• Login
  • Register
Minggu, 6 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Keluarga

Mengenal Hak Asuh Anak Ala Mubadalah

Hak-hak anak secara konstitusional telah mendapatkan jaminan dari negara. Namun, bagaimana jika regulasi yang ada masih mengekang kebebasan anak?

Indah Fatmawati Indah Fatmawati
07/08/2023
in Keluarga
0
Hak Asuh Anak

Hak Asuh Anak

944
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Pengekangan kebebasan seperti ini termuat dalam putusan Pengadilan mengenai hak asuh anak. Putusan Pengadilan seharusnya memberikan keadilan bagi masyarakat.

Mubadalah.id. Pada dasarnya setiap anak mendapatkan jaminan perlindungan akan hak-haknya. Hak hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal. Mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi sebagaimana dalam UU Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Hak-hak anak secara konstitusional telah mendapatkan jaminan dari negara. Namun, bagaimana jika regulasi yang ada masih mengekang kebebasan anak?

Pengekangan kebebasan seperti ini termuat dalam putusan Pengadilan mengenai hak asuh anak. Putusan Pengadilan seharusnya memberikan keadilan bagi masyarakat. Sehingga tercapai peradaban yang bebas dari kezaliman.

Putusan Pengadilan Berakibat Kekerasan

Mengakses Putusan Hakim melalui Direktori putusan Mahkamah Agung dalam perkara nomor: ***/Pdt.G/2022/PTA.**. Terlihat adanya putusan yang menjatuhkan hak asuh anak kepada seorang ayah.

Hakim menjadikan alasan kekhawatiran mantan isteri akan berpindah agama. Sehingga menolak menjatuhkan hak asuh anak kepada ibunya (mantan isteri). Sementara tidak terbukti jika isteri berbuat dzalim terhadap anak-anaknya.

Baca Juga:

Siapa Pemimpin dalam Keluarga?

Berjalan Bersama, Menafsir Bersama: Epistemic Partnership dalam Tubuh Gerakan KUPI

Begal dan Geng Motor yang Kian Meresahkan

Kiat-kiat Mewujudkan Keluarga Maslahah Menurut DR. Jamal Ma’mur Asmani

Mengutip penjelasan Dr. Iklilah Muzayyanah, kekerasan yang melandaskan agama bisa menjadi bias gender. Terlebih agama menjadi landasan untuk tidak berlaku adil. Berupa kekerasan spiritual dalam perspektif keadilan gender.

Sementara mengutip penjelasan Dr. Nur Rofiah, Bil. Uzm, putusan bisa memuat bias gender apabila tidak memperhatikan psikologis isteri sebagai perempuan. Menjadi kekerasan psikis jika perempuan sebagai seorang ibu dipisahkan jauh dari anaknya.

Perlu Melihat Putusan dari Perspektif Perempuan

Pada banyak kasus telah terlihat perbedaan anak-anak yang terasuh ibunya dan tidak. Meskipun terdapat beberapa ayah yang berhasil mengasuh anaknya. Namun jumlahnya bisa terhitung jari.

Tidak terpenuhinya kesejahteraan anak akan memiliki efek domino pada perkembangan fisik dan psikis si anak. Sehingga hal ini seharusnya menjadi basis data Hakim dalam memberikan pertimbangan sebelum memberikan putusan.

Penolakan hakim PTA (Pengadilan Tinggi Agama) teranalisis sebagai alasan subjektif Hakim yang tampak bias gender. Perlu pengkajian ulang karena bersebrangan dengan Pasal 105 KHI “pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun merupakan hak ibunya”.

Dalam sudut pandang Feminis Pasal 105 KHI tersebut termuat pembelaan terhadap perempuan. Namun secara aplikatifnya, putusan Hakim tersebut menjatuhkan hak asuh anak kepada suami. Sehingga Hakim menerapkan hukum tidak secara tekstual.

Hanya saja perlu juga memperhatikan problem yang ada dari perspektif perempuan. Hal ini mengandung maksud dan tujuan untuk menjamin masa depan si anak. Bukan siapa yang kalah dan menang antara ayah (mantan suami) dan ibu (mantan istri).

Hak Asuh Anak Ala Mubadalah

Putusan sebaiknya mendasarkan pada kepentingan si anak dan bukan pada kepentingan Hakim. Putusan seharusnya mengandung kebijakan yang strategis. Bukan sekedar kebijakan praktis tanpa memperhatikan kepentingan masa depan anak dalam jangka panjangnya.

Putusan Hakim tidak memfokuskan penekanan hak asuh anak jatuh kepada ayah maupun ibunya. Hakim mendorong keduanya untuk terus mencurahkan kasih sayang kepada si anak. Memenuhi hak-hak anak meskipun ikatan perkawinan antara keduanya sudah selesai.

Perlu kiranya menafsirkan bunyi Pasal 105 KHI dengan memberikan makna yang berkeadilan relasi dengan konsep kesalingan atau mubadalah. Mantan suami dan mantan istri sama-sama memiliki kewajiban untuk tetap memberikan hak-hak anak.

Hak anak harus terpenuhi dengan relasi kesalingan untuk bekerja sama memberikan hak-hak si anak. Bahkan meskipun salah satu orang tua berpindah agama, sebagaimana penjelasan Dr. Faqihuddin Abdul Kodir dalam buku “Relasi Mubadalah Muslim dengan Umat Berbeda Agama”.

Hal yang demikian itu juga dicontohkan Nabi Muhammad SAW, meskipun menantu Nabi belum muslim, Nabi tetap menjalankan kewajibannya sebagai orang tua dan memiliki relasi yang baik dengan menantunya. []

 

Tags: Hak asuh anakkeluargaperspektif mubadalah
Indah Fatmawati

Indah Fatmawati

Sebagai pembelajar, tertarik dengan isu-isu gender dan Hukum Keluarga Islam

Terkait Posts

Pemimpin Keluarga

Siapa Pemimpin dalam Keluarga?

4 Juli 2025
Marital Rape

Ketika Istilah Marital Rape Masih Dianggap Tabu

2 Juli 2025
Anak Difabel

Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak

1 Juli 2025
Peran Ibu

Peran Ibu dalam Kehidupan: Menilik Psikologi Sastra Di Balik Kontroversi Penyair Abu Nuwas

1 Juli 2025
Geng Motor

Begal dan Geng Motor yang Kian Meresahkan

29 Juni 2025
Keluarga Maslahah

Kiat-kiat Mewujudkan Keluarga Maslahah Menurut DR. Jamal Ma’mur Asmani

28 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Gerakan KUPI

    Berjalan Bersama, Menafsir Bersama: Epistemic Partnership dalam Tubuh Gerakan KUPI

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kisah Jun-hee dalam Serial Squid Game dan Realitas Perempuan dalam Relasi yang Tidak Setara

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • ISIF akan Gelar Halaqoh Nasional, Bongkar Ulang Sejarah Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kholidin, Disabilitas, dan Emas : Satu Tangan Seribu Panah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Islam Memuliakan Orang yang Bekerja

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Bekerja itu Ibadah
  • Menemukan Wajah Sejati Islam di Tengah Ancaman Intoleransi dan Diskriminasi
  • Jangan Malu Bekerja
  • Yang Benar-benar Seram Itu Bukan Hidup Tanpa Nikah, Tapi Hidup Tanpa Diri Sendiri
  • Islam Memuliakan Orang yang Bekerja

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID