• Login
  • Register
Jumat, 4 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Negara, Agama, dan HAM: Refleksi Menghormati Perbedaan

Negara harus melindungi setiap orang yang keamanannya terganggu orang lain karena kepercayaan yang dianutnya. Negara harus hadir

Irfan Hidayat Irfan Hidayat
03/01/2022
in Publik
0
refleksi menghormati perbedaan

refleksi menghormati perbedaan

116
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Bagaimana refleksi menghormati perbedaan? Setiap tanggal 3 Januari, Indonesia memperingati Hari Departemen Agama. Fenomena ini bermula pada 3 Januari 1946, bertepatan dengan didirikannya  Kementerian Agama secara resmi. Pemerintah pada saat itu mengangkat H. Mohammad Rasjidi sebagai Menteri Agama pertama.

Sekitar 75 tahun Departemen Agama Indonesia telah berdiri sebagai sebuah lembaga negara. Selama itu pula Indonesia merangkul berbagai macam Agama dan kepercayaan dalam wadah kebhinekaan.

Setiap warga negara Indonesia dilindungi haknya dalam menentukan, memilih, dan menganut agama dan kepercayaannya masing-masing. Hal itu terjamin dalam Konstitusi Indonesia, yakni Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang menegaskan akan jaminan kebebasan beragama.

Jaminan kebebasan beragama tersebut tertuang dalam Pasal 29 Ayat (2), yakni “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduknya untuk memeluk agama”

Berbicara tentang kebebasan beragama, maka tidak bisa lepas dari Hak Asasi Manusia (HAM). Sebelum terlalu jauh, kita tentu perlu paham terlebih dahulu tentang HAM. Dalam pengertian yang sangat sederhana, hak asasi merupakan hak-hak dasar yang melekat pada setiap manusia sejak ia dilahirkan, tanpa terkecuali.

Baca Juga:

Bisnis Mentoring Poligami: Menjual Narasi Patriarkis atas Nama Agama

Dokumen Abu Dhabi: Warisan Mulia Paus Fransiskus dan Imam Besar Al-Tayyeb Bagi Dunia

Penyegelan Masjid Ahmadiyah di Banjar: Negara Masih Gagal Menjamin Kebebasan Beragama

Perspektif Heterarki: Solusi Konseptual Problem Maraknya Kasus Kekerasan Seksual di Lembaga Pendidikan Agama  

HAM itu gratis. HAM itu terberi. HAM tidak bisa dicabut. Kira-kira seperti itulah pernyataan paling sederhana tentang HAM dalam pengetahuan saya yang sangat pendek.

Namun, pernyataan tersebut menimbulkan beberapa pertanyaan tantangan. Apakah dengan HAM yang melekat pada setiap manusia akan menimbulkan Kewajiban Asasi Manusia? Apakah dalam mendapatkan hak asasi, ada kewajiban yang harus kita lakukan? Apabila kita tidak melakukan kewajiban-kewajiban tersebut, apakah kemudian hak asasi kita hilang?

HAM merupakan hak istimewa, wajib dipenuhi, tanpa adanya kewajiban yang harus kita penuhi. Seperti jantung dalam tubuh manusia yang apabila dihilangkan manusia juga akan kehilangan nyawa. Seperti itulah idealnya HAM yang didapatkan semua orang sedari lahir. Apabila dihilangkan, derajat kemanusiaan berkurang bahkan hilang.

Sebagai warga negara, negara merupakan pihak yang harus bertanggung jawab terhadap HAM setiap warganya. Secara konsep, HAM mengangankan kehidupan manusia yang damai dan aman. Namun, pada kenyataannya, hak asasi manusia seperti hak beragama pun sering kali diusik.

Lalu apakah kebebasan beragama juga meliputi kebebasan untuk tak beragama?

Sila pertama dalam Pancasila sering kali dipakai untuk mengklaim bahwa setiap warga negara Indonesia harus memiliki agama. Bahkan, beberapa ada yang berpendapat bahwa agama yang boleh dianut hanya agama yang diakui oleh pemerintah: Islam, Katholik, Konghucu, Budha, Hindu, dan Kristen.

Selain itu, muncul kelompok yang menolak kepercayaan lokal yang telah lama hidup di Indonesia. Padahal, jika kita coba telisik, sila pertama berbicara mengenai Tuhan, bukan agama. Tafsir terkait ‘beragama’ dalam sila pertama Pancasila yang berbunyi ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’.

Kalimat sila pertama dalam Pancasila tersebut seolah menganjurkan kita untuk mempunyai Tuhan, bukan agama. Lalu memunculkan pertanyaan: apakah ber-Tuhan harus memiliki agama?

Lebih jauh, diksi ‘ketuhanan’ berarti konsep mengenai Tuhan. Ketuhanan merupakan sifat-sifat Tuhan, bukan Tuhan itu sendiri. Penggunaan kata ‘Esa’ daripada ‘Eka’ merupakan pilihan yang luar biasa. Eka artinya tunggal. Sedangkan esa artinya sesuatu yang tak terbilang. Sang kreator Pancasila hendak mengakomodir agama serta kepercayaan dengan konsep ketuhanan yang tidak tunggal.

Maka dari itu, sila pertama Pancasila tidak berbicara agama. Hanya tentang pedoman setiap manusia yang memiliki konsep ketuhanan masing-masing. Setiap orang berhak memilih konsep-konsep yang ada atau bahkan mengembangkan konsep baru. Karena hal tersebut, merupakan hak asasi setiap warga negara.

Terkait HAM yang dimiliki setiap individu, negara berperan dalam menjaga keberlangsungan kebebasan beragama. Interaksinya berlangsung khusus: negara dan individu. Peran negara berhubungan langsung terhadap setiap kepala, bukan kelompok. Jadi, setiap orang dapat menuntut negara jika hak asasinya terganggu.

Peran Negara

Negara tidak boleh terlalu ikut campur akan keyakinan setiap warganya. Setiap orang berhak memilih apa yang hendak ia yakini. Kalaupun boleh, negara tidak dapat mengetahui hal-hal yang diimajinasikan serta dihayati oleh masyarakatnya. Negara harus menghormati setiap pilihan dari warganya. Dalam hal ini, negara perlu bersikap pasif.

Beberapa tahun lalu, kepasifan negara mendapat ujian ketika Front Pembela Islam (FPI) beraksi. Setelah FPI melakukan berbagai tindakan yang acapkali menciderai kebebasan beragama, sebelum akhirnya organisasi tersebut dibubarkan.

Pertanyaan yang kemudian muncul ialah, apakah FPI dibubarkan oleh negara adalah tindakan yang tepat? Apakah organisasi yang anti demokrasi harus dibubarkan? Bukankah dengan membubarkan suatu organisasi masyarakat (Ormas), berarti kita sendiri juga termasuk anti demokrasi? Masyarakat menjadi bingung.

Membubarkan organisasi secara paksa sama halnya menghilangkan ide-ide yang ada dalam pikiran masyarakat. Sayangnya, negara seringkali menjadi pelaku. Padahal, terkait ide, negara seyogyanya sebatas menghormati saja.

Contoh sederhana, sebesar dan sekeras apapun ketidaksetujuan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), selama hal itu masih dalam ‘ide’, tidak merampas dan merugikan hak asasi orang lain, negara tak perlu ikut campur.

Apabila kepercayaan seseorang sudah berubah menjadi aksi mobilisasi serta tindakan yang mengancam kehidupan orang lain, barulah negara harus bertindak aktif. Negara harus melindungi setiap orang yang keamanannya terganggu orang lain karena kepercayaan yang dianutnya. Negara harus hadir.

Contohnya seperti pengrusakan tempat ibadah atau perkampungan penganut kepercayaan tertentu, dengan beralasankan hal apapun, harus ditindak tegas dengan hukum yang berlaku.

Fenomena seperti ini perlu diresapi oleh negara, baik dari tatanan kementerian, hingga pemerintah setempat. Setiap kali terjadi kasus kekerasan dengan mengatasnamakan agama, negara harus hadir untuk menyelesaikan kasus tersebut. Jangan malah malu-malu atau bahkan tak tegas bersikap. Apalagi justru negara terlibat/mendukung aksi kekerasan tersebut.

Semoga dengan diperingatinya Hari Departemen Agama tahun 2022 ini, menjadi refleksi untuk kita semua dalam menghormati, menghargai, serta menjaga perbedaan agama dan kepercayaan yang ada di Indonesia. Karena kita sama-sama manusia, yang harus saling memanusiakan. []

Tags: agamahamKepercayaanNegara
Irfan Hidayat

Irfan Hidayat

Alumni Hukum Tata Negara UIN Sunan Kalijaga, Kader PMII Rayon Ashram Bangsa

Terkait Posts

Kritik Tambang

Pak Bahlil, Kritik Tambang Bukan Tanda Anti-Pembangunan

4 Juli 2025
Isu Iklim

Komitmen Disabilitas untuk Isu Iklim

3 Juli 2025
KB sebagai

Merencanakan Anak, Merawat Kemanusiaan: KB sebagai Tanggung Jawab Bersama

3 Juli 2025
Poligami atas

Bisnis Mentoring Poligami: Menjual Narasi Patriarkis atas Nama Agama

3 Juli 2025
Konten Kesedihan

Fokus Potensi, Difabel Bukan Objek Konten Kesedihan!

3 Juli 2025
SAK

Melihat Lebih Dekat Nilai Kesetaraan Gender dalam Ibadah Umat Hindu: Refleksi dari SAK Ke-2

2 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Beda Keyakinan

    Meninjau Ulang Cara Pandang terhadap Orang yang Berbeda Keyakinan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bisnis Mentoring Poligami: Menjual Narasi Patriarkis atas Nama Agama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Laki-laki Juga Bisa Jadi Penjaga Ruang Aman di Dunia Digital

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Fokus Potensi, Difabel Bukan Objek Konten Kesedihan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ketika Istilah Marital Rape Masih Dianggap Tabu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Berjalan Bersama, Menafsir Bersama: Epistemic Partnership dalam Tubuh Gerakan KUPI
  • Islam Melawan Oligarki: Pelajaran dari Dakwah Nabi
  • Pak Bahlil, Kritik Tambang Bukan Tanda Anti-Pembangunan
  • Mengapa Islam Harus Membela Kaum Lemah?
  • Komitmen Disabilitas untuk Isu Iklim

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID