• Login
  • Register
Sabtu, 19 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Hikmah

Pengertian Menyusui dalam Fiqh

Kedua, air susu itu masuk ke dalam perut seorang bayi (wushûluhu ilâ jawfi thiflin). Ketiga, bayi tersebut belum berusia dua tahun (dûnal hawlayni).

Redaksi Redaksi
02/09/2024
in Hikmah, Pernak-pernik
0
Menyusui

Menyusui

775
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Penyusuan anak dalam wacana fiqh dibahasakan dengan istilah ar-radhâ’ (ar-radhâ’ah) atau biasa dibaca al-ridhâ’ (al-ridhâ’ah). Kata ini berasal dari kata kerja radha’a (radhi’a) – yardhi’u (yardha’u) – radh’an, yang berarti menyusui (menetek).

Oleh karena itu, bayi yang menyusu disebut ar-radhî’ atau al-râdhi’, sedangkan ibu yang menyusui anaknya dinamakan al-murdhi’. Sementara ibu susuan atau perempuan yang menyusui anak orang lain disebut al-murdhi’ah.

Secara etimologis, ar-radhâ’ah atau al-ridhâ’ah adalah sebuah nama bagi isapan susu, baik isapan susu manusia maupun susu binatang.

Dalam pengertian etimologis tidak menjadi syarat bahwa yang ibu susui itu (ar-radhî’) berupa anak kecil (bayi) atau bukan. Adapun dalam pengertian terminologis, sebagian ulama fiqh mendefinisikan ar-radhâ’ah sebagai berikut:

وصول لبن آدمية إلى جوف طفل لم يزد سنه على حولين

Baca Juga:

Pengrusakan Retret Pelajar Kristen di Sukabumi, Sisakan Trauma Mendalam bagi Anak-anak

Pentingnya Relasi Saling Kasih Sayang Hubungan Orang Tua dan Anak

Jangan Hanya Menuntut Hak, Tunaikan Juga Kewajiban antara Orang Tua dan Anak

Merencanakan Anak, Merawat Kemanusiaan: KB sebagai Tanggung Jawab Bersama

Artinya: “Sampainya (masuknya) air susu manusia [perempuan] ke dalam perut seorang anak [bayi] yang belum berusia dua tahun, 24 bulan.” 

3 Unsur Batasan

Mencermati pengertian ini, ada tiga unsur batasan untuk bisa kita sebut ar-radhâ’ah al-syar’iyyah (persusuan yang berlandaskan etika Islam). Yaitu, pertama, adanya air susu manusia (labanu adamiyyatin).

Kedua, air susu itu masuk ke dalam perut seorang bayi (wushûluhu ilâ jawfi thiflin). Ketiga, bayi tersebut belum berusia dua tahun (dûnal hawlayni).

Dari unsur-unsur pengertian ini, dapat kita pahami bahwa seorang bayi laki-laki atau perempuan yang meminum air susu hewan, misalnya susu sapi atau susu kambing, tidak termasuk dalam pengertian ar-radhâ’ah al-syar’iyyah. Ia tidak terkena konsekuensi syara’, seperti keharaman menjalin hubungan pernikahan atau hubungan syar’iyyah lain.

Baik masuknya air susu itu melalui mulut ataupun hidung, asalkan si anak itu belum berusia dua tahun, tetap bisa disebut ar-radhâ’ah al-syar’iyyah. Jadi, batasan maksimal usia anak yang disusui adalah dua tahun.

Sebab sampai pada usia dua tahun, perkembangan biologis anak sangat ditentukan oleh kadar susu yang diterimanya. Susuan pada usia ini sangat mempengaruhi perkembangan fisik dan psikis anak.

Oleh karena itu, apabila sudah di atas usia dua tahun, susuan seorang perempuan kepada sang anak tidak kita anggap sebagai ar-radhâ’ah al-syar’iyyah.

Tiga Unsur

Dengan demikian, rukun ar-radhâ’ah al-syar’iyyah bisa kita katakan ada tiga unsur: pertama, anak yang menyusu (ar-radhî’). Kedua, perempuan yang menyusui (al-murdhi’ah).

Ketiga, kadar air susu (miqdâr al-laban) yang memenuhi batas minimal. Suatu kasus (qadliyyah) bisa kita sebut ar-radhâ’ah al-syar’iyyah, dan karenanya mengandung konsekuensi-konsekuensi hukum yang harus berlaku, apabila tiga unsur ini bisa kita temukan padanya.

Apabila salah satu unsur saja tidak kita temukan, maka ar-radhâ’ah dalam kasus itu tidak bisa kita sebut ar-radhâ’ah al-syar’iyyah, yang karenanya konsekuensi-konsekuensi hukum syara’ tidak berlaku padanya.

Adapun sifat-sifat perempuan yang menyusui itu telah tersepakati oleh para ulama (mujma’ ‘alayh) bisa berupa perempuan yang sudah baligh atau belum baligh, sudah menopause atau belum menopause, gadis atau sudah nikah, hamil atau tidak hamil.

Semua air susu mereka bisa menyebabkan ar-radhâ’ah al-syar’iyyah, yang berimplikasi pada kemahraman bagi anak yang ia susui. [] 

Tags: anakfiqhmenyusuiPengertian
Redaksi

Redaksi

Terkait Posts

Nabi Saw

Pesan Terakhir Nabi Saw: Perlakukanlah Istri dengan Baik, Mereka adalah Amanat Tuhan

18 Juli 2025
rajulah al-‘Arab

Aisyah: Perempuan dengan Julukan Rajulah Al-‘Arab

18 Juli 2025
Sejarah Perempuan

Mengapa Perempuan Ditenggelamkan dalam Sejarah?

18 Juli 2025
Rabi’ah al-Adawiyah

Belajar Mencintai Tuhan dari Rabi’ah Al-Adawiyah

18 Juli 2025
Sejarah Perempuan dan

Mengapa Sejarah Ulama, Guru, dan Cendekiawan Perempuan Sengaja Dihapus Sejarah?

17 Juli 2025
Menjadi Pemimpin

Perempuan Menjadi Pemimpin, Salahkah?

17 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Penindasan Palestina

    Refleksi tentang Solidaritas yang Tidak Netral dalam Menyikapi Penindasan Palestina

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Fazlur Rahman: Memahami Spirit Kesetaraan dan Keadilan Gender dalam Al-Qur’an

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pesan Terakhir Nabi Saw: Perlakukanlah Istri dengan Baik, Mereka adalah Amanat Tuhan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Aisyah: Perempuan dengan Julukan Rajulah Al-‘Arab

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kehamilan Perempuan Bukan Kompetisi: Memeluk Setiap Perjalanan Tanpa Penghakiman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • COC: Panggung yang Mengafirmasi Kecerdasan Perempuan
  • Pesan Terakhir Nabi Saw: Perlakukanlah Istri dengan Baik, Mereka adalah Amanat Tuhan
  • Fazlur Rahman: Memahami Spirit Kesetaraan dan Keadilan Gender dalam Al-Qur’an
  • Aisyah: Perempuan dengan Julukan Rajulah Al-‘Arab
  • Refleksi tentang Solidaritas yang Tidak Netral dalam Menyikapi Penindasan Palestina

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID