Dalam al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 187 Allah berfirman:
هن لبا س لكم واْنثم لبا س هن
“ Mereka (isteri kalian) adalah pakain bagi kalian (para suami), dan kalian (para suami) adalah pakaian bagi mereka (isteri kalian).”
Penggalan ayat di atas adalah kiasan yang sangat indah dari al-Qur’an mengenai suami isteri. Suami ibarat pakaian bagi isteri. Sebaliknya, isteri juga ibarat pakaian bagi suami. Keduanya memiliki fungsi yang sama, yakni menjadi pakaian bagi pasangannya.
Ada yang berseloroh, kalau isteri atau suami kita ibarat pakaian, enak dong, bisa gonta ganti setiap saat. Bahkan ada yang menganggap ayat ini merupakan legitimasi dari kawin cerai. Masya Allah! Ini sungguh pemahaman yang ngeres plus ngawur karena melihat sesuatu hanya dari sisi kecenderungan nafsu hewaniah manusia.
Padahal kita tahu, meski sama-sama punya nafsu seks, manusia bukanlah binatang. Dan Al-Qur’an pasti tidak mengkehendaki perkawinan manusia seperti binatang yang bisa gonta –ganti pasangan setiap saat asalkan sama-sama mau.
Jika demikian, sangat tidak tepat dan bahkan berlawanan dengan prinsip Islam jika ayat ini dipahami sebagai dalil bolehnya berganti-ganti pasangan seperti berganti-ganti pakaian. Apalagi al-Qur’an sendiri menyatakan bahwa pernikahan adalah mitsaqan ghaliidzan atau perjanjian suci yang sangat kuat. Dalam surah an-Nisa’ ayat 21 Allah berfirman:
وكيف تاْ خدونه وقد اْفضى بعضكم الى بعض واْخدْن منكم ميثا قا غليظا
“Dan bagaimana kamu hendak mengambil (mahar) padahal sebagian dari kamu telah menggauli sebagian yang lain dan mereka (para isteri) telah mendapatkan dari kamu perjanjian yang sangat tebal (kuat).”
Jelas bahwa semangat al-Qur’an bukan menggampangkan gonta-ganti pasangan seperti gonta-ganti pakaian, meskipun dalam keadaan tertentu perceraian dan berganti pasangan dipandang sebagai sebab solusi. Merenungi ayat ini dengan hati yang runduk akan membawa kita menemukan makna yang dalam tentang arti pasangan kita dalam perkawinan. Suami isteri adalah pakaian bagi pasangannya. Seperti pakaian, suami dan isteri adalah penutup aurat pasangannya; penjaga kesehatan; penjaga kehormatan dan pembuat indah penampilannya.
Penutup Aurat
Dalam syariat Islam fungsi pakaian yang utama adalah penutup aurat. Aurat secara bahasa berarti celah atau aib. Karenanya ia harus ditutup. Sebab, jika tidak, ia akan menjadi aib yang memalukan. Itulah sebabnya alat kelamin biasa disebut kemaluan. Dalam literasi fikih kemaluan adalah “aurat mughaladzah” (aurat yang paling berat bobot kewajibannya untuk ditutupi). Manusia yang berakal dan berbudi pasti malu jika auratnya terlihat. Maka, pakaian diperlukan agar aurat tertutup dan manusia tidak didera rasa malu.
Pasangan kita adalah pakaian yang berfungsi menutup aurat kita. Dengan menikah, rasa malu akibat berhubungan seks yang tidak benar tidak ada lagi. Sebaliknya ia menjadi ibadah. Menyenangkan dan menentramkan. Bahkan malaikat merahmati hubungan seks sepasang suami isteri yang melakukannya dengan mengingat Allah. Jika demikian, suami kita adalah penutup aurat kita, kita juga penutup aurat suami.
Andaikata kita melakukan hubungan seks di luar nikah, dengan orang yang kita cintai sekali pun, maka hal itu akan meninggalkan aib dan rasa malu. Selian itu ada rasa berdosa. Lihatlah orang yang berzina atau berselingkuh. Ia pasti akan malu jika orang yang ia khawatirkan ternyata tahu. Bisa jadi tak sekedar malu, melainkan bisa membuat kehormatan keluarga tercoreng dan keharmonisan keluarga tercabik.
Kalau pun ada orang yang sedemikian cueknya menjalani kehidupan free sex di dunia, bukan berarti ia bebas dari rasa malu. Di dunia boleh jadi ia jumawa. Tapi nanti, ketika di akhirat semua perbuatannya diperlihatkan kembali oleh Allah tanpa disensor sedikit pun, rasa malu tak terperi akan ia rasakan. Rasa malu yang sudah tidak bisa ditebus lagi dengan taubat.
Jadi, bersyukurlah bagi yang dikaruniai pasangan oleh Allah. Berterimakasihlah kepada pasangan hidup kita karena ia telah menutup aurat kita. Ia telah menjadi orang yang membuat hal yang memalukan (hubungan seks di luar nikah) menjadi ibadah yang menyenangkan dan menentramkan (hubungan seks dalam pernikahan).
Penjaga Kesehatan
Kesehatan manusia sangat terkait dengan pakaiannya. Di musim dingin, manusia akan sakit jika memakai pakaian yang tipis. Sebaliknya di musim panas manusia akan berkeringat berlebihan dan tidak nyaman jika mengenakan pakaian tebal berlapis. Pakaian yang tepat akan membuat kesehatan manusia terjaga.
Pernikahan juga demikian. Suami dan isteri yang paham dan pengertian akan tahu bagaimana bersikap agar pasangannya sehat lahir dan batin dan sehat sosial. Bugar, bahagia, dan bisa bersosialisasi dengan baik. Kesadaran bahwa kesehatan lahir, batin dan sosial pasangan sangat dipengaruhi oleh pasangannya akan menuntun setiap pasangan untuk bertutur kata, bersikap dan berpola hidup yang sesuai dengan keadaan dan kebutuhan seperti halnya pakaian yang dipakai sesuai dengan musimnya.
Tatkala isteri sedang lelah, misalnya, suami yang sadar sebagai penjaga kesehatan isteri tak akan memaksa untuk dilayani, karena ia tahu hal itu akan membuat isterinya tidak nyaman dan menganggu kesehatannya. Begitu juga isteri yang menjaga kesehatan suaminya tak akan memaksa suami bekerja di luar batas kemampuan karena itu akan membuatnya tersiksa lahir batin.
Suami yang paham akan kesehatan sosial isterinya tahu bahwa sebagai manusia, isterinya juga mahluk sosial yang perlu belajar, bergaul, bekerja, dan beramal ma’ruf nahi mungkar sesuai kapasitasnya. Maka, suami yang demikian tidak akan bersikap posesif dan mengungkung isterinya sehingga membuatnya seperti katak dalam tempurung. Kesadaran bahwa suami/isteri adalah pakaian yang harus bisa menjaga kesehatan pasangannya secara lahir, batin, dan sosial sangatlah penting. Sebab, dengan kesadaran itu empati akan tumbuh dan kebahagiaan bisa terwujud.
Penjaga Kehormatan
Pakaian adalah penjaga kehormatan. Tanpa pakaian manusia tak ubahnya binatang. Pakaian juga bisa mempengaruhi bentuk penghormatan orang terhadap yang memakai. Seorang ulama besar yang menyamar dengan pakaian gembel, misalnya, akan diperlakukan seperti gembel oleh orang yang tidak tahu siapa dia. Pakaian dengan demikian, adalah penjaga kehormatan di sisi Allah (sebagai penutup aurat) dan di sisi manusia (sebagai penanda identitas).
Pasangan kita adalah pakaian yang bisa membuat kehormatan kita terjaga. Keberadaannya bisa membuat naluri biologis kita memperoleh saluran yang terhormat. Dalam acara keluarga, misalnya. Seseorang yang hadir dengan pasangannya tentu akan mendapatkan penghormatan yang berbeda dengan yang tidak.
Jika suatu saat berpergian, keberadaan pasangan di samping kita juga berfungsi menjaga kehormatan. Suami yang ada di samping kita bisa membuat laki-laki lain tidak melecehkan kita. Perempuan lain pun mengurungkan niatnya mendekati suami kita karena tahu ada kita di sampingnya. Begitulah, suami adalah penjaga kehormatan kita di sisi Allah dan di mata manusia. Maka, sungguh sayang jika fungsi penjaga kehormatan ini kemudian dicederai dengan pengkhianatan dan selingkuh.
Pembuat Indah Penampilan
Selain fungsi syariat dan sosial, pakaian juga memiliki fungsi estetik. Karena fungsi inilah maka desain pakaian adalah wahana kreasi yang tak pernah berhenti. Pakaian yang tepat dan serasi akan membuat pemakainya menjadi tampil menawan.
Suami yang baik akan selalu berusaha menjadi pakaian yang membuat isterinya tampak lebih indah; perilakunya, ucapanya, dan penampilannya. Demikian juga sebaliknya. Sungguh sangat sayang jika pernikahan tidak menjadikan isteri lebih indah karena suaminya, dan suami lebih menawan karena isterinya. Sebab, hubungan suami-isteri yang begitu kuat dan intens sesungguhnya bisa menjadi ajang bagi sepasang suami-isteri untuk menebarkan pengaruh positif pada pasangannya.
Dengan intensitas itu idealnya masing-masing memberikan sentuhan estetik pada pasanganya sehingga gaya hidup, gaya berkomunikasi dan gaya berperilaku pasangannya menjadi lebih indah menawan. Jika estetik pakaian ada dalam sebuah ilmu yang bernama tata-busana, maka estetik suami-isteri ada dalam sebuah rumah tangga yang indah tata-kramanya.
Bila setiap orang harus menjadi pakaian dengan beragam fungsi bagi pasangannya, rasanya salah satu kunci rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah sudah terpegang. Maka, kita pun layak bertanya pada diri sendiri sudahkan kita menjadi pakaian bagi suami kita? []