• Login
  • Register
Selasa, 20 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Menggugat Bias Gender dalam Virtual Reality

Laiknya media sosial, virtual reality adalah entitas terpisah dari dunia nyata. Keduanya memiliki kelemahan yang sulit dipecahkan.

Ayu Alfiah Jonas Ayu Alfiah Jonas
07/02/2022
in Publik, Rekomendasi
0
Metaverse

Metaverse

216
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Banyak prasangka keliru tentang kecanggihan teknologi kiwari. Pernyataan semacam: “Jangan terlalu jauh-jauh mengurusi soal kecerdasan buatan, wong gaji guru honorer saja belum dibayar negara.”, atau: “Virtual reality bukan budaya kita, budaya kita adalah membela pelaku kekerasan seksual.” adalah dua misal yang sebetulnya kurang tepat dan menggelisahkan.

Dua contoh pernyataan tersebut menjadi kurang tepat karena tidak mendudukkan persoalan secara apple to apple. Dunia teknologi dan pendidikan jelas jauh berbeda meskipun keduanya bisa saling menyatu. Misalnya, kecerdasan buatan dan machine learning dalam aplikasi dan alat-alat yang mendukung e-learning.

Dua contoh pernyataan di atas juga menggelisahkan karena nampaknya banyak orang belum memahami bahwa keberadaan kecerdasan buatan sesungguhnya sangat dekat dengan kita. Memesan makanan secara daring, media sosial, dan video game adalah tiga diantaranya.

Saat ini, kecerdasan buatan, machine learning dan virtual reality mungkin sangat menguntungkan bagi kehidupan manusia. Tapi di masa depan, kita tak bisa menafikan bahwa kehadiran ketiganya akan menimbulkan banyak ancaman.

Selain pengembangan kecerdasan buatan dan machine learning yang dimaksimalkan oleh negara-negara digdaya seperti Amerika Serikat, China, Jerman dan lainnya, virtual reality juga sedang dielu-elukan di seluruh belahan dunia. Tapi, nampaknya, Meta yang pada 2021 mengumumkan investasi senilai 10 miliar dolar AS untuk mengembangkan metaverse, menemui kesulitan berarti.

Baca Juga:

Menilik Relasi Al-Qur’an dengan Noble Silence pada Ayat-Ayat Shirah Nabawiyah (Part 1)

Membuka Tabir Keadilan Semu: Seruan Islam untuk Menegakkan Keadilan

Waisak: Merayakan Noble Silence untuk Perenungan Dharma bagi Umat Buddha

Islam Hadir untuk Gagasan Kemanusiaan

Tragedi di Meta

Nina Jane Patel, seorang peneliti perempuan, mengaku mengalami pemerkosaan di metaverse Facebook, Horizon Venues. Nina adalah psikoterapis sekaligus co-founder Kabuni Ventures. Akhir 2021, ia mengaku mendapat kesempatan untuk menjajal metaverse milik Facebook. Saat itulah ia menjadi korban pelecehan seksual.

Ia menegaskan, pelecehan yang menimpanya terjadi sangat cepat sehingga ia sama sekali tidak sempat berpikir untuk memblokir dan melaporkan para pelaku. Ia merasa membeku saat pelecehan terjadi. Persis kasus pelecehan seksual yang terjadi di dunia nyata.

Nina menjelaskan kejadiannya secara detail di akun Medium. Ia menuliskan bahwa ada sekelompok avatar laki-laki yang menyentuh avatarnya. Para pelaku mengambil foto avatarnya tanpa izin dan mengutarakan omongan kasar.

Dalam waktu 60 detik saja, Nina telah dilecehkan secara verbal dan seksual oleh 3 sampai 4 avatar laki-laki yang muncul dengan suara laki-laki. Saat ia mencoba melarikan diri dan berteriak, para avatar laki-laki tersebut justru semakin mengintimidasinya.

Metaverse adalah realitas virtual yang pada dasarnya sengaja dirancang untuk membuat pikiran dan tubuh tidak dapat membedakan pengalaman virtual atau digital dari yang nyata. Bagi Nina, respons fisiologis dan psikologis dalam Metaverse seolah-oleh merupakan kenyataan.

Atas insiden tersebut, pihak Meta hanya menyatakan bahwa Meta menyesal mendengar apa yang dialami Nina dan ingin semua orang di Horizon Venues memiliki pengalaman yang positif.

Meta mengaku akan terus melakukan peningkatan dan mempelajari lebih lanjut cara berinteraksi di Horizon Venues, terutama dalam hal membantu orang untuk melaporkan sesuatu dengan mudah.

Dalam kasus yang lain, Meta mengklaim bahwa ada fitur keamanan yang menghalangi seseorang untuk berinteraksi dengan avatar mereka. Fitur tersebut seyogiyanya digunakan agar virtual reality menjadi aman.

Islam dan Virtual Reality

Entah mengapa, menyandingkan kata “Islam” dengan istilah “virtual reality” terasa sangat aneh. Keduanya sama sekali berbeda, bahkan ada kesan sulit untuk menemukan benang merah diantaranya. Barangkali, apa yang tertulis dalam buku Islam dan Ipteks (2016) mampu menjadi pijakan agar Islam dan virtual reality bisa berkesinambungan, berangkat dari apa yang ada dalam Al-Qur’an.

Ada banyak sekali ayat-ayat dalam Al-Qur’an yang mendorong umat Islam untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Paling tidak, ada sekitar tujuh i’tibar dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang ada dalam Al-Qur’an.

Pertama, proses penggalian lubang di tanah. Kisah tentang bagaimana menguburkan mayat dan menimbuninya. Proses ini dipelajari Qabil dari perbuatan gagak, setelah ia membunuh saudara kandungnya, Habil (Q.S. al-Maidah/5:30-31).

Kedua, pembuatan, melayarkan dan melabuhkan kapal oleh Nabi Nuh a.s. pada masa menjelang waktu air bah datang, sehingga terjadi banjir besar. Nabi Nuh dan umatnya yang setia selamat dari banjir tersebut (Q.S. Hud/11:36-44).

Ketiga, menyucikan, meninggikan pondasi, dan membangun Baitullah oleh Nabi Ibrahim a.s., dibantu oleh Ismail (Q.S. al-Baqarah/ 2:124- 132).

Keempat, pengelolaan sumber daya alam dan hasil bumi oleh Nabi Yusuf (Q.S. Yusuf/12:55-56)

Kelima, pelunakan besi dan pembuatan baju besi, serta pengendalian dan pemanfaatan bukit-bukit dan burung-burung oleh Nabi Daud (Q. S. al-Anbiya’/21:80 dan Saba’J34:10-11).

Keenam, komunikasi dengan burung, semut dan jin, pemanfaatan tenaga angin untuk transportasi, pemanfaatan tenaga burung untuk komunikasi, mata-mata untuk tentara, pemanfaatan tenaga jin untuk tentara, penyelam laut, membangun konstruksi bangunan, patung, kolam dan pencairan tembaga oleh Nabi Sulaiman (Q.S. al-Anbiya’/21:81-82, al-Naml/27:15-28, Saba’/34:12-13, dan Shad/38:34-40).

Ketujuh, penyembuhan orang buta, berpenyakit lepra, dan telepati oleh Nabi Isa a.s. (Q.S. Ali Imran/3:49-50 dan al-Maidah/4:110).

Dalam tujuh informasi Qur’ani tersebut, ada semacam ketegasan yang bisa kita tangkap bahwa seyogiyanya teknologi bukan hal yang asing bagi umat Islam. Peristiwa di masa lalu mempunyai nilai guna yang tinggi bagi umat Islam yang hidup sesudah teknologi-teknologi tersebut ditemukan.

Ada hikmah dan nilai yang bisa diambil dan direfleksikan ke masa kini dan masa depan. Kehadiran teknologi mampu memajukan kehidupan manusia. Teknologi akan berkembang, menyesuaikan daya intelektualitas manusia, bahkan mampu menjawab kemungkinan kehidupan manusia di masa depan.

Semangat inilah yang mestinya menjadi pijakan. Umat Islam tidak boleh kalah oleh teknologi. Justru, kita harus menguasainya. Termasuk menguasai kehadiran kecerdasan buatan, machine learning, dan virtual reality yang kehadirannya sudah mulai mencengkeram kehidupan kita.

Siapkah Kita?

Laiknya media sosial, virtual reality adalah entitas terpisah dari dunia nyata. Media sosial dan virtual reality sama-sama memiliki kelemahan yang sulit dipecahkan. Keduanya belum memiliki regulasi yang kokoh. Maka, tidak mengherankan apabila terjadi pelecehan seksual di salah satu Metaverse. Sistemnya belum ajeg, juga belum ada aturan semacam “hukum” yang berlaku.

Melalui kasus pelecehan seksual yang terjadi di Meta, pernyataan bahwa teknologi akan melanggengkan ketidakadilan dan ketimpangan struktural di seluruh belahan dunia nampaknya menemui wujudnya. Hal tersebut sangat berbahaya sebab jika keduanya terjadi, kesetaraan gender akan menemui bentuknya yang paling buruk.

Hal berbahaya ini direspons oleh Alison Gillwald dan Rachel Adams dari University of Cape Town. Keduanya mengusulkan, untuk mencegah bahaya tersebut, seluruh negara di dunia mesti membuat kebijakan tentang pengaturan data yang menjamin hak-hak masyarakat.

Tanpa kebijakan yang sehat, tak ada teknologi yang sehat. Semangat Islam yang mendorong umat Islam untuk menguasai teknologi akan menjadi sia-sia. Perjuangan perempuan untuk menjunjung tinggi kesetaraan gender pun menjadi debu belaka.

Kasus pelecehan di Meta adalah contoh kasus bias gender yang hanya bisa diselesaikan melalui kebijakan. Di dunia nyata, kesulitan mewujudkan kesetaraan gender serupa gunung es, permukaannya nampak mudah dihantam, namun isi di dalamnya sangat sulit dihancurkan.

Jika di dunia nyata saja kesetaraan gender masih sangat sulit diwujudkan, bagaimana dengan perwujudan kesetaraan gender di dunia virtual yang memiliki ruang dan waktu tak terbatas?

Bias gender justru semakin menguat jika Meta belum menciptakan regulasi yang tepat. Keberadaan fitur keamanan interaksi masih jauh dari cukup. Meta mesti membuat aturan yang mestinya serupa dengan hukum negara, serta norma agama dan sosial di kehidupan nyata. Apakah aturan tersebut mampu diwujudkan?Nampaknya, kita memang belum benar-benar siap. []

Tags: bias genderislamMetaverseTeknologi DigitalVirtual Reality
Ayu Alfiah Jonas

Ayu Alfiah Jonas

Penulis dan editor lepas

Terkait Posts

Nyai Nur Channah

Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

19 Mei 2025
Nyai A’izzah Amin Sholeh

Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami

18 Mei 2025
Inses

Grup Facebook Fantasi Sedarah: Wabah dan Ancaman Inses di Dalam Keluarga

17 Mei 2025
Dialog Antar Agama

Merangkul yang Terasingkan: Memaknai GEDSI dalam terang Dialog Antar Agama

17 Mei 2025
Inses

Inses Bukan Aib Keluarga, Tapi Kejahatan yang Harus Diungkap

17 Mei 2025
Kashmir

Kashmir: Tanah yang Disengketakan, Perempuan yang Dilupakan

16 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kekerasan Seksual Sedarah

    Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia
  • Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama
  • KUPI Dorong Masyarakat Dokumentasikan dan Narasikan Peran Ulama Perempuan di Akar Rumput

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version