• Login
  • Register
Selasa, 20 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Figur

Nyai Khairiyah Hasyim Pelopor Pendidikan Perempuan di Tanah Haramain

Nyai Khairiyah Hasyim adalah putri kedua dari tokoh besar NU, K.H. Hasyim Asy’ari dan Nyai Nafiqah yang lahir pada tahun 1906. Meskipun sama-sama turut memajukan dunia pendidikan bagi kaum perempuan, nama Nyai Khairiyah Hasyim tidak sepopuler RA. Kartini, Rohana Kudus, atau Dewi Sartika

Hilda Rizqi Elzahra Hilda Rizqi Elzahra
09/07/2022
in Figur
0
Pendidikan Perempuan

Pendidikan Perempuan

306
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Semangat belajar Nyai Khairiyah Hasyim memang patut kita teladani. Pada masanya, di mana pendidikan perempuan masih dinilai sebagai hal yang tidak penting, namun beliau mampu membuktikan bahwa perempuan bisa berdaya melalui pendidikan.

Nyai Khairiyah Hasyim adalah putri kedua dari tokoh besar NU, K.H. Hasyim Asy’ari dan Nyai Nafiqah yang lahir pada tahun 1906. Meskipun sama-sama turut memajukan dunia pendidikan bagi kaum perempuan, nama Nyai Khairiyah Hasyim tidak sepopuler RA. Kartini, Rohana Kudus, atau Dewi Sartika.

Hal ini dikarenakan pemikiran yang dilahirkan hanya mengkhususkan untuk dunia pesantren dan lembaga pendidikan Islam saja. Namun meskipun begitu, pemikirannya telah menjadi episentrum bagi pendidikan perempuan di dunia pesantren

Walau tidak mendapatkan kesempatan seperti saudara laki-lakinya yang bisa menimba ilmu hingga keluar rumah, tetapi tidak membuatnya kehilangan semangat belajarm. Menurutnya belajar bisa ia lakukan di mana saja. Seperti di balik tirai mendengarkan dengan cermat penjelasan sang ayah kepada santrinya.

Nyai Khairiyah Hasyim Memperoleh Pengajaran dari Ayahnya

Layaknya buah hati  KH. Hasyim yang lain, Nyai Siti Khairiyah Hasyim juga memperoleh pelajaran khusus dari ayahnya. Selain belajar ilmu Al-Quran dan kitab kuning, ia juga mempelajari keterampilan dan ilmu pengetahuan umum lainnya.

Baca Juga:

Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon

Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

KUPI Dorong Masyarakat Dokumentasikan dan Narasikan Peran Ulama Perempuan di Akar Rumput

Sang ayah adalah sosok pembimbing utama Nyai Khaririyah, baik dalam membentuk kepribadiannya maupun latar belakang keilmuannya. Selain itu karakter Nyai Khairiyah yang memang tekun, mandiri dan tidak manja. Dengan begitu, tidak heran jika dasar pengetahuan agamanya sangat baik dan menancap kuat di dalam dirinya.

Nyai Khairiyah menikah dengan salah seorang santri ayahnya yang bernama Maksum Ali yang berasal dari keluarga besar Pesantren Maskumambang Gresik. Maksum Ali dikenal sebagai santri yang alim dan pandai.

Meskipun sudah berstatus isteri, Nyai Khairiyah tetap memiliki semangat belajar. Memiliki suami yang alim dan pandai membuat Nyai Khairiyah semakin giat memperdalam berbagai ilmu. Ia mengaji langsung kepada suaminya sebagai upaya mengembangkan pengetahuan yang selama ini ia peroleh dari ayahnya.

Melansir  dari laman Tebuireng.online, bahwa kitab yang suaminya ajarkan antara lain Tafsir Jalalain, Fathul Muin, Tahrir Asymuni, Jauhar Maknun Alfiyah, Jamiul Jawami, Al Hikam, dan lain-lain.

Sejarah Pesantren Seblak Jombang

Tiba waktunya menetas dalam keilmuan, pada tahun 1921 ia mendampingi suaminya mendirikan Pesantren Seblak atas dawuh dari ayahnya. Mereka mendirikan Madrasah Salafiyah Syafiliyah dan TK Ibtidaiyah yang masih tingkatan sifir awal dan tsani (tahun pertama dan kedua atau persiapan memasuki madrasah lima tahun berikutnya).

Seiring berjalannya waktu ia menjalani kehidupan sebagai seorang isteri Kiai Maksum Ali, hingga pada tahun 1933 suaminya tutup usia dan mewariskan kepengurusan pesantren Seblak pada dirinya. Memimpin sebuah pesantren adalah hal yang amat langka dilakukan oleh perempuan pada masa itu.

Setelah lima tahun kepergian suaminya, seorang ulama yang berasal dari Lasem Jawa Tengah bernama KH. Muhaimin mempersuntingnya. Setelah menerima pinangan dan menjadi isteri sahnya, KH. Muhaimin memboyongnya ke Makkah, di mana pada saat itu Kiai Muhaimin menjadi Kepala Madrasah Darul Ulum menggantikan Syekh Yasin Al-Fadany, seorang ulama besar Nusantara yang bermukim di sana.

Nyai Khairiyah Mukim Di Makkah

Karena sangat mencintai dunia pendidikan, di Makkah Nyai Khairiyah juga tidak bisa lepas dari dunia tersebut. Beliau mendedikasikan ilmunya karena sangat prihatin dengan kondisi pendidikan perempuan di sana. Pasalnya belum ada sekolah perempuan saat itu di Makkah. Banyak yang tidak bisa baca tulis bahkan tidak bisa berhitung meskipun secara sederhana.

Rasa prihatin tersebut melahirkan sebuah gagasan untuk sebuah madrasah putri pertama di Makkah. Dan pada tahun 1942, gagasan tersebut akhirnya terwujud.

Madrasah itu diberi nama Madrasatul lil Banat / Madrasah Kuttabul Banat / Madrasah al Banat yang merupakan bagian dari Madrasah Darul Ulum tempat suaminya mengajar. Sebagai perempuan Muslim Indonesia, kita patut bangga karena beliau mampu membuka madrasah perempuan pertama di Tanah Suci.

Perjuangannya di dunia pendidikan tidak selamanya berada di tanah suci. KH. Muhaimin meninggal dunia, pada tahun 1956 ia kembali ke Tanah Air setelah hampir 20 tahun bermukim di Makkah. Kepulangannya ke Indonesia juga bukan karena perkara yang remeh.

Presiden Soekarno mengutusnya untuk membantu mengatasi persoalan pendidikan Islam, dan mengembangkan pesantren di Indonesia. Bagi Soekarno, Indonesia membutuhkan sosok-sosok hebat seperti Nyai Khairiyah untuk membantu perjuangan memajukan pendidikan perempuan di Indonesia.

Bak Srikandi di zamannya, Nyai Khairiyah dianggap bukan perempuan biasa. Kedalaman ilmu dan kepiawaiannya memimpin institusi pendidikan sudah banyak terakui oleh berbagai kalangan. Bahkan beliau mendapat julukan ‘Kiai Putri”.

Aktif Menjadi Anggota Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama

Kembalinya Nyai Khairiyah ke tempat kelahirannya, menjadikan ia satu-satunya perempuan yang mampu menjadi anggota Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama (NU). Bahtsul Masail merupakan kumpulan para ulama dan kiai sepuh yang memiliki kedalaman dan keluasan ilmu agama. Kecerdasannya terpancar melalui cara beliau berargumen dengan kiai-kiai lain di Bahtsul Masail.

Di lain kesempatan beliau pernah menolak mengajarkan kitab “Uqud Al-Lujain”. Kitab yang membahas tentang hubungan suami istri dan hak kewajiban perempuan, pasalnya menurut Nyai Khairiyah, kitab tersebut berat sebelah karena penulisnya seorang lelaki.

Dia berpendapat seharusnya ada kitab semacam ini yang perempuan tulis. Pada zaman sekarang, hal ini sama persis dengan apa yang digagas oleh Shinta Nuriyah, isteri Gus Dur. Beliau mengkaji ulang kitab tersebut dan langkah ini telah melahirkan wajah baru relasi suami isteri yang bersumber dari telaah ulang atau kajian kembali tentang kitab Uqud al-Lujjayn karya Muhammad Ibn Umar al-Banten al-Jawy oada tahun 1877 M.

Aktifitas belajarnya tidak hanya di dunia pendidikan, Ia juga aktif untuk menulis di berbagai media massa. Salah satu tulisannya adalah yang berjudul ”Pokok Tjeramah dan Pengertian Antar Mazahib dan Toleransinya”. Tulisan itu termuat di majalah Gema Islam pada Agustus 1962.

Pada masa itu, tulisan dari kaum perempuan biasanya membahas dunia domestik, style, dll. Namun, Nyai Khairiyah keluar dari anggapan tersebut. Beliau menulis tentang pentingnya sikap tasamuh atau toleransi dalam menganut ajaran agama Islam.

Salah satu penggalan narasinya adalah “Tidaklah ada jalan lain dalam pembinaan masyarakat Islam di bawah naungan tasamuh antar mazhab, kecuali belajar dan tekun.”

Benih ilmu yang ia tabur merentang dari Jombang hingga Makkah. Seorang perempuan ulama yang kontribusinya begitu besar di dunia pendidikan. Melalui Madrasah yang ia dirikan, telah mengangkat harkat dan martabat perempuan Arab dalam dunia pendidikan secara sistematis, yang sebelumnya masih terbelakang dan terkungkung dalam sangkar istana rumah tangga. []

 

Tags: aktivis perempuanPendidikan PerempuanPendidikan Ulama PerempuanPerempuan UlamaSekolah Perempuanulama perempuan
Hilda Rizqi Elzahra

Hilda Rizqi Elzahra

Mahasiswi jelata dari Universitas Islam Negeri Abdurrahman Wahid, pegiat literasi

Terkait Posts

Nyai Nur Channah

Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

19 Mei 2025
Nyai A’izzah Amin Sholeh

Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami

18 Mei 2025
Nyai Ratu Junti

Nyai Ratu Junti, Sufi Perempuan dari Indramayu

17 Mei 2025
Nyi HIndun

Mengenal Nyi Hindun, Potret Ketangguhan Perempuan Pesantren di Cirebon

16 Mei 2025
Ibu Nyai Hj. Djamilah Hamid Baidlowi

Ibu Nyai Hj. Djamilah Hamid Baidlowi: Singa Podium dari Bojonegoro

9 Mei 2025
Rasuna Said

Meneladani Rasuna Said di Tengah Krisis Makna Pendidikan

5 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kekerasan Seksual Sedarah

    Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia
  • Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama
  • KUPI Dorong Masyarakat Dokumentasikan dan Narasikan Peran Ulama Perempuan di Akar Rumput

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version