• Login
  • Register
Rabu, 1 Februari 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Negara, Agama, dan HAM: Refleksi Menghormati Perbedaan

Negara harus melindungi setiap orang yang keamanannya terganggu orang lain karena kepercayaan yang dianutnya. Negara harus hadir

Irfan Hidayat Irfan Hidayat
03/01/2022
in Publik
0
refleksi menghormati perbedaan

refleksi menghormati perbedaan

66
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Bagaimana refleksi menghormati perbedaan? Setiap tanggal 3 Januari, Indonesia memperingati Hari Departemen Agama. Fenomena ini bermula pada 3 Januari 1946, bertepatan dengan didirikannya  Kementerian Agama secara resmi. Pemerintah pada saat itu mengangkat H. Mohammad Rasjidi sebagai Menteri Agama pertama.

Sekitar 75 tahun Departemen Agama Indonesia telah berdiri sebagai sebuah lembaga negara. Selama itu pula Indonesia merangkul berbagai macam Agama dan kepercayaan dalam wadah kebhinekaan.

Setiap warga negara Indonesia dilindungi haknya dalam menentukan, memilih, dan menganut agama dan kepercayaannya masing-masing. Hal itu terjamin dalam Konstitusi Indonesia, yakni Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang menegaskan akan jaminan kebebasan beragama.

Jaminan kebebasan beragama tersebut tertuang dalam Pasal 29 Ayat (2), yakni “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduknya untuk memeluk agama”

Berbicara tentang kebebasan beragama, maka tidak bisa lepas dari Hak Asasi Manusia (HAM). Sebelum terlalu jauh, kita tentu perlu paham terlebih dahulu tentang HAM. Dalam pengertian yang sangat sederhana, hak asasi merupakan hak-hak dasar yang melekat pada setiap manusia sejak ia dilahirkan, tanpa terkecuali.

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Makna Perempuan Kurang Akal dan Agama dalam Pandangan Abu Syuqqah
  • Bagaimana Hukumnya Memulai dan Menjawab Salam dari Umat Berbeda Agama
  • RIP Paus Emeritus Benedictus XVI dan Dialog Mubadalah antar Agama-agama
  • Ensiklik LaudatoSi Katolik dan Prinsip Mubadalah

Baca Juga:

Makna Perempuan Kurang Akal dan Agama dalam Pandangan Abu Syuqqah

Bagaimana Hukumnya Memulai dan Menjawab Salam dari Umat Berbeda Agama

RIP Paus Emeritus Benedictus XVI dan Dialog Mubadalah antar Agama-agama

Ensiklik LaudatoSi Katolik dan Prinsip Mubadalah

HAM itu gratis. HAM itu terberi. HAM tidak bisa dicabut. Kira-kira seperti itulah pernyataan paling sederhana tentang HAM dalam pengetahuan saya yang sangat pendek.

Namun, pernyataan tersebut menimbulkan beberapa pertanyaan tantangan. Apakah dengan HAM yang melekat pada setiap manusia akan menimbulkan Kewajiban Asasi Manusia? Apakah dalam mendapatkan hak asasi, ada kewajiban yang harus kita lakukan? Apabila kita tidak melakukan kewajiban-kewajiban tersebut, apakah kemudian hak asasi kita hilang?

HAM merupakan hak istimewa, wajib dipenuhi, tanpa adanya kewajiban yang harus kita penuhi. Seperti jantung dalam tubuh manusia yang apabila dihilangkan manusia juga akan kehilangan nyawa. Seperti itulah idealnya HAM yang didapatkan semua orang sedari lahir. Apabila dihilangkan, derajat kemanusiaan berkurang bahkan hilang.

Sebagai warga negara, negara merupakan pihak yang harus bertanggung jawab terhadap HAM setiap warganya. Secara konsep, HAM mengangankan kehidupan manusia yang damai dan aman. Namun, pada kenyataannya, hak asasi manusia seperti hak beragama pun sering kali diusik.

Lalu apakah kebebasan beragama juga meliputi kebebasan untuk tak beragama?

Sila pertama dalam Pancasila sering kali dipakai untuk mengklaim bahwa setiap warga negara Indonesia harus memiliki agama. Bahkan, beberapa ada yang berpendapat bahwa agama yang boleh dianut hanya agama yang diakui oleh pemerintah: Islam, Katholik, Konghucu, Budha, Hindu, dan Kristen.

Selain itu, muncul kelompok yang menolak kepercayaan lokal yang telah lama hidup di Indonesia. Padahal, jika kita coba telisik, sila pertama berbicara mengenai Tuhan, bukan agama. Tafsir terkait ‘beragama’ dalam sila pertama Pancasila yang berbunyi ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’.

Kalimat sila pertama dalam Pancasila tersebut seolah menganjurkan kita untuk mempunyai Tuhan, bukan agama. Lalu memunculkan pertanyaan: apakah ber-Tuhan harus memiliki agama?

Lebih jauh, diksi ‘ketuhanan’ berarti konsep mengenai Tuhan. Ketuhanan merupakan sifat-sifat Tuhan, bukan Tuhan itu sendiri. Penggunaan kata ‘Esa’ daripada ‘Eka’ merupakan pilihan yang luar biasa. Eka artinya tunggal. Sedangkan esa artinya sesuatu yang tak terbilang. Sang kreator Pancasila hendak mengakomodir agama serta kepercayaan dengan konsep ketuhanan yang tidak tunggal.

Maka dari itu, sila pertama Pancasila tidak berbicara agama. Hanya tentang pedoman setiap manusia yang memiliki konsep ketuhanan masing-masing. Setiap orang berhak memilih konsep-konsep yang ada atau bahkan mengembangkan konsep baru. Karena hal tersebut, merupakan hak asasi setiap warga negara.

Terkait HAM yang dimiliki setiap individu, negara berperan dalam menjaga keberlangsungan kebebasan beragama. Interaksinya berlangsung khusus: negara dan individu. Peran negara berhubungan langsung terhadap setiap kepala, bukan kelompok. Jadi, setiap orang dapat menuntut negara jika hak asasinya terganggu.

Peran Negara

Negara tidak boleh terlalu ikut campur akan keyakinan setiap warganya. Setiap orang berhak memilih apa yang hendak ia yakini. Kalaupun boleh, negara tidak dapat mengetahui hal-hal yang diimajinasikan serta dihayati oleh masyarakatnya. Negara harus menghormati setiap pilihan dari warganya. Dalam hal ini, negara perlu bersikap pasif.

Beberapa tahun lalu, kepasifan negara mendapat ujian ketika Front Pembela Islam (FPI) beraksi. Setelah FPI melakukan berbagai tindakan yang acapkali menciderai kebebasan beragama, sebelum akhirnya organisasi tersebut dibubarkan.

Pertanyaan yang kemudian muncul ialah, apakah FPI dibubarkan oleh negara adalah tindakan yang tepat? Apakah organisasi yang anti demokrasi harus dibubarkan? Bukankah dengan membubarkan suatu organisasi masyarakat (Ormas), berarti kita sendiri juga termasuk anti demokrasi? Masyarakat menjadi bingung.

Membubarkan organisasi secara paksa sama halnya menghilangkan ide-ide yang ada dalam pikiran masyarakat. Sayangnya, negara seringkali menjadi pelaku. Padahal, terkait ide, negara seyogyanya sebatas menghormati saja.

Contoh sederhana, sebesar dan sekeras apapun ketidaksetujuan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), selama hal itu masih dalam ‘ide’, tidak merampas dan merugikan hak asasi orang lain, negara tak perlu ikut campur.

Apabila kepercayaan seseorang sudah berubah menjadi aksi mobilisasi serta tindakan yang mengancam kehidupan orang lain, barulah negara harus bertindak aktif. Negara harus melindungi setiap orang yang keamanannya terganggu orang lain karena kepercayaan yang dianutnya. Negara harus hadir.

Contohnya seperti pengrusakan tempat ibadah atau perkampungan penganut kepercayaan tertentu, dengan beralasankan hal apapun, harus ditindak tegas dengan hukum yang berlaku.

Fenomena seperti ini perlu diresapi oleh negara, baik dari tatanan kementerian, hingga pemerintah setempat. Setiap kali terjadi kasus kekerasan dengan mengatasnamakan agama, negara harus hadir untuk menyelesaikan kasus tersebut. Jangan malah malu-malu atau bahkan tak tegas bersikap. Apalagi justru negara terlibat/mendukung aksi kekerasan tersebut.

Semoga dengan diperingatinya Hari Departemen Agama tahun 2022 ini, menjadi refleksi untuk kita semua dalam menghormati, menghargai, serta menjaga perbedaan agama dan kepercayaan yang ada di Indonesia. Karena kita sama-sama manusia, yang harus saling memanusiakan. []

Tags: agamahamKepercayaanNegara
Irfan Hidayat

Irfan Hidayat

Alumni Hukum Tata Negara UIN Sunan Kalijaga, Kader PMII Rayon Ashram Bangsa

Terkait Posts

Pengelolaan Sampah

Bagaimana Cara Melakukan Pengelolaan Sampah di Pengungsian?

31 Januari 2023
Aborsi Korban Perkosaan

Ulama Bolehkan Aborsi Korban Perkosaan

31 Januari 2023
Pemakaman Muslim Indonesia

5 Konsep Pemakaman Muslim Indonesia dan Kontribusinya dalam Pelestarian Lingkungan Hidup

30 Januari 2023
Ulama Perempuan

Ulama Perempuan dan Gerak Kesetaraan Antar-umat Beragama

30 Januari 2023
Tradisi Tedhak Siten

Menggali Makna Tradisi Tedhak Siten, Benarkah Tidak Islami?

29 Januari 2023
Content Creator, Ngemis Online

Content Creator atau Ngemis Online?

28 Januari 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • keluarga

    7 Prinsip Dalam Berkeluarga Ala Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Relasi Keluarga Berencana dalam Perspektif Mubadalah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Melihat Keterlibatan Perempuan dalam Tradisi Nyadran Perdamaian di Temanggung Jawa Tengah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kisah Saat Nabi Saw Tertawa Karena Mendengar Cerita Kentut dari Salma

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Akhlak Manusia Sebagai Ruh Fikih

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Pandangan Abu Syuqqah Tentang Isu Kesetaraan Gender
  • Mematri Wasiat Buya Husein Muhammad
  • Kisah Saat Nabi Saw Apresiasi Kepada Para Perempuan Pekerja
  • Pertemuan Mitologi, Ekologi, dan Phallotechnology dalam Film Troll
  • Kisah Saat Nabi Saw Tertawa Karena Mendengar Cerita Kentut dari Salma

Komentar Terbaru

  • Refleksi Menulis: Upaya Pembebasan Diri Menciptakan Keadilan pada Cara Paling Sederhana Meneladani Gus Dur: Menulis dan Menyukai Sepakbola
  • 5 Konsep Pemakaman Muslim Indonesia pada Cerita Singkat Kartini Kendeng dan Pelestarian Lingkungan
  • Ulama Perempuan dan Gerak Kesetaraan Antar-umat Beragama pada Relasi Mubadalah: Muslim dengan Umat Berbeda Agama Part I
  • Urgensi Pencegahan Ekstrimisme Budaya Momshaming - Mubadalah pada RAN PE dan Penanggulangan Ekstrimisme di Masa Pandemi
  • Antara Ungkapan Perancis La Femme Fatale dan Mubadalah - Mubadalah pada Dialog Filsafat: Al-Makmun dan Aristoteles
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist