• Login
  • Register
Senin, 7 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Pengalaman Zakat Perempuan, dan Keajaiban 2,5 Persen

Menurut Al-Ghazali, zakat bukan sebatas bentuk syukur. Tetapi juga sebagai wujud kasih sayang terhadap orang-orang yang membutuhkan. Banyak orang yang hidup belum berkecukupan, dan zakat adalah bentuk kepedulian dan kasih sayang terhadap sesama

Zahra Amin Zahra Amin
09/04/2022
in Personal
0
masalah

masalah

197
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Entah mengapa, saya merasa zakat terkesan maskulin, dan lebih identik dengan laki-laki. Mungkin karena dalam tradisi patriarki yang selama ini kita kenal, laki-laki disebut sebagai kepala keluarga, dan pencari nafkah utama, sehingga jarang sekali saya temui pengalaman zakat perempuan. Karena gugatan atas realitas itu pula, sejak bekerja saya memutuskan mampu berzakat sendiri dari penghasilan yang saya miliki.

Meski dalam perjalanan memenuhi zakat perempuan tak mudah, sebab memang sebagai bukan pencari nafkah utama, penghasilan yang didapat pun masih jauh dari batas nishab 85 gram emas yang telah ditentukan aturan zakat. Tetapi saya percaya dengan keajaiban 2,5 persen bagi pengalaman zakat perempuan, karena memberi rasa percaya diri menjadi perempuan berdaya, mandiri secara ekonomi, bebas finansial, dan tidak bergantung pada gaji suami.

Ya, pengalaman pertama melakoni zakat perempuan ketika belum memenuhi sejumlah nishab dalam satu tahun itu, saya niatkan bersedekah di bulan Ramadan. Sebab mengimani jika bulan Ramadan adalah bulan baik, di mana setiap umat muslim di seluruh dunia mengharapkan keberkahan Ramadan, yang nilai kebaikannya akan dilipatgandakan. Juga kebutuhan ekonomi selama Ramadan yang semakin bertambah, terlebih jelang Hari Raya Idul Fitri tiba.

Ada perasaaan haru dan bangga yang tak bisa dibahasakan dengan kata-kata, ketika mampu berbagi kegembiraan dengan mereka yang masih berkekurangan. Sebab sejatinya, zakat perempuan kita hanyalah perantara yang mengantarkan rezeki bagi mereka yang membutuhkan. Melalui tangan kitalah, rezeki bagi mereka mengalir deras. Maka benar, jika Allah berfirman dalam Al Quran:

خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا

“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat tersebut engkau membersihkan dan mensucikan mereka” (QS. At-Taubah: 103)

Baca Juga:

Menelusuri Jejak Ulama Perempuan Lewat Pendekatan Dekolonial

Yang Benar-benar Seram Itu Bukan Hidup Tanpa Nikah, Tapi Hidup Tanpa Diri Sendiri

Hak dan Kewajiban Laki-laki dan Perempuan dalam Fikih: Siapa yang Diuntungkan?

Perceraian dalam Fikih: Sah untuk Laki-Laki, Berat untuk Perempuan

Keajaiban 2,5 Persen dalam Zakat

Setelah bertahun-tahun konsisten membagi sejumlah penghasilan selama satu tahun dengan jumlah bilangan 2,5 persen zakat, akhirnya sejak tahun kemarin saya bersyukur telah melampaui nishab, sehingga sudah sah disebut sebagai zakat bukan sedekah lagi. Ya, pengalaman zakat perempuan ini memotivasi diri sendiri agar jeli dalam mencatat setiap pendapatan, baik rutin maupun tidak rutin selama satu tahun itu.

Terlebih, ketika saya mendapati postingan kakak saya Munawir Amin dua tahun yang lalu, di laman media sosialnya tentang zakat mal. Judulnya, “Zakat Mal: Dua Setengah Persen, Antara Kecil-Besar, Ringan-Berat.”

Dua setengah persen setelah nishab dan haul, harus dikeluarkan. Angka dua setengah persen ini, jika melihat seluruh harta kekayaan, dan atau modal seluruhnya, terbilang kecil dan ringan. Dua setengah persen dari satu juta rupiah, misalnya adalah dua puluh lima ribu rupiah. Angka dua puluh lima ribu rupiah dari satu juta rupiah memang sebuah angka yang terbilang kecil dan ringan.

Namun menurutnya, ini menjadi tidak kecil lagi, besar dan tidak ringan lagi, tapi berat ketika angka pembilangnya bukan lagi satu juta. Angka pembilang seratus juta, satu miliar, sepuluh miliar, dan bahkan triliunan, angka pembagi tetap dua setengah persen. Maka, dua setengah persen dari satu miliar adalah dua puluh lima juta, dan begitu seterusnya.

Jadi ditegaskan Buya Munawir, demikian saya kerap memanggil, jika ingin memiliki harta lebih, menjadi orang kaya, mempunyai Pembilang yang semakin besar dan terus bertambah, kuncinya ada di angka pembagi dua setengah persen. Sehingga, jika seseorang dengan penghasilan dan pendapatan berapapun, lalu konsisten serta berkomitmen dengan angka dua setengah persen, Gusti Allah SWT akan perlahan-lahan menaikkan angka penghasilan dan pendapatannya.

Dan, angka dua setengah persen itu akan tetap menjadi angka yang kecil dan ringan, bukan lagi menjadi angka yang besar dan berat.

Hal senada saya temukan dalam artikel Hakikat Zakat menurut Al-Ghazali, yang dilansir dari Nu Online. Al Ghazali membagi nikmat menjadi dua, yaitu nikmat anggota badan dan nikmat harta. Cara mensyukuri nikmat anggota badan adalah dengan ibadah badaniyyah, seperti melaksanakan shalat. Sementara cara mensyukuri ibadah maliyyah adalah dengan mengeluarkan zakat.

Lebih dari itu, menurut Al-Ghazali, zakat bukan sebatas bentuk syukur. Tetapi juga sebagai wujud kasih sayang terhadap orang-orang yang membutuhkan. Banyak orang yang hidup belum berkecukupan, dan zakat adalah bentuk kepedulian dan kasih sayang terhadap sesama.

Apa yang disampaikan Imam Ghazali di atas, cukup kiranya mendewasakan cara kita beribadah. Dalam hal ini adalah menunaikan kewajiban zakat. Zakat bukan sebatas menggugurkan kewajiban sebagai seorang Muslim. Tetapi lebih dari itu, zakat memiliki esensi dan nilai-nilai luhur yang perlu ditanamkan dalam diri setiap Muslim.

Demikian pengalaman zakat perempuan yang pernah saya jalani, dan berharap akan semakin banyak perempuan yang berdaya, mandiri secara ekonomi, dan mampu menunaikan zakat mal dari penghasilannya sendiri. []

 

 

 

 

Tags: Al GhazaliperempuanRukun IslamSyariat IslamZakat
Zahra Amin

Zahra Amin

Zahra Amin Perempuan penyuka senja, penikmat kopi, pembaca buku, dan menggemari sastra, isu perempuan serta keluarga. Kini, bekerja di Media Mubadalah dan tinggal di Indramayu.

Terkait Posts

Hidup Tanpa Nikah

Yang Benar-benar Seram Itu Bukan Hidup Tanpa Nikah, Tapi Hidup Tanpa Diri Sendiri

5 Juli 2025
Ruang Aman, Dunia Digital

Laki-laki Juga Bisa Jadi Penjaga Ruang Aman di Dunia Digital

3 Juli 2025
Vasektomi

Vasektomi, Gender, dan Otonomi Tubuh: Siapa yang Bertanggung Jawab atas Kelahiran?

2 Juli 2025
Narasi Pernikahan

Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

1 Juli 2025
Toxic Positivity

Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

30 Juni 2025
Second Choice

Women as The Second Choice: Perempuan Sebagai Subyek Utuh, Mengapa Hanya Menjadi Opsi?

30 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Ulama Perempuan

    Menelusuri Jejak Ulama Perempuan Lewat Pendekatan Dekolonial

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film Rahasia Rasa Kelindan Sejarah, Politik dan Kuliner Nusantara

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menulis Ulang Sejarah Ulama Perempuan: Samia Kotele Usung Penelitian Relasional, Bukan Ekstraktif

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Membongkar Narasi Sejarah Maskulin: Marzuki Wahid Angkat Dekolonisasi Ulama Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Samia Kotele: Bongkar Warisan Kolonial dalam Sejarah Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Membongkar Narasi Sejarah Maskulin: Marzuki Wahid Angkat Dekolonisasi Ulama Perempuan
  • Menulis Ulang Sejarah Ulama Perempuan: Samia Kotele Usung Penelitian Relasional, Bukan Ekstraktif
  • Samia Kotele: Bongkar Warisan Kolonial dalam Sejarah Ulama Perempuan Indonesia
  • Menelusuri Jejak Ulama Perempuan Lewat Pendekatan Dekolonial
  • Surat yang Kukirim pada Malam

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID