• Login
  • Register
Sabtu, 28 Januari 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Aktual

Mensyukuri Kemerdekaan dengan Mencintai Tanah Air

Muhammad Hamdan Muhammad Hamdan
21/08/2018
in Aktual
0
mensyukuri kemerdekaan

mensyukuri kemerdekaan

67
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Kita perlu mensyukuri kemerdekaan yang telah diraih para pahlawan kita. Tujuh puluh tiga tahun sudah Negeri Indonesia ini merdeka, ditandai dengan pembacaan proklamasi oleh Sang Proklamator Ir. Soekarno pada hari Jum’at, 17 Agustus 1945. Semua rakyat Indonesia yang menyaksikan atau pun mendengarkan dari radio bersorak gembira.

Pembacaan proklamasi itu menandakan berakhirnya penjajahan belanda yang berabad-abad lamanya. Sampai sekarang hari bersejarah itu selalu diperingati oleh seluruh masyarakat Indonesia sebagai Hari Kemerdekaan Bangsa Indonesia.

Bagaimana dengan hari ini? Bagaiamana cara yang tepat bagi generasi saat ini untuk memperingati dan menikmati Hari Kemerdekaan?

Baca juga: Bangga Menjadi Indonesia

Sebelum kita dapat menikmatinya, sudah seharusnya kita tahu apa makna dari kemerdekaan yang berasal dari kata merdeka itu. Menurut kamus KBBI, merdeka adalah bebas dari penghambaan, penjajahan, dan sebagainya. Baru setelah itu kita bisa menikmatinya.

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Pernikahan Tanpa Wali dan Saksi ala Kyai FM Jember dalam Perspektif Mubadalah
  • Mengulik Sejarah Hari Gizi Nasional dan Masalah Stunting di Indonesia
  • Feminisme Islam dan Setelahnya
  • Apakah Lato-lato Permainan dari Indonesia?
  • Penjajahan era baru
  • Menikmati dengan mencintai

Baca Juga:

Pernikahan Tanpa Wali dan Saksi ala Kyai FM Jember dalam Perspektif Mubadalah

Mengulik Sejarah Hari Gizi Nasional dan Masalah Stunting di Indonesia

Feminisme Islam dan Setelahnya

Apakah Lato-lato Permainan dari Indonesia?

Mari kita tengok kembali, apakah penjajahan di negeri ini sudah usai? Atau justru sedang terjadi kembali dengan versi yang berbeda?

Penjajahan tidak meski identik dengan kekerasan fisik, penjajahan bisa bersifat ideologis dan kultural. Penjajahan non-fisik itu lebih sulit, karena kita tak tahu melihat yang meski kita lawan, kita justru harus melawan diri sendiri.

Seperti kata Bung Karno, “Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.”

Baca juga: Kiprah Santri Perempuan dalam Sejarah Indonesia

Penjajahan era baru

Jika melihat keadaan hari ini, sepertinya negeri ini kembali dijajah. Gaya hidup yang santun bangsa kita mulai terjajah oleh gaya hidup barat yang apatis dan hedonis. Remaja hari ini lebih percaya diri dengan fashion ala korea ketimbang pakaian daerahnya sendiri.

Mereka lebih memilih memakan salad with peanut sauce ala cafe padahal sebenarnya itu adalah pecel atau bahasa lainnya lotek. Kita tak mengenal bangsa sendiri.

Penjajahan jelas nampak terasa di sekitar kita. Bagaimana para petani tidak mendapatkan kemerdekaan untuk mengolah tanahnya sendiri. Pasar tradisional sudah kalah dengan makanan kemasan ala kapital. Media internet yang setiap hari dikonsumsi remaja tidak bebas dari situs porno dan SARA.

Baca juga: Menebarkan Islam Indonesia, Mengukuhkan Peran Ulama Perempuan

Suara-suara kritik terhadap kebijakan pemerintah dibungkam habis. Guru sekolah pun sekarang tak leluasa mendidik anak muridnya, marah sedikit ia masuk penjara.

Penjajahan sekali lagi bukan semata-mata adu fisik. Penjajahan adalah satu situasi di mana kita tidak leluasa melakukan sesuatu. Kita terhalang oleh aturan-aturan yang merugikan. Tak bisa berkata di negeri sendiri juga merupakan penjajahan.

Ada kalimat menarik dari Pramoedya Ananta Toer dalam bukunya Rumah Kaca, ia menuliskan “dari atas ke bawah yang ada adalah larangan, penindasan, semprotan hinaan. Dari bawah ke atas yang ada adalah penjilatan, kepatuhan, dan penghambaan.”

Baca juga: 12 Pahlawan Nasional Perempuan Indonesia

Menikmati dengan mencintai

Untuk menikmati kemerdekaan bagi generasi saat ini sangat susah, karena mereka terlahir tanpa merasakan penjajahan. Bagaimana bisa mengerti merdeka, kalau ia tak mengerti bagaimana rasanya dijajah.

Ketika kita ingin menikmati sesuatu maka haruslah didahului dengan penderitaan, seperti halnya jika ingin merasa kenyang maka diawali dengan rasa lapar. Tapi apakah kita harus dijajah dahulu untuk merasakannya.

Tidak ada satu orang pun yang ingin dijajah kembali. Untuk mendekatinya bisa dengan cara membuka sejarah bagaimana perjuangan para pahlawan merebut kemerdekaan. Kita akan tahu bagaimana perjuangan merebut kemerdekaan.

Perjuangan yang mempertaruhkan apa pun sampai nyawa untuk negeri ini. Jika kita tahu betapa pedihnya masa itu, kita akan lebih bisa menikmati dan mensyukuri kemerdekaan. Kemudian kita akan menjaganya sekuat hati.

Baca juga: Bukan ‘Dunia Terbalik’

Menikmati kemerdekaan berarti mencintai negeri kita Indonesia. Mencintai adat istiadatnya. Mencintai budayanya. Generasi saat ini meski bangga dengan kekayaan yang kita punya. Rasa cinta yang dimiliki akan menjaga negeri ini dan seisinya sepenuh hati. Ini juga bukan berarti kita anti kemajuan.

Ilmu dari negara yang maju kita pelajari, tapi tetap menjunjung martabat negeri. Kita jangan lupa di tanah mana kita hidup.

Generasi millenial adalah tonggak bangsa masa depan. Bagaimana jadinya jika masyarakat tidak mencintai bangsanya sendiri. Semua aset bangsa bisa jadi terjual habis dan negeri ini dikuasai bangsa lain. Banggalah dengan negeri sendiri, rawat dan cintai semua adat dan budayanya.[]

Tags: bung karnocinta tanah airhubb al-wathonIndonesiaMerdekamilenialnegeriSARAtanah airtradisional
Muhammad Hamdan

Muhammad Hamdan

Muhammad Hamdan. Santri Dar al Tauhid, Arjawinangun Cirebon dan Mahasiswa ISIF Cirebon

Terkait Posts

perspektif mubadalah

5 Pilar Keluarga Berencana dalam Perspektif Mubadalah

28 Januari 2023
Ninik Rahayu Dewan Pers

Dr. Ninik Rahayu Terpilih sebagai Ketua Dewan Pers 2022-2025

15 Januari 2023
Terorisme

Forum Masyarakat Sipil Cirebon Dorong Rehabilitasi dan Reintegrasi Mantan Pelaku Kasus Terorisme

14 Januari 2023
Nabi Perintahkan Kita Lindungi Warga dari Kekerasan Seksual

Nabi Perintahkan Kita Lindungi Warga dari Kekerasan Seksual

31 Desember 2022
Mahasiswa Sebagai Social Control Untuk Wujudkan Bebas dari Korupsi

Mahasiswa Sebagai Social Control Untuk Wujudkan Bebas dari Korupsi

30 Desember 2022
wakaf uang perempuan

Wakaf Uang, Menciptakan Perempuan Berdaya

27 Desember 2022
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Fatwa KUPI

    Menanti Hasil Fatwa KUPI dari Kokohnya Bangunan Epistemologi Part II-Habis

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 5 Pilar Keluarga Berencana dalam Perspektif Mubadalah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Writing for Healing: Mencatat Pengalaman Perempuan dalam Sebuah Komunitas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Atensi Pesantren Menjawab Isu Lingkungan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Konco Wingking Dalam Perspektif Mubadalah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • 3 Hal yang Perlu Ditegaskan Ketika Perempuan Aktif di Ruang Publik
  • Content Creator atau Ngemis Online?
  • 5 Pilar Keluarga Berencana dalam Perspektif Mubadalah
  • Menanti Hasil Fatwa KUPI dari Kokohnya Bangunan Epistemologi Part II-Habis
  • Terminologi Mubadalah Berguna Untuk Gagasan Relasi Kerjasama

Komentar Terbaru

  • Menjauhi Sikap Tajassus Menjadi Resolusi di 2023 - NUTIZEN pada (Masih) Perlukah Menyusun Resolusi Menyambut Tahun Baru?
  • Pasangan Hidup adalah Sahabat pada Suami Istri Perlu Saling Merawat Tujuan Kemaslahatan Pernikahan
  • Tanda Berakhirnya Malam pada Relasi Kesalingan Guru dan Murid untuk Keberkahan Ilmu
  • Tujuan Etika Menurut Socrates - NUTIZEN pada Menerapkan Etika Toleransi saat Bermoda Transportasi Umum
  • Film Yuni Bentuk Perlawanan untuk Masyarakat Patriarki pada Membincang Perkawinan Anak dan Sekian Hal yang Menyertai
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist