bersifat kebudayaan di masa lalu dengan ajaran dari agama Islam itu sendiri.

Kekaburan seperti ini yang sering kali menjadi alasan perlunya pembacaan ulang atas narasi-narasi keagamaan, semisal penggunaan cadar dan jubah, apakah dua hal tersebut merupakan tradisi Arab atau memang ajaran Islam.

Penyandaran nama anak kepada ayah juga bisa dianggap sedikit kabur. Apakah hal tersebut berasal dari budaya Arab atau memang merupakan tuntunan Islam? Penulis belum mendapatkan indikator yang jelas di Al-Quran atas kewajiban penyandaran nama anak kepada ayah.

Kalaupun ada sifatnya masih bisa kita baca melalui berbagai perspektif, seperti dalam riwayat Bukhari;

“Siapa yang bernasab kepada selain ayahnya dan ia mengetahui bahwa ia bukan ayahnya, maka surga haram baginya.”

Berdasarkan penjelasan di  atas (QS. Al-Aḥzāb [33]:5) lebih membicarakan tentang posisi anak adopsi yang tidak sama dengan anak kandung. Oleh karena itu, Rasulullah memberikan tuntunan untuk menyebut dengan nama ayah kandungnya, bukan nama beliau.

Hal ini bisa menjadi acuan adanya kebaikan untuk menyebut nama anak dengan nama ayah sebagai cara guna mengetahui asal-usulnya. Sebagai pembanding, penulis mengutip (QS. At-Tahrīm [66]: 10) yakni tentang fleksibilitas Al-Quran menyebut nama-nama istri para Nabi dengan disandingkan dengan nama suaminya, semisal imra’ata nūh dan imra’ata lūṭ.

Menilik Hukum Penyebutan Nama Ayah di Belakang Nama Anak

Dengan demikian, titik tekan yang muncul berupa upaya mengetahui asal-usul sekaligus memperjelas posisi seseorang tersebut, dan hal ini bisa berkaitan dengan situasi dan konteks yang mengitarinya. Bisa jadi di satu waktu ia di sebut fulan anaknya si A, sebab ayahnya si A memang terkenal di situ. Di satu waktu, bisa jadi si fulanah di sebut dengan nama suaminya karena suaminya yang terkenal di situ.

Hukum kewajiban penyebutan nama ayah di belakang nama anak secara jelas dapat kita temukan melalui riwayat di atas. Namun indikator fleksibilitas penggantian dengan nama suami, ibu dan sebagainya dalam koridor kebiasaan bisa juga kita gunakan jika mengacu pada aspek kemaslahatan dan ‘urf (kebiasaan) yang berlaku di  suatu tempat. Hal tersebut sekedar untuk memperkenalkan seseorang atau mempermudah mengetahui asal-usulnya. Wallāhu A’lām bi as-Showāb. []

 

 

Tags: ayahIbukeluargaNama AnakNasabPenyandaran Nama AnakRelasi
Moh. Nailul Muna

Moh. Nailul Muna

Penulis berasal dari Lamongan. Ia merupakan alumni PBSB S1 UIN Sunan Kalijaga dan LPDP S2 UIN Syarif Hidayatullah dengan jurusan IAT. Latar belakang pendidikan non-formalnya yakni: PP. Matholi’ul Anwar, LSQ Ar-Rahmah, Sirojut Ta'limil Quran, Al-Munawwir, PPA. Nur Medina, dll. Beberapa kajian yang pernah digeluti penulis antara lain, kepesantrenan, Tafsir, Hadis, dan gender yang menjadi tema tesis. Pada saat ini penulis sedang mengabdi di UIN Saizu, UNU Purwokerto dan PESMA An Najah.

Terkait Posts

Nyai Nur Channah

Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

19 Mei 2025
Nyai A’izzah Amin Sholeh

Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami

18 Mei 2025
Inses

Grup Facebook Fantasi Sedarah: Wabah dan Ancaman Inses di Dalam Keluarga

17 Mei 2025
Dialog Antar Agama

Merangkul yang Terasingkan: Memaknai GEDSI dalam terang Dialog Antar Agama

17 Mei 2025
Inses

Inses Bukan Aib Keluarga, Tapi Kejahatan yang Harus Diungkap

17 Mei 2025
Kashmir

Kashmir: Tanah yang Disengketakan, Perempuan yang Dilupakan

16 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kekerasan Seksual Sedarah

    Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia
  • Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama
  • KUPI Dorong Masyarakat Dokumentasikan dan Narasikan Peran Ulama Perempuan di Akar Rumput

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version