• Login
  • Register
Jumat, 4 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom

Menghargai Perbedaan, Ciri Manusia Bijak

Siti Jubaidah Siti Jubaidah
22/03/2019
in Kolom
0
Strategi Memenuhi Kebutuhan Keluarga

Strategi Memenuhi Kebutuhan Keluarga

34
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Dulu waktu masih di pesantren saya suka sekali membaca buku-buku sejarah dan kisah-kisah ulama di perpustakaan. Kadang saking asyiknya seringkali saya tertinggal jemaah salat ashar. Salah satu kisah yang saya ingat adalah cerita tentang KH. Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah, dan KH. Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul Ulama (NU). Keduanya saling menghargai perbedaan.

Begini ceritanya, dikisahkan KH. Hasyim Asyari datang berkunjung ke rumah KH. Ahmad Dahlan, pada waktu itu bertepatan dengan shalat Jumat. Demi menghormati tamunya tersebut, KH. Ahmad Dahlan menyuruh santrinya untuk mencarikan bedug untuk diletakkan di masjid. Padahal KH. Ahmad Dahlan tidak pernah menggunakan bedug untuk pertanda salat Jumat. Selain itu tata cara shalat Jumat pun dilakukan sesuai dengan kebiasaan KH. Hasyim Asyari.

Kisah ini menggambarkan sebuah penghormatan terhadap perbedaan pendapat yang dilakukan oleh tokoh pendiri organisasi Islam di Indonesia. Kedua tokoh pendiri NU dan Muhammadiyah tersebut memang dikenal saling menghormati dan menghargai perbedaan pendapat keagamaan satu sama lain.

Namun yang terjadi hari ini banyak sekali orang yang tidak suka dengan perbedaan. Baik perbedaan pendapat, suku, ras, maupun agama. Salah satu contohnya adalah kasus penembakan massal di Masjid Al Noor dan Masjid Linwood, Selandia Baru pada Jumat, 15 Maret 2019. Penembakan yang dilakukan oleh warga negara Australia ini dikecam oleh berbagai pihak. Bahkan Perdana Menteri (PM) Selandia baru, Jacinda Arden, menyebut bahwa insiden ini sebagai kejadian yang terkelam karena belum pernah terjadi sebelumnya. PM Arden menyebut penembakan ini sebagai serangan teroris.

Dikutip dari CNN Indonesia motif dibalik aksi ini berkisar tentang teori konspirasi populer bagaimana orang kulit putih Eropa sengaja digantikan oleh imigran non-kulit putih sebagaimana disebutkan dalam manifesto berjudul “The Great Replacement” yang dirilis sebelum aksi dilancarkan.

Baca Juga:

Egoisme dan Benih Kebencian Berbasis Agama

Tujuan Utama Rumah Tangga Menurut Al-Qur’an

Membaca Ulang Makna Aurat dalam Al-Qur’an

Makna Hijab dan Jilbab dalam al-Qur’an

Jika benar motif serangan itu karena supremasi kulit putih atau kebencian terhadap imigran muslim, sungguh sangat sempit gaya berpikir yang demikian ini. Karena keragaman adalah sunatullah. Dalam kehidupan sehari-hari pun kita tidak bisa terlepas dari perbedaan. Perbedaan bahasa, agama, warna kulit, cara berpikir, budaya dan sebagainya tidak akan bisa dihilangkan karena perbedaan adalah bukti kemahabesaran Allah Swt. Bahkan hal ini dijelaskan dalam Al-Qur’an :

ومن ءايته خلق السموت ولأرض واختلف ألسنتكم وألونكم ان في ذالك لأيت للعلمين

“Di antara bukti kemahabesaran dan kemahabijaksanaan Allah adalah bahwa Dia menciptakan langit dan bumi, dan menciptakan keberagaman bahasa dan warna kulit manusia. Realitas ini seharusnya menjadi pelajaran penting bagi orang-orang yang mengerti.” (Q.S Al-Rum 30:22).

Buya Husein dalam bukunya yang berjudul Ijtihad Kiai Husein upaya membangun keadilan gender menjelaskan bahwa menurut mayoritas ahli al-Quran, kata li al-‘alamin pada ayat di atas diterjemahkan dengan li al-‘alamin (bagi alam semesta). Tetapi, bagi mereka alam semesta yang dimaksud adalah ciptaan Allah yang mempunyai pikiran (dzawi al-‘uqul).

Sekali pun dalam ayat di atas, al-Quran hanya menyebut dua kategori keberagaman manusia, yakni bahasa dan warna kulit. Namun, sesungguhnya ini hanya merupakan simbol-simbol dari eksistensi manusia. Sebab bahasa adalah simbol dari aspek esoteris, sesuatu yang tersembunyi dari dalam diri manusia. Aspek esoteris itu meliputi pikiran (logos), mental, dan spiritual manusia. Sementara warna kulit merupakan simbol eksoteris atau aspek luar dan material manusia.

Namun amat disayangkan keragaman yang diciptakan oleh Allah untuk manusia justru tidak dijadikan bahan perenungan dan pelajaran. Manusia seringkali sombong, jemawa dengan mengunggulkan satu warna kulit, satu ras, satu paham, satu pandangan yang kemudian ingin diseragamkan. Insiden di Selandia Baru kemarin menjadi pelajaran berharga untuk kita semua bahwa perbedaan bukanlah alasan untuk menyakiti manusia yang lain.

Keberagaman justru dapat mendidik dan mengarahkan kita semua untuk saling mengenal, mengerti, memahami, mempelajari aspek-aspek yang ada pada diri orang lain. Sebagai manusia yang bertakwa sudah sepatutnya kita menebar kebaikan dengan sesama. Menegakkan semangat anti rasisme melalui interaksi sosial yang baik. Menghargai perbedaan dengan bijak adalah ciri manusia yang terbuka dan berpandangan luas.[]

Tags: al-quranesoterisinteraksi sosialkeberagamankiai huseinmenghargai perbedaanMuhammadiyahNUpenembakanselandia barusurat ar-rumterorisThe Great Replacement
Siti Jubaidah

Siti Jubaidah

Siti Jubaidah, mahasiswa S1 Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) Cirebon. Pernah mondok di PonPes Aisyah Kempek Cirebon.

Terkait Posts

Kritik Tambang

Pak Bahlil, Kritik Tambang Bukan Tanda Anti-Pembangunan

4 Juli 2025
Isu Iklim

Komitmen Disabilitas untuk Isu Iklim

3 Juli 2025
KB sebagai

Merencanakan Anak, Merawat Kemanusiaan: KB sebagai Tanggung Jawab Bersama

3 Juli 2025
Poligami atas

Bisnis Mentoring Poligami: Menjual Narasi Patriarkis atas Nama Agama

3 Juli 2025
Ruang Aman, Dunia Digital

Laki-laki Juga Bisa Jadi Penjaga Ruang Aman di Dunia Digital

3 Juli 2025
Konten Kesedihan

Fokus Potensi, Difabel Bukan Objek Konten Kesedihan!

3 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Beda Keyakinan

    Meninjau Ulang Cara Pandang terhadap Orang yang Berbeda Keyakinan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bisnis Mentoring Poligami: Menjual Narasi Patriarkis atas Nama Agama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Laki-laki Juga Bisa Jadi Penjaga Ruang Aman di Dunia Digital

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Fokus Potensi, Difabel Bukan Objek Konten Kesedihan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ketika Istilah Marital Rape Masih Dianggap Tabu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Berjalan Bersama, Menafsir Bersama: Epistemic Partnership dalam Tubuh Gerakan KUPI
  • Islam Melawan Oligarki: Pelajaran dari Dakwah Nabi
  • Pak Bahlil, Kritik Tambang Bukan Tanda Anti-Pembangunan
  • Mengapa Islam Harus Membela Kaum Lemah?
  • Komitmen Disabilitas untuk Isu Iklim

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID