• Login
  • Register
Minggu, 5 Februari 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Menyoal Cadar

Mahmudah Mahmudah
30/01/2020
in Publik
0
fiqih, perempuan
211
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Pembahasan perihal batas menutup aurat bagi perempuan kian menarik, apalagi dalam era “jilbabisasi” yang terjadi di Indonesia. Cadar, misalnya, akhir-akhir ini di Indonesia sedang menjadi perbincangan banyak orang, ada yang karena bertujuan untuk menutup aurat juga menganggap sebagai fashion (gaya).

Cadar merupakan sejenis kain yang di gunakan sebagai penutup wajah perempuan yang dibawa oleh masyarakat Arab setempat. Seperti negara Arab Saudi, Yaman, Bahrain, Qatar, Oman dan Pakistan. Pun menurut sebagian pendapat mendefiniskan mirip sorban, dan lebih besar dari khimar.

Menurut Gus Mus, seorang alim ulama terkemuka, mengatakan bahwa hingga saat ini cadar masih dalam perdebatan, apakah syar’i atau budaya. Terdapat dua pendapat yang berbeda dalam hal ini.

Begitupun menurut Prof. Quraish Shihab, ahli tafsir Indonesia mengatakan bahwa penarikan batas aurat perempuan pada masa yang lau itu sesuai dengan konteks zaman tersebut dan tidak menjadi relevan di zaman sekarang, khususnya di Indonesia.

Selaras, KH. Husein Muhammad dalam bukunya Fiqih Perempuan, menjelaskan, bahwa pernah suatu ketika tahun 1991 melakukan sebuah penelitian perihal jilbab. Ada seorang perempuan berargumentasi dengan seorang perempuan yang berjilbab menanyakan “lantas, bagaimana dengan nenek moyang kita, apakah mereka tidak saleh karena tidak berjilbab?”

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • 5 Cara Mendidik Anak Ala Nabi Muhammad
  • Nizar Qabbani Sastrawan Arab yang Mengenalkan Feminisme Lewat Puisi
  • Teladan Umar bin Khattab Ra Saat Bertemu Perempuan Miskin
  • Merawat Optimisme Gerakan untuk Menghadapi Mitos Sisyphus

Baca Juga:

5 Cara Mendidik Anak Ala Nabi Muhammad

Nizar Qabbani Sastrawan Arab yang Mengenalkan Feminisme Lewat Puisi

Teladan Umar bin Khattab Ra Saat Bertemu Perempuan Miskin

Merawat Optimisme Gerakan untuk Menghadapi Mitos Sisyphus

Jawaban beliau adalah wajar dan sopan adalah bukan terminologi agama, tetapi terminologi sosial budaya yang sangat relatif berbeda dari satu tempat ke tempat lain. Dan ini bukan hanya di Islam saja.

Menariknya lagi, pada dua abad masehi, Tertullien, seorang penulis Kristen apologetik menyerukan agar semua perempuan berjilbab atas nama “kebenaran”. Pun pada abad XIX di Perancis, perempuan tidak boleh memakai baju seperti laki-laki, artinya memakai celana.

Seiring zaman, perempuan mulai di perbolehkan memakai apa saja yang mereka kehendaki. Berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa anak muda zaman sekarang hapir memakai celana panjang, karena yang diinginkan adalah bergerak bebas, suka berolahraga, jogging, naik gunung, bersepeda dan lain sebagainya.

Hal tersebut sejalan dengan pendapat Musdah Mulia dalam bukunya yang berjudul Muslimah Reformis. Beliau mengatakan bahwa ada banyak alasan mengapa perempuan berjilbab. Ada karena alasan modis, agar lebih cantik dan trendi, sebagai respon terhadap tantangan dunia model yang sangat akrab dengan perempuan.

Ini dibuktikan dengan semakin banyaknya toko busana muslim dan butik yang memamerkan jilbab dengan model mutakhir dan tentu saja dengan harga mahal. Bahkan, ada juga berjilbab karena alasan politis, yaitu memenuhi tuntutan kelompok Islam tertentu yang cenderung mengedepankan simbol-simbol agama sebagai dagangan politik.

Artinya, bahwa cadar merupakan budaya yang dibangun pada zamannya dan bukan sebagai aturan syar’i yang menentukan kesalehan dan ketakwaan seorang perempuan. Pun secara sadar perempuan beriman akan memilih busana sederhana dan tidak berlebihan sehingga menimbulkan perhatian, juga yang pasti adalah bukan untuk pamer.

Apalagi di Indonesia, yang mayoritas bermadzhab Syafi’i mesti mengetahui pandangan tentang hukum mengenakan cadar dan harus bisa menilai apakah yang dikenakan tidak mengganggu atau malah justru membahayakan. Misalnya, ketika berkendara menggunakan sepeda motor lebih banyak mudhorot-nya atau baiknya. Lagi dan lagi ini soal pilihan dalam berpakaian, karena segala sesuatu yang dianggap baik menurut kita belum tentu baik menurut orang lain.

Maka yang diharapkan adalah terjalinnya masyarakat dan para perempuan bercadar untuk saling memahami dan menghargai, bukan saling menghakimi dengan argumentasi sendiri.[]

Mahmudah

Mahmudah

Alumni Pondok Pesantren Buntet, Cirebon. Saat ini pemberdayaan di Patriot Desa Jawa Barat dan aktif di organisasi PMII Cabang Cirebon. Menyukai isu-isu keperempuanan, kesehatan reproduksi, kegiatan kemasyarakatan dan perdamaian.

Terkait Posts

Industri Halal

Pengembangan Industri Halal yang Ramah Lingkungan

4 Februari 2023
Hari Kanker Sedunia

Hari Kanker Sedunia: Pentingnya Deteksi Dini untuk Cegah Kanker

4 Februari 2023
Satu Abad NU

Satu Abad NU:  NU dan Kebangkitan Kaum Perempuan 

3 Februari 2023
Pengelolaan Sampah

Bagaimana Cara Melakukan Pengelolaan Sampah di Pengungsian?

31 Januari 2023
Aborsi Korban Perkosaan

Ulama Bolehkan Aborsi Korban Perkosaan

31 Januari 2023
Pemakaman Muslim Indonesia

5 Konsep Pemakaman Muslim Indonesia dan Kontribusinya dalam Pelestarian Lingkungan Hidup

30 Januari 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Industri Halal

    Pengembangan Industri Halal yang Ramah Lingkungan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Teladan Umar bin Khattab Ra Saat Bertemu Perempuan Miskin

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Merawat Optimisme Gerakan untuk Menghadapi Mitos Sisyphus

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 5 Prinsip Mendidik Anak Ala Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pada Masa Nabi Saw, Para Perempuan Ikut Aktif Terlibat Dalam Politik

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • 5 Cara Mendidik Anak Ala Nabi Muhammad
  • Nizar Qabbani Sastrawan Arab yang Mengenalkan Feminisme Lewat Puisi
  • Teladan Umar bin Khattab Ra Saat Bertemu Perempuan Miskin
  • Merawat Optimisme Gerakan untuk Menghadapi Mitos Sisyphus
  • 5 Prinsip Mendidik Anak Ala Islam

Komentar Terbaru

  • Indonesia Meloloskan Resolusi PBB tentang Perlindungan Pekerja Migran Perempuan - Mubadalah pada Dinamika RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, yang Tak Kunjung Disahkan
  • Lemahnya Gender Mainstreaming dalam Ekstremisme Kekerasan - Mubadalah pada Lebih Dekat Mengenal Ruby Kholifah
  • Jihad Santri di Era Revolusi Industri 4.0 - Mubadalah pada Kepedulian KH. Hasyim Asy’ari terhadap Pendidikan Perempuan
  • Refleksi Menulis: Upaya Pembebasan Diri Menciptakan Keadilan pada Cara Paling Sederhana Meneladani Gus Dur: Menulis dan Menyukai Sepakbola
  • 5 Konsep Pemakaman Muslim Indonesia pada Cerita Singkat Kartini Kendeng dan Pelestarian Lingkungan
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist