• Login
  • Register
Senin, 19 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Pentingnya Memahami Makna Toleransi

Fachrul Misbahudin Fachrul Misbahudin
27/12/2019
in Personal
0
memahami makna toleransi
28
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Pagi tadi, notifikasi hp saya tiba-tiba berbunyi. Ternyata ada massage whatsapp masuk dari teman adik kelas saya yang masih duduk di SMA. Isi massage itu bertuliskan, “Ang Rul ini bagaimana ya, aku ditegur oleh salah satu kakak kelasku di sekolahan. Permasalahanya menurutku sih sepele, cuma gara-gara aku buat status ucapan Selamat Natal di whatsapp untuk teman-temanku yang beragama Kristen. Status tersebut  kurang lebih bertuliskan, Selamat Hari Natal buat saudara-saudariku umat kristiani, Damai selalu.”

“Hmmm,,,  terus kamu ditegur bagaimana oleh kakak kelasmu itu,” tanya saya, penasaran.

“Ya kurang lebih dia menegur begini, “kamu sadar tidak, kamu itu sudah berlebihan dalam bertoleransi, kamu tidak ingat waktu guru agama mengajarkan soal toleransi di kelas ? Toleransi ya kamu hanya sekedar menghormati mereka yang berbeda keyakinan dengan kita saja, selebihnya kamu tidak usah ikut-ikutan ya. Termasuk  soal Natal ini. Dalilnya juga sudah jelas seperti yang di riwayatkan Abu Daud dan Ahmad , (barangsiapa yang menyerupai kaum maka dia termasuk bagian dari mereka).”

Lebih lanjut lagi, kata kakak kelas tersebut, “Mereka kan orang Kristen, jadi kamu sebagai muslim hukumnya haram bersentuhan dengan mereka, apalagi sampai mengucapkan selamat Natal, itu berarti kamu sudah menyerupai golongan mereka,  ya sudah jangan diulang kembali ya. Segera syahadat kembali.”

“Waduhhh, bikin greget banget kakak kelasmu itu… hihihi. Ya sudah dari pada buang-buang tenaga, jangan terlalu banyak dipikirkan. Anggap saja pemahaman kakak kelas kamu masih belum seluas pemahaman yang kamu miliki ya. Sebagai catatan, kamu jangan takut, sebab tidak hanya kakak kelasmu saja, tetapi semua orang pasti memerlukan proses yang panjang untuk bisa memahami makna toleransi lebih mendalam. Yang terpenting kamu harus terus banyak belajar, berhusnudzan, membaca buku, dan membaca seluruh yang ada di depanmu, agar pikiranmu lebih luas lagi,” jawab saya, coba menenangkannya.

Baca Juga:

Kontekstualisasi Ajaran Islam terhadap Hari Raya Waisak

Pesan Toleransi dari Perjalanan Suci Para Biksu Thudong di Cirebon

Temu Keberagaman 2025: Harmoni dalam Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan

5 Dasar Toleransi Menurut Wahbah Az-Zuhaili

“Oke, Ang siap,” tegasnya.

Persoalan di atas merupakan salah satu contoh kecil saja, karena di luaran sana masih buanyak yang mengalami hal yang sama atau bahkan sampai melakukan tindakan-tindakan anarkis, seperti perusakan, pembakaran, dan pensegelan rumah-rumah ibadah mereka. Tidak jarang mereka yang berbeda dengan kita juga justru  dianggap musuh yang sangat dibenci oleh kita.

Tetapi, di sini saya ingin sedikit menggarisbawahi persoalan di atas. Menurut saya permasalahannya ada dalam pola pendidikan agama. Dalam pola pendidikan agama di beberapa SMA di Cirebon,  pelajaran agamanya masih sangat didominasi oleh pelajaran agama Islam, misalnya, sebelum pelajaran di mulai, kepala sekolah menerapkan sistem wajib baca al-Quran bagi seleruh siswa dan siswinya, kemudian, dalam ujian praktik ibadah.

Ia juga masih didominasi menggunakan praktik ibadah seperti yang dilakukan oleh orang Islam. Juga, termasuk dalam menyampaikan makna dari toleransi, tidak sedikit guru yang menyampaikannya masih bersifat tekstualis, artinya apa yang ada buku-buku, ia sampaikan seadanya. Toleransi ya hanya sekedar menghormati mereka yang berbeda agama dan keyakinan saja. Selebih dari cara menghormati, para ssiwa dan siswi tidak pernah diajarkan.

Hal ini tentu saja akan bermasalah bagi semua peserta didik yang berasal dari latar belakang suku, ras, dan agama yang tidak sama. Dalam skala waktu yang panjang, persoalan ini akan berdampak pada minimnya pemahaman para peserta didik atas keberagaman dan multikulturalisme, yang akan menyebabkan cara berpikir para siswa akan mudah jatuh pada kubangan pemahaman agama yang sempit.

Di sini saya jadi teringat perkataan yang sering didawuhkan oleh KH. Husein Muhammad, bahwa seseorang yang memiliki pemahaman agama yang sempit akan mudah menghantaran orang  tersebut untuk menyalahkan orang yang berbeda dengannya.

Termasuk dalam persoalan di atas, menurut saya, permasalahan sederhananya adalah guru-guru agama di sekolah-sekolah kurang memberikan pemahaman yang lebih luas soal makna dari toleransi. Siswa sebagai pelajar akan menangkap bahwa toleransi ya hanya sebatas menghormati saja. Selebihnya, ia akan menyalahkannya, termasuk melarang teman-temannya untuk memberikan ucapan selamat natal  kepada teman umat kristiani. Karena itu sudah melewati batas dalam bertoleransi.

Pendidikan dan Toleransi

Berbicara soal pendidikan, Ki Hajar Dewantara pernah berkata pendidikan merupakan proses pembudayaan yakni suatu usaha memberikan nilai-nilai luhur kepada generasi baru dalam masyarakat yang tidak hanya bersifat pemeliharaan tetapi juga dengan maksud memajukan serta memperkembangkan kebudayaan menuju ke arah keluhuran hidup kemanusiaan.

Dalam hal ini, salah satu dari nilai yang luhur adalah dengan menanamkan sikap toleran. Tetapi sebelum  kita menuju ke sana, terlebih dahulu kita harus mengerti bahwa apa arti toleran dan bagaimana diri kita menjadi pribadi yang toleran. Sehingga, dalam mewariskan konsep toleransi kepada generasi penerus bisa terus menerus terjaga.

Kata ‘toleransi’ dalam buku Toleransi Islam, Hidup Damai dalam Masyarakat Prural, karya KH. Husein Muhammad. Ia menjelaskan toleransi (at-Tasamuh) mengandung makna suatu sikap mental dan cara bertindak yang tidak memaksakan kehendak terhadap orang yang tidak sejalan dengan keyakinan dan pemikiran dirinya. Dalam taraf yang lebih tinggi, toleransi adalah sikap menghargai dan menyambut dengan hangat, meskipun berbeda dengan dirinya.

Maka, dalam hal ini pengakuan atas toleransi sesungguhnya adalah sikap menyambut dengan hangat  dan tentunya mengakui fakta dan realitas akan eksistensi agama-agama yang dipeluk oleh umat manusia yang berbeda-beda dan harus selalu kita hormati.

Kembali lagi dalam persoalan pendidikan, menurut saya di sekolah lah cara yang paling tepat untuk menanamkan pendidikan kepada peserta didik agar menjadi pribadi yang toleran. Sekolah menjadi tempat yang strategis untuk para siswa dan siswa belajar bagaimana cara menghargai, menghormati, menyayangi kepada siapapun. Termasuk kepada mereka yang berbeda agama, suku, ras, dan bahasa.

Para guru dapat mengenalkan bahwa pahlawan yang berjuang untuk kemerdekaan Indonesia tidak hanya dari orang Islam semata, melainkan ada juga dari non-Islam  seperti Abertis Suji Pranata yang beragama Katolik, Jhon Lio seorang Konghuchu, dan I Gusti Ngurah Rai dari Hindu dan tentunya masih banyak lagi para pahlawan non-Islam yang ikut berjuang memerdekakan Indonesia dari berbagai daerah.

Akan lebih luas lagi, para guru juga bisa mengajak peserta muridnya untuk berkunjung ke rumah-rumah ibadah dari setiap agama. Biarkan para murid bersentuhan dan merasakan secara langsung bahwa mereka yang berbeda secara agama tetapi mereka sama sebagai manusia dan warga negara Indonesia yang tidak perlu kita untuk membencinya, menghinanya, atau bahkan sampai memusuhinya. Tetapi bagaimana perbedaan ini membuat kita untuk saling menjaga, menghormati, menghargai, mencintai, menyayangi dan menyambut hangatnya.

Untuk menutup tulisan ini, saya mengutip perkataan KH. Husein Muhammad bahwa agama hadir untuk mempersaudarakan, menegakkan keadilan, mewujudkan perdamaian dan cinta kasih. Jika ada praktik kezaliman, permusuhan dan kebencian, maka ia bukanlah agama.[]

Tags: ajaran islamtoleransi
Fachrul Misbahudin

Fachrul Misbahudin

Lebih banyak mendengar, menulis dan membaca.

Terkait Posts

Inspirational Porn

Stop Inspirational Porn kepada Disabilitas!

19 Mei 2025
Kehamilan Tak Diinginkan

Perempuan, Kehamilan Tak Diinginkan, dan Kekejaman Sosial

18 Mei 2025
Noble Silence

Menilik Relasi Al-Qur’an dengan Noble Silence pada Ayat-Ayat Shirah Nabawiyah (Part 1)

17 Mei 2025
Suami Pengangguran

Suami Pengangguran, Istri dan 11 Anak Jadi Korban

16 Mei 2025
Keadilan Semu

Membuka Tabir Keadilan Semu: Seruan Islam untuk Menegakkan Keadilan

15 Mei 2025
Memahami Disabilitas

Memahami Disabilitas: Lebih Dari Sekadar Tubuh

14 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kekerasan Seksual Sedarah

    Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Alasan KUPI Jadikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia
  • Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama
  • KUPI Dorong Masyarakat Dokumentasikan dan Narasikan Peran Ulama Perempuan di Akar Rumput
  • Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version