Rabu, 19 November 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Human Rights Tulip 2025

    KUPI Masuk 10 Deretan Pembela HAM Dunia dalam Human Rights Tulip 2025

    KUPI

    KUPI: Jalan Panjang Ulama Perempuan Menuju Pengakuan Global

    Bedah Buku #Reset Indonesia

    Bedah Buku #Reset Indonesia: Membongkar Kegagalan Sistemik Negeri Ini

    silent revolution

    Prof. Alimatul Qibtiyah Sebut Silent Revolution sebagai Wajah Gerakan Perempuan Indonesia

    Alimat

    Alimat Teguhkan Arah Gerakan Perempuan Lewat Monev Sosialisasi Pandangan Keagamaan KUPI tentang P2GP

    mahasiswa dan diaspora Indonesia di Sydney

    Mahasiswa dan Diaspora Indonesia di Sydney Tolak Soeharto Jadi Pahlawan Nasional

    Soeharto

    Menolak Gelar Pahlawan: Catatan Hijroatul Maghfiroh atas Dosa Ekologis Soeharto

    Pahlawan Soeharto

    Ketua PBNU hingga Sejarawan Tolak Gelar Pahlawan Soeharto, Dosanya Besar bagi NU dan Masyarakat

    Disabilitas

    Di UNIK Cipasung, Zahra Amin: Jadikan Media Digital Ruang Advokasi bagi Penyandang Disabilitas

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Ulama Perempuan Rahima

    Dari Rahima, Alimat, hingga Fahmina: Fondasi Kuat Gerakan Ulama Perempuan Indonesia

    Penyandang Disabilitas

    Penyandang Disabilitas Dan Akses Di Jalan Raya

    para Ulama Perempuan

    KUPI dan Jejak Awal Perjuangan Ulama Perempuan Indonesia

    Fiqih Al-Murunah

    Mempraktikkan Fiqih Al-Murunah Untuk Difabel, Mungkinkah?

    beragama dan berkeyakinan

    Kegagalan Negara dalam Menjamin Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan

    Ruang Bioskop

    Mengapa Desain Ruang Bioskop Ableis terhadap Penonton Difabel?

    Perkawinan Katolik

    Perkawinan Katolik yang Sifatnya Monogami dan Tak Terceraikan

    Perempuan dan Alam

    Saat Alam Dirusak, Perempuan yang Paling Awal Menanggung Akibatnya

    Kampus Menjadi Ruang

    Bersama Melawan Bullying: Kampus Harus Menjadi Ruang Aman

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

    Perempuan Lebih Rendah

    Ketakwaan Perempuan Tidak Lebih Rendah dari Laki-laki

    Keterbukaan Rumah Tangga

    Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

    Keterbukaan

    Pentingnya Sikap Saling Keterbukaan dalam Rumah Tangga

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Human Rights Tulip 2025

    KUPI Masuk 10 Deretan Pembela HAM Dunia dalam Human Rights Tulip 2025

    KUPI

    KUPI: Jalan Panjang Ulama Perempuan Menuju Pengakuan Global

    Bedah Buku #Reset Indonesia

    Bedah Buku #Reset Indonesia: Membongkar Kegagalan Sistemik Negeri Ini

    silent revolution

    Prof. Alimatul Qibtiyah Sebut Silent Revolution sebagai Wajah Gerakan Perempuan Indonesia

    Alimat

    Alimat Teguhkan Arah Gerakan Perempuan Lewat Monev Sosialisasi Pandangan Keagamaan KUPI tentang P2GP

    mahasiswa dan diaspora Indonesia di Sydney

    Mahasiswa dan Diaspora Indonesia di Sydney Tolak Soeharto Jadi Pahlawan Nasional

    Soeharto

    Menolak Gelar Pahlawan: Catatan Hijroatul Maghfiroh atas Dosa Ekologis Soeharto

    Pahlawan Soeharto

    Ketua PBNU hingga Sejarawan Tolak Gelar Pahlawan Soeharto, Dosanya Besar bagi NU dan Masyarakat

    Disabilitas

    Di UNIK Cipasung, Zahra Amin: Jadikan Media Digital Ruang Advokasi bagi Penyandang Disabilitas

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Ulama Perempuan Rahima

    Dari Rahima, Alimat, hingga Fahmina: Fondasi Kuat Gerakan Ulama Perempuan Indonesia

    Penyandang Disabilitas

    Penyandang Disabilitas Dan Akses Di Jalan Raya

    para Ulama Perempuan

    KUPI dan Jejak Awal Perjuangan Ulama Perempuan Indonesia

    Fiqih Al-Murunah

    Mempraktikkan Fiqih Al-Murunah Untuk Difabel, Mungkinkah?

    beragama dan berkeyakinan

    Kegagalan Negara dalam Menjamin Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan

    Ruang Bioskop

    Mengapa Desain Ruang Bioskop Ableis terhadap Penonton Difabel?

    Perkawinan Katolik

    Perkawinan Katolik yang Sifatnya Monogami dan Tak Terceraikan

    Perempuan dan Alam

    Saat Alam Dirusak, Perempuan yang Paling Awal Menanggung Akibatnya

    Kampus Menjadi Ruang

    Bersama Melawan Bullying: Kampus Harus Menjadi Ruang Aman

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

    Perempuan Lebih Rendah

    Ketakwaan Perempuan Tidak Lebih Rendah dari Laki-laki

    Keterbukaan Rumah Tangga

    Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

    Keterbukaan

    Pentingnya Sikap Saling Keterbukaan dalam Rumah Tangga

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Pemimpin Perempuan di Pondok Pesantren, Bolehkah?

Ketaatan total perempuan pada laki-laki menjadi pandangan hidup yang terus menerus dikonstruksi di pesantren. Keluasan ilmu yang perempuan miliki tidak serta merta menjadikannya memiliki hak ijtihadi

Laily Nur Zakiya Laily Nur Zakiya
1 November 2022
in Personal
1
Pondok Pesantren

Pondok Pesantren

964
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Kepemimpinan perempuan masih menjadi perdebatan di kalangan masyarakat, terutama di pondok pesantren. Pada umumnya, pondok pesantren sebagai tempat pendidikan dan pendalaman ilmu agama Islam lebih identik dipimpin seorang laki-laki yang disebut kiai oleh para santri dan masyarakat. Sedangkan perempuan (nyai) anggapannya hanya pelengkap keberadaan kiai sebagai pimpinan.

Ketika kiai wafat maka yang menggantikan takhta kepemimpinan  adalah puteranya. Meskipun kompetensi dan keunggulan-keunggulan dalam memimpin pesantren lebih dimiliki oleh anak perempuan. Laksana sebuah kerajaan. Setiap ganti generasi, pesantren memiliki aset ekonomi, politik, dan sosial yang besar bagi para pewarisnya. Identitas kelaki-lakian mungkin hadir menjadi sosok yang berkepentingan menguasai berbagai aset-aset dunia termasuk pesantren.

Sementara itu, seperti sudah menjadi aspek mutlak di mana kiai lebih mendominasi dalam sistem kepesantrenan. Meskipun secara formal terdapat organisasi dan struktur kepengurusan dalam pesantren, kehadiran dan pengaruh seorang tokoh yang bernama kiai itu tetap terpandang menonjol.

Kepercayaan tersebut sudah melekat di masyarakat, di mana laki-laki lebih pantas dan mampu memimpin pondok pesantren dibanding perempuan. Selain itu, mereka yakini juga bahwa laki-laki (kiai) lebih berkuasa karena keluasan dan kedalaman ilmu pengetahuan yang ia miliki.

Perempuan dalam Pesantren

Perempuan dalam lingkup kuasa pesantren menjalani semacam subordinasi. Ketaatan total perempuan pada laki-laki menjadi pandangan hidup yang terus menerus dikonstruksi di pesantren. Keluasan ilmu yang perempuan miliki tidak serta merta menjadikannya memiliki hak ijtihadi.

Meskipun pada kenyataannya tidak sedikit juga pesantren yang dipimpin oleh seorang perempuan (nyai). Di mana ia menjadi pusat penentu arah dan pengambil kebijakan. Akan tetapi peranan mereka kurang mendapat apresiasi di kalangan pesantren. Begitu pula dengan boleh tidaknya pesantren dipimpin seorang nyai masih menjadi kontroversi.

Pengaruh pemahaman agama atas termarginalnya kaum perempuan dalam kepemimpinan pesantren banyak dilegitimasi oleh kajian kitab kuning yang santri pelajari. Dengan kata lain pesantren masih eksis mempertahankan kajian kitab klasik warisan masa lalu.

Di lain pihak, justru bertahannya kitab klasik tanpa adanya reinterpretasi akan kandungan dan materi dalam tema-tema pembelajaran, menyisakan pemahaman-pemahaman dengan bias gender yang amat kental. Seperti kitab Ghayah at-Taqrib, kitab fikih madzhab Syafii yang di dalamnya juga membahas tentang konsep perwalian, kesaksian, dan sebagainya yang jika tidak kita reinterpretasi lebih cenderung melemahkan posisi perempuan.

Begitu pula dengan hadis-hadis yang secara turun temurun masih dijelaskan dengan cara pikir misoginis. Sebagaimana hadis tentang teori-teori penciptaan dalam Islam, yang mengatakan perempuan tercipta dari tulang rusuk laki-laki (Adam). Berdasarkan kisah ini jika kita tafsirkan secara tekstual, baik muslim maupun non-muslim percaya bahwa Adam tercipta melalui cara yang lebih unggul dari Hawa.

Penafsiran yang Keliru

Penafsiran ini telah menjadi kebenaran publik yang menentukan bagaimana status laki-laki dan perempuan sebagai manusia.  Begitu pun dengan ayat alquran yang mengatakan laki-laki sebagai pemimpin. Seperti dalam surat An-Nisa ayat 34.

“Laki-laki adalah qawwam bagi perempuan, oleh karena Allah telah memberikan kelebihan di antara mereka di atas yang lain, dan karena mereka telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” (QS. Annisa:34)

Padahal jika kita teliti lebih lanjut, ayat ini tidak sedang berbicara mengenai kepemimpinan laki-laki. Namun mengenai norma tanggung jawab yang harus diemban oleh mereka yang memiliki kapasitas, kemampuan, dan harta yang cukup.

Penjelasan dalam ayat ini adalah bahwa laki-laki memiliki tanggung jawab untuk menopang perempuan. Karena biasanya secara sosial, merekalah yang memiliki kapasitas dan kemampuan. Setidaknya, laki-laki lebih awal memiliki harta karena faktor tertentu.

Namun dalam praktiknya, ada juga perempuan yang memiliki kapasitas, kemampuan, dan harta yang cukup. Maka mereka pun memiliki tanggung jawab yang sama untuk menopang dan menolong orang-orang yang lemah dan tidak berkecukupan.

Ayat Qimawah tidak Bicara Kepemimpinan

Baik dari keluarga sendiri maupun domestik. Artinya, ayat ini (qiwamah) bukan berbicara tentang kepemimpinan. Melainkan tanggung jawab orang kuat terhadap orang yang lemah, yang berilmu kepada yang tidak berilmu, yang memiliki harta pada yang tidak memiliki harta. Dan secara normatif, tanggung jawab ini bukan berkaitan jenis kelamin, melainkan dengan kapasitas dan kemampuan.

Selain itu, rijal dalam ayat ini tidak berarti jenis kelamin laki-laki, tetapi sifat-sifat maskulinitas yang bisa laki-laki dan perempuan miliki. Meskipun ayat ini tidak berbicara mengenai larangan kepemimpinan perempuan, tetap saja perempuan ditempatkan pada kelas kedua dan dianggap tidak layak menjadi pemimpin.

Padahal sejatinya sama seperti laki-laki, perempuan juga layak menempati posisi yang sama dalam kehidupan sosial. Karena setiap manusia memiliki tanggungjawab terhadap diri sendiri dan masyarakatnya. Perempuan sebagai sendi dasar bagi kehidupan masyarakat juga memiliki hak mencetak generasi penerus dan melakukan pembinaan di lingkungan masyarakatnya.

Sementara itu, sebagai makhluk Allah, perempuan harus mengabdi kepada-Nya sebagaimana juga laki-laki. Pengabdian makhluk kepada penciptanya atau biasa kita sebut ibadah juga merupakan kewajiban yang harus perempuan lakukan. Sehingga dapat kita pahami bahwa ia memiliki kebebasan seluas-luasnya, baik dalam masalah ubudiyah maupun sosial kemasyarakatan, baik dalam arti sempit maupun luas.

Pemimpin Perempuan di Pondok Pesantren

Jika kita menelaah lebih lanjut ternyata ada beberapa ulama perempuan yang memiliki peran besar dalam mengatur dan mengembangkan pesantren. Ia juga memiliki potensi jiwa kepemimpinan yang tidak jauh berbeda keahliannya dalam memberi arahan, mengajar maupun beretorika atau bahkan memberikan gagasan.

Misalnya Ny.Hj.Masriyah Amva pimpinan pondok pesantren Kebon Jambu Al-Islamy, Ciwaringin, Cirebon.  Beliau adalah sosok ulama yang mampu memimpin pesantren dan membuatnya maju semakin pesat di tengah persaingan pesantren di Indonesia.

Pengetahuan dan pengalamannya yang luas mampu menjadikan pesantrennya sebagai pusat pendidikan yang tidak hanya membekali ilmu agama, namun juga membekali para santrinya agar siap terjun ke masyarakat luas. Dengan tetap mempertahankan pendidikan formal dan berbagai kegiatan ekstrakulikuler.

Sebagai seorang pemimpin, Ny.Hj.Masrivah Amva dalam setiap keputusan beliau selalu mempertimbangkan berbagai hal dari sisi sosial, ekonomi dan sebagainya. Beliau juga sangat terbuka dengan masukan-masukan yang para pengurus dan pembantu yayasan sampaikan.

Begitu pula Nyai Nafisah Sahal, pendiri Pesantren Putri al Badiiyyah Kajen, Pati, Lembaga Pendidikan Terpadu Sekolah An Nismah, guru di Perguruan Islam Mathali’ul Falah. Selain memimpin pesantren, beliau tercatat memiliki kiprah di berbagai bidang perjuangan. Baik dalam bidang pendidikan,  politik, maupun dalam organisasi sosial keagamaan.  Melihat kesuksesan tersebut tidak dapat kita katakan bahwa perempuan tidak punya kecakapan dalam memimpin pondok pesantren.

Ibu Nyai Panutan Santri

Karena pada praktiknya yang kita harapkan tidak saja bertanggung jawab dalam urusan pengelolaan pesantren, tetapi juga menjadi guru dan pembimbing spiritual serta panutan bagi para santri dan masyarakat sekitarnya.  Kepemimpinan tidak membedakan apakah  laki-laki atau perempuan.

Bagi kedua-duanya berlaku persyaratan yang sama. Karena dalam Islam, yang membedakan seseorang dengan yang lain adalah kualitas ketakwaan, kebaikannya selama hidup di dunia, dan warisan amal baik yang tertinggal setelah ia meninggal.

Sebagaimana Gus Dur pernah sampaikan bahwa perempuan dan laki-laki pada dasarnya mempunyai derajat yang sama, memiliki persamaan hak, kewajiban dan kesamaan kedudukan. Ia mendasarkan pada konsep al-kulliyah al-khams (lima prinsip umum) yang ada dalam Islam.

Konsep itu antara lain, hak dasar bagi keselamatan fisik, hak keselamatan keyakinan, kesucian keturunan dan keselamatan keluarga, hak keselamatan milik pribadi, dan hak keselamatan profesi atau pekerjaan. Kelima hak ini merupakan hak dasar yang perempuan dan laki-laki miliki secara bersama-sama.

Untuk itu tidak ada larangan perempuan menjadi pemimpin di pondok pesantren karena keduanya adalah objek setara. Dengan tuntutan dapat bertanggung jawab, mengajarkan akhlak mulia (akhlakul karimah), mengamalkan kebaikan, membawa kemaslahatan, menegakkan keadilan, dan menghadirkan rahmatal lil alamin dalam setiap lini kehidupan. dan menjadi contoh yang baik untuk para santri dan masyarakat di sekitarnya. []

Tags: Kepemimpinan Perempuanpemimpin perempuanpengasuhPondok Pesantren
Laily Nur Zakiya

Laily Nur Zakiya

Aktif di Komunitas Puan Menulis. Mahasiswa Pascasarjana UIN Walisongo Semarang. Ig: @laa.zakiya

Terkait Posts

Lembaga Pendidikan
Publik

Pesantren; Membaca Ulang Fungsi dan Tantangan Lembaga Pendidikan Tertua di Nusantara

27 Oktober 2025
Perempuan Disabilitas
Publik

Refleksi Perempuan Disabilitas di Hari Santri Nasional

22 Oktober 2025
Resolusi Jihad
Aktual

Resolusi Jihad Santri: Dari Angkat Senjata hingga Media Sosial

22 Oktober 2025
Moral Solidarity
Publik

Makna Relasi Afektif di Pesantren: Collective Pride dan Moral Solidarity Santri

21 Oktober 2025
Trans7
Publik

Merespon Trans7 dengan Elegan

20 Oktober 2025
Banjir informasi
Publik

Antara Banjir Informasi, Boikot Stasiun Televisi, dan Refleksi Hari Santri

20 Oktober 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • KUPI

    KUPI: Jalan Panjang Ulama Perempuan Menuju Pengakuan Global

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KUPI Masuk 10 Deretan Pembela HAM Dunia dalam Human Rights Tulip 2025

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Saat Alam Dirusak, Perempuan yang Paling Awal Menanggung Akibatnya

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mempraktikkan Fiqih Al-Murunah Untuk Difabel, Mungkinkah?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kegagalan Negara dalam Menjamin Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Kisah Nur Rohmajanti Pejuang Pendidikan Inklusif
  • Dari Rahima, Alimat, hingga Fahmina: Fondasi Kuat Gerakan Ulama Perempuan Indonesia
  • Penyandang Disabilitas Dan Akses Di Jalan Raya
  • KUPI dan Jejak Awal Perjuangan Ulama Perempuan Indonesia
  • Mempraktikkan Fiqih Al-Murunah Untuk Difabel, Mungkinkah?

Komentar Terbaru

  • Refleksi Hari Pahlawan: Tiga Rahim Penyangga Dunia pada Menolak Gelar Pahlawan: Catatan Hijroatul Maghfiroh atas Dosa Ekologis Soeharto
  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID