• Login
  • Register
Sabtu, 1 April 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Keluarga

Menjadi Pribadi Kooperatif, Kunci Sebelum Membina Keluarga

Membangun pribadi yang kooperatif sangat penting dan menjadi kunci dalam membangun keluarga sejahtera yang sakinah dan bahagia di kemudian hari.

Nur Kholilah Mannan Nur Kholilah Mannan
06/04/2021
in Keluarga
0
Keluarga

Keluarga

121
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Teruntuk anda, pembaca yang sedang berusaha melakukan hal terbaik. Siapapun kita, saya yakin tidak ada yang memiliki satu peran saja dalam hidup. Minimal dua peran, misal menjadi anak dari kedua orang tua di keluarganya sekaligus siswa di sebuah sekolah. Semakin bertambah usia bertambah pula peran hidup. Jadi anggota OSIS, BEM, PMII, Fatayat, Ansor, suami, istri dan seterusnya.

Hal yang paling mendasar sebelum membangun keluarga idaman adalah memapankan pribadi kita sendiri. Saat pribadi sudah kuat, maka peran apapun akan mudah didapat. Maka jadilah pribadi kooperatif, memiliki sifat kerja sama. Bekerja sama tidak melulu dengan orang lain, dengan diri sendiri pun adalah challenge yang tak mudah.

Benar seorang bijak berkata “Sebelum kita mencintai orang lain kita perlu mencintai diri sendiri”. Namun perlu diketahui, terkadang mencintai diri sendiri akan terwujud dengan mencintai hal lain. Banyak orang yang merasa bahagia dengan berbagi rezeki dengan orang lain, banyak pula yang merasa nyaman dengan menjaga kebersihan lingkungan, dan sangat banyak sekali yang merasa tentram dengan cara berdamai dengan alam di sekelilingnya.

Ada hadis mashur kita dengar لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ   “Tidak beriman seorang diantara kalian sehingga mencintai saudaranya sebagaimana mencintai dirinya sendiri.”

Saudara (akh) dalam hadis di atas bukan hanya bermakna manusia, melainkan segala hal di sekitar kita. Seorang sufi berkata, seluruh alam ini adalah “anak” yang lahir dari Rahim Sang Maha Rahmān Rahīm, Allah swt. Satu makhluk dengan yang lainnya adalah saudara. Setara dalam bersikap dan menyikapi dengan sekasih-kasihnya.

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Kasus KDRT: Praktik Mikul Dhuwur Mendem Jero yang Salah Tempat
  • Pekerjaan Rumah Tangga Bisa Dikerjakan Bersama, Suami dan Istri
  • Hadis Relasi Rumah Tangga
  • Dalam Ralasi Pernikahan Suami Istri Harus Saling Memberikan Kemaslahatan

Baca Juga:

Kasus KDRT: Praktik Mikul Dhuwur Mendem Jero yang Salah Tempat

Pekerjaan Rumah Tangga Bisa Dikerjakan Bersama, Suami dan Istri

Hadis Relasi Rumah Tangga

Dalam Ralasi Pernikahan Suami Istri Harus Saling Memberikan Kemaslahatan

Mengutip kalimat populer penulis novel Hilda, Muyassarah Hafidhah “Kau adalah Aku yang Lain”, mereka adalah aku yang ingin disuguhi senyuman ramah, halaman rumah adalah aku yang tidak suka berdekatan dengan sampah, pepohonan adalah aku yang ingin dirawat hingga tumbuh besar dan bermanfaat, dan mereka semua adalah aku yang ingin hidup nyaman.

Itulah pribadi kooperatif, mencintai diri sendiri dengan cara menjaga kesalingan antara diri dan alam. Untuk menjadi pribadi seperti di atas saya menemukan 3 kesadaran yang mesti diasah;

Pertama, Kita dimuliakan oleh Allah. “Dan sungguh telah kami muliakan anak Adam…” (QS. Al-Isra: 70). Dalam ayat tersebut ada pengakuan dari Sang Pencipta alam yang telah mengistimewakan manusia dari makhluk-Nya yang lain. perlu diperhatikan ada dua penegasan (taukid) lam dan qad, berarti Allah benar-benar memuliakan keturunan Adam. Catet itu!

Al-Māwardī dalam tafsirnya mengatakan ada 7 bukti keistimewaan manusia; Pertama, nikmat yang berbeda dengan makhluk lain. Kedua, akal. Ketiga, ada sebagian golongan yang dijadikan pemimpin. Keempat, makan dan minum dengan tangan, sementara makhluk lain langsung makan dengan mulutnya. Kelima, menerima perintah dan larangan. Keenam, bisa berbicara dan menulis. dan Ketujuh bisa menaklukkan makhluk yang lain.

Maka nikmat mana lagi yang kita dustakan? Manusia sejak awal sudah dimuliakan Tuhan. Pemuliaan ini bersifat independen, tidak bergantung pada apa dan siapapun. terlahir dari keluarga bagaimanapun, sekolah dimanapun, dan berjenis kelamin apapun. Hatta yang masih jomblo atau sudah menikah.

Jika kita belum menikah dan orang di sekitar kita mendesak dengan pertanyaan yang bikin tak nyaman, maka yakini bahwa kita berharga dengan atau tanpa orang lain. Atau pada saat insecure melihat orang seusia kita sudah mendapat gelar, kedudukan, dan jabatan tertentu atau apapun yang tidak kita miliki, maka kita harus tenang dan berusaha untuk terus berkembang meningkatkan kualitas diri.

Kedua, Cintai lingkungan. Syekh Ali Jumah mengatakan bahwa lingkungan bukan sekedar tanah dan bangunan, melainkan manusia dan makhluk lainnya yang berada di sekitar kita, itulah lingkungan. Bahkan manusia adalah komponen terpenting dari lingkungan. Maka kelestarian lingkungan bergantung penuh pada kepedulian manusia.

Pun segala bentuk tujuan syariat (menjaga agama, jiwa, akal, harta, dan keturunan) tidak akan sempurna terlaksana tanpa menjaga lingkungan. Oleh karenanya menjaga lingkungan sama wajibnya dengan menjaga tujuan syariat itu.

Ketiga, Berlombalah dalam kebaikan. Dalam webinar yang diselenggarakan oleh El-Bukhari Institute, Kalis Mardiasih ditanya tentang bagaimana caranya menyebarkan konten perdamaian di era digital ini. Ia menjawab, berbuatlah semampunya dan sebisanya. Bagi yang memiliki follower banyak dan public speaking yang oke, maka bisa membuat video. Bagi yang bisa menulis dengan perspektif kitab kuning silahkan hadirkan teks-teks keagamaan yang mengandung perdamaian dan keadilan, atau apapun yang bisa dilakukan maka lakukanlah.

“Maka berlomba-lombalah dalam kebaikan” (QS. Al-Baqarah: 148). Kata perintah dalam ayat itu bersifat global. kita boleh berbuat apapun dalam kebaikan dan berkompetisi atasnya, karena Tuhan memang menghendaki keragaman. Membangun pribadi yang kooperatif sangat penting dan menjadi kunci dalam membangun keluarga sejahtera yang sakinah dan bahagia di kemudian hari. []

Tags: istrikeluargaKesalinganperkawinanRelasisuami
Nur Kholilah Mannan

Nur Kholilah Mannan

Terkait Posts

Kasus KDRT

Kasus KDRT: Praktik Mikul Dhuwur Mendem Jero yang Salah Tempat

1 April 2023
Resep Awet Muda Istri

Kerja Sama dengan Suami Bisa Menjadi Resep Awet Muda Istri

31 Maret 2023
Mengasuh Anak Tugas Siapa

Mengasuh Anak Tugas Siapa?

29 Maret 2023
Kewajiban Orang Tua

Kewajiban Orang Tua Menjadi Teladan Ibadah bagi Anak

29 Maret 2023
Bapak Rumah Tangga

Mengapa Menjadi Bapak Rumah Tangga Dianggap Rendah?

28 Maret 2023
Sahabat bagi Anak

Wahai Ayah dan Ibu, Jadilah Sahabat Bagi Anakmu!

25 Maret 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Melestarikan Tradisi Nyadran

    Gerakan Perempuan Melestarikan Tradisi Nyadran

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hadis Relasi Rumah Tangga

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pekerjaan Rumah Tangga Bisa Dikerjakan Bersama, Suami dan Istri

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kiprah Nyai Khairiyah Hasyim Asy’ari: Ulama Perempuan yang terlupakan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kemerdekaan Indonesia Bukti dari Keberkahan Ramadan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Kasus KDRT: Praktik Mikul Dhuwur Mendem Jero yang Salah Tempat
  • Nabi Muhammad Saw Biasa Melakukan Kerja-kerja Rumah Tangga
  • Kiprah Nyai Khairiyah Hasyim Asy’ari: Ulama Perempuan yang terlupakan
  • Pekerjaan Rumah Tangga Bisa Dikerjakan Bersama, Suami dan Istri
  • Antara Israel, Gus Dur, dan Sepak Bola Indonesia

Komentar Terbaru

  • Profil Gender: Angka tak Bisa Dibiarkan Begitu Saja pada Pesan untuk Ibu dari Chimamanda
  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Petasan, Kebahagiaan Semu yang Sering Membawa Petaka pada Maqashid Syari’ah Jadi Prinsip Ciptakan Kemaslahatan Manusia
  • Berbagi Pengalaman Ustazah Pondok: Pentingnya Komunikasi pada Belajar dari Peran Kiai dan Pondok Pesantren Yang Adil Gender
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist