• Login
  • Register
Kamis, 11 Agustus 2022
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Keluarga

Menyoal Tabu Orgasme Perempuan dalam Islam

Pada dasarnya suami dan istri dituntut untuk memenuhi kebutuhan seksual pasangannya. Masing-masing memiliki hak yang sama, hanya saja cara pemenuhan dan prakteknya harus memperhatikan kondisi fisik, psikis, dan kesehatan

Lutfiana Dwi Mayasari Lutfiana Dwi Mayasari
04/10/2021
in Keluarga
0
Orgasme

Orgasme

184
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Sejenak mari kita flashback pada kejadian di tahun 2020 lalu. Riuh penolakan RUU KUHP terjadi di hampir seluruh wilayah di Indonesia. Salah satu pasal yang ditolak adalah pasal pemerkosaan istri. Pemerkosaan istri saat hubungan seksual sering dijadikan joke dan bahan candaan karena dianggap memposisikan istri sebagai PSK.

Masyarakat patriarki ditambah dengan pemahaman hadits misoginis yang tekstual semakin memperkuat posisi laki-laki sebagai subjek tunggal dalam keluarga. Termasuk dalam hubungan seksual sekalipun, hanya pihak laki-laki saja yang seringkali dianggap harus dipuaskan. Maka pemerkosaan istri dianggap sebagai sesuatu yang melanggar batas norma agama.

Penolakan ini juga muncul akibat tafsir Qs. Al-Baqarah ayat 223, dimana Allah SWT berfimran, “Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman.

Dengan menggunakan perspektif dan pengalaman laki-laki dan tafsir yang sangat patriarki, ayat tersebut dimaknai sebagai legitimasi kebolehan memberlakukan seorang istri semau keinginan suami. Sebagaimana sebuah ladang, maka suami sebagai pemiliknya bebas untuk mengolah ladang tersebut meskipun ladangnya kekeringan, tidak terawat, dan tidak mendapatkan haknya dengan baik.

Padahal jika dimaknai lebih dalam lagi, sebuah ladang yang darinya lahir bibit-bibit unggul maka harus disemai dengan baik bibitnya, dirawat selama proses pertumbuhan, diberlakukan dengan baik agar dari ladang tersebut akan memunculkan generasi yang unggul dan baik.

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Pandangan Islam dan Hukum Positif Tentang Perjanjian Perkawinan (2)
  • Pandangan Islam dan Hukum Positif Tentang Perjanjian Perkawinan (1)
  • Mensyaratkan Pisuke sebelum Akad Nikah Bisa Hilangkan Hak Perwalian
  • Waspadai Relasi Manipulatif! Salah Satu Pemicu Kekerasan

Baca Juga:

Pandangan Islam dan Hukum Positif Tentang Perjanjian Perkawinan (2)

Pandangan Islam dan Hukum Positif Tentang Perjanjian Perkawinan (1)

Mensyaratkan Pisuke sebelum Akad Nikah Bisa Hilangkan Hak Perwalian

Waspadai Relasi Manipulatif! Salah Satu Pemicu Kekerasan

Hal ini diperparah dengan pemaknaan hadits Abu Hurairah dari Rasulullah SAW bersabda, “Jika seorang suami mengajak istrinya untuk berhubungan, akan tetapi ia (istri) tidak memenuhi ajakan suami, hingga malam itu suaminya marah, maka ia (istri) mendapatkan laknat para Malaikat sampai subuh.” (HR Muslim).

Hadits diatas seringkali dijadikan alibi untuk memposisikan perempuan sebagai objek seksualitas laki-laki. Bahkan dalam relasi perkawinan dimana di dalamnya terdapat panduan untuk muasyarah bil ma’ruf atau memberlakukan pasangan secara bermartabatpun nyatanya masih tetap tidak mendapatkan haknya sebagai manusia. Lantas benarkah hanya perempuan yang dilaknat ketika menolak hubungan seksual?

Orgasme adalah Hak Suami dan Istri

Nyai Hj. Hindun Anisah MA Pengasuh Pondok Pesantren Hasyim Asy’ari Jepara menjelaskan pandangannya mengenai hak bersama dalam mewujudkan kesenangan seksual. Sebagaimana ditulis dalam kitab Manbaus Saadah yang ditulis oleh KH. Faqih Abdul Kodir dinyatakan bahwa mendapatkan kenikmatan saat melakukan hubungan seksual adalah hak suami dan istri.

Kesenangan seksual adalah hak kolektif masing-masing suami dan istri. Ayat yang menyatakan bahwa “mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka” menjadi dasar bahwa kesenangan seksual memiliki prinsip bekerjasama dan pergaulan yang mulia dalam hubungan pernikahan.

Pada dasarnya suami dan istri dituntut untuk memenuhi kebutuhan seksual pasangannya. Masing-masing memiliki hak yang sama, hanya saja cara pemenuhan dan prakteknya harus memperhatikan kondisi fisik, psikis, dan kesehatan.

Hal ini disebabkan karena perbedaan kepuasan seksualitas laki-laki dan perempuan. Mayoritas laki-laki mengalami orgasme lebih mudah dibanding dengan perempuan. Diperlukan saling kepahaman antar keduanya, salah satunya dengan memperpanjang foreplay. Hal ini sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh Jabir, ia mengatakan, “Nabi Muhammad s.a.w. melarang suami melakukan persetubuhan sebelum membangkitkan syahwat istri dengan rayuan dan bercumbu terlebih dahulu.” (H.R. Al-Khatib)

Begitupula ketika salah satu pasangan menginginkan untuk berhubungan seksual, maka harus dikomunikasikan. Harus dipastikan terlebih dahulu bahwa keduanya dalam keadaan siap dan tidak melakukannya dengan keterpaksaan.

Antara lain memastikan bahwa istri maupun suami tidak dalam keadaan sakit dan dinyatakan secara medis bahwa kondisinya aman untuk berhubungan intim dengan pasangan Selain kondisi fisik, harus juga memastikan bahwa kondisi psikologi keduanya sedang stabil dan tidak dalam keadaan tergoncang. Pada dasarnya agama islam memuliakan dan menghormati manusia, tidak boleh menyia-nyiakan manusia.

Lebih lanjut, Nyai Hindun Annisa juga menjelaskan mengenai pentingnya berhias dan memakai wewangian sebelum melakukan hubungan seksual. Seringkali yang dituntut untuk berhias, memakai wewangian dan menggunakan pakaian bagus hanyalah pihak istri saja. Wewangian yang digunakan istri dianggap mampu membangkitkan gairah suami.

Namun jika merujuk pada konsep mubadalah (kesalingan), ketika seorang suami senang melihat istrinya berdandan dan menggunakan wewangian, maka demikian pula dengan istri. Istri juga tentunya akan terbangkitkan gairahnya ketika suaminya juga menggunakan wewangian dan membersihkan dirinya. Maka berhias dan wewangian ini berlaku untuk kedua belah pihak baik suami maupun istri.

Pendapat ini beliau sampaikan sesuai dengan hadits dalam Manbaus Sa’adah yang diriwayatkan oleh Ibnu al-Abbas “Saya senang berdandan untuk istriku sebagaimana saya senang bila istriku berdandan untukku”.

Sedangkan berkaitan dengan laknat yang akan diterima oleh pasangan yang menolak berhubungan seksual tanpa adanya udzur syar’i menurut Nyai Hindun Anisa juga berlaku baik bagi laki-laki maupun perempuan. Hal ini beliau sampaikan dengan merujuk kepada semangat kemanusiaan dan prinsip perkawinan sebagai hubungan pasangan dan mitra yang digambarkan dengan ungkapan zawaj dalam QS. Ar-Rum, 30: 21. Maka teks hadits laknat itu bersifat koheren, berlaku bagi perempuan maupun laki-laki.

Kesimpulan ini diperkuat dengan salah satu hadits yang dikutip dalam kitab Manbaus Saadah. Diriwayatkan oleh Ahmad, pada suatu hari Khaulah binti Hakim menemui Aisyah istri Rasulullah  dalam keadaan yang kusam dan tidak tampak merawat dirinya. Rasulullah kemudian bertanya kepada Aisyah tentang penampilan Khaulah.

Aisyah menjelaskan bahwa penampilan Khaulah disebabkan karena suaminya yang bernama Utsman bin Madz’un selalu berpuasa di siang hari dan melaksanakan tahajud sepanjang malam. Sehingga tidak sempat memberikan nafkah batin pada Khaulah. Kemudian Rasulullah menegur Utsman bin Madz’un dan memberi nasehat bahwa memenuhi kebutuhan istri dan nafkah batin baginya adalah kewajiban bagi suami.

Berdasarkan beberapa analisis di atas, Nyai Hindun Anisah menekankan bahwa mendapatkan kesenangan seksual berupa orgasme adalah hak bagi suami dan istri. Keduanya juga harus saling memahami kondisi tubuh satu dengan yang lain, dan memahami kebutuhan organ reproduksi satu dengan yang lainnya. Karena dengan terpenuhinya hubungan seksual yang sama-sama memuaskan, akan tercipta kebahagiaan dalam rumah tangga. []

 

Tags: Hak Kesehatan Reproduksi Perempuanistrikeluargaperkawinanseksualitassuami
Lutfiana Dwi Mayasari

Lutfiana Dwi Mayasari

Dosen IAIN Ponorogo. Berminat di Kajian Hukum, Gender dan Perdamaian

Terkait Posts

Akad Nikah

Mensyaratkan Pisuke sebelum Akad Nikah Bisa Hilangkan Hak Perwalian

10 Agustus 2022
Harga Mahar

Bagaimana Kita Bisa Menakar Harga Mahar?

8 Agustus 2022
Toleransi dalam Rumah Tangga

Perlukah Sikap Toleransi dalam Rumah Tangga? Bagaimana Caranya?

4 Agustus 2022
Hari ASI

Selamat Hari ASI Dunia, Menilik Peran Ayah dalam Pemberian ASI

2 Agustus 2022
Rencana Keuangan

Membahas Rencana Keuangan Sebelum Menikah, Begini Etikanya

1 Agustus 2022
Kasus Bullying

Mari Kita Sudahi Kasus Bullying terhadap Anak-anak

31 Juli 2022

Discussion about this post

No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Akad Nikah

    Mensyaratkan Pisuke sebelum Akad Nikah Bisa Hilangkan Hak Perwalian

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pandangan Islam dan Hukum Positif Tentang Perjanjian Perkawinan (2)

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pandangan Islam dan Hukum Positif Tentang Perjanjian Perkawinan (1)

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 5 Alasan Persoalan Sampah Wajib Disuarakan Gerakan Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Halaqah Pra KUPI II, Langkah Awal Bangun Peradaban Damai, Adil dan Setara

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Refleksi Kursus Metodologi Musyawarah Keagamaan Fatwa KUPI
  • Pandangan Islam dan Hukum Positif Tentang Perjanjian Perkawinan (2)
  • 5 Alasan Persoalan Sampah Wajib Disuarakan Gerakan Perempuan
  • Halaqah Pra KUPI II, Langkah Awal Bangun Peradaban Damai, Adil dan Setara
  • Maraknya Fenomena Second Account di kalangan Remaja, Apa yang Dicari?

Komentar Terbaru

  • Tradisi Haul Sebagai Sarana Memperkuat Solidaritas Sosial pada Kecerdasan Spiritual Menurut Danah Zohar dan Ian Marshal
  • 7 Prinsip dalam Perkawinan dan Keluarga pada 7 Macam Kondisi Perkawinan yang Wajib Dipahami Suami dan Istri
  • Konsep Tahadduts bin Nikmah yang Baik dalam Postingan di Media Sosial - NUTIZEN pada Bermedia Sosial Secara Mubadalah? Why Not?
  • Tasawuf, dan Praktik Keagamaan yang Ramah Perempuan - NUTIZEN pada Mengenang Sufi Perempuan Rabi’ah Al-Adawiyah
  • Doa agar Dijauhkan dari Perilaku Zalim pada Islam Ajarkan untuk Saling Berbuat Baik Kepada Seluruh Umat Manusia
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2021 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Login
  • Sign Up

© 2021 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist