• Login
  • Register
Rabu, 9 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Keluarga

Peran Suami-Istri dalam Pandangan dan Amalan Santri

Seorang suami yang sudah tahu-pun harus menjelaskan persoalan ini kepada sang istri ; bahwasannya kewajiban rumah tangga bukan tugasnya, melainkan tugas seorang suami.

Turoobul Aqdam Turoobul Aqdam
02/07/2021
in Keluarga, Rekomendasi
0
Istri

Istri

170
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Ini adalah status istri sepekan yang lalu beberapa saat setelah ia terbangun dan terkejutkan oleh aroma nasi goreng kesukaannya. Selama menjadi istri, sampai status Whatsapp ini dibuat, memang secara sendiri belum pernah masak khusus buat saya, melainkan hanya sekedar bantu-bantu saja. Saya sendiri tidak mempermasalahkan, karena memang saya sendiri yang meminta.

Bagi saya, memasak bukanlah tugas istri, meskipun boleh-boleh saja kalau itu ia lakukan atas kehendak sendiri. Tapi jujur, saya tiada tega untuk menjadikannya juru masak seumur hidupnya. Apalagi ia harus bergelut dengan ratusan lembar Diktat Kuliah yang hendak diujikan ditermin dua ini. Sebagai suami yang baik, tentunya saya harus sadar diri untuk tidak memberinya beban tambahan.

Ia bukan tidak mau memasak, atau tidak pandai memasak, justru masakannya terbilang sangat enak. Tapi karena jadwal ujian saya yang lebih awal, dan malam-malam ujian memang jarang tidur, jadinya saya turut mengalah untuk memasak, tersebab waktu luangku lebih longgar. Pikirku, masih berpuluh-puluh halaman yang harus ia baca, kasihan, kalau harus membuang waktunya hanya untuk memasak yang sebenarnya saya bisa melakukannya.

Selain memasak, masih banyak tugas-tugas yang di Indonesia sangat lekat dengan istri tapi sebenarnya itu semua adalah tugas suami. Sebagai contoh bersih-bersih rumah, mulai dari nyapu, ngepel, nyuci baju atau nyuci piring, itu semua sebenarnya adalah tugas suami.

Tersebutkan oleh Syekh Khotib Asy-Syarbiniy dalam kitabnya Al-Iqna’ Fii Halli Alfadzi Abi Syuja’ ;

Baca Juga:

Menanamkan Jiwa Inklusif Pada Anak-anak

Surat yang Kukirim pada Malam

Siapa Pemimpin dalam Keluarga?

Mengapa Perceraian Begitu Mudah untuk Suami?

فأما الطبخ والكنس والغسل فلا يجب شيء منها على المرأة ولا على خادمها، بل هو على الزوج إن شاء فعله بنفسه وإن شاء بغيره

“Adapun memasak, menyapu, nyuci, semua itu tidak wajib bagi seorang istri juga pembantunya, melainkan wajib bagi suami. Kalau ia mau, maka lakukan, kalau tidak, maka minta yang lain untuk melakukan .. “

Seorang suami yang sudah tahu-pun harus menjelaskan persoalan ini kepada sang istri ; bahwasannya kewajiban rumah tangga bukan tugasnya, melainkan tugas seorang suami. Seperti yang termaktub dalam Bughyah Al-Mustarsyidin karya Habib Abdurrahman Bin Umar Ba’alawiy, juga di Hasyiyah Jamal karya Syekh Sulaiman Al-Jamal ;

هل يجب إعلام الزوجة بعدم وجوب خدمته مما جرت به العادة من الطبخ والكنس ونحوهما؟ الظاهر نعم، لأنها إذا لم تعلم بعدم وجوب ذلك ظنت وجوبه، وأنها لا تستحق المؤنة بتركه، فصارت كأنها مكرهة على الفعل ،،

“Apakah istri wajib diberi tahu soal tidak wajibnya ia memasak, menyapu dst? Iya, karena kalau ia tidak tahu, ia akan menyangka bahwa ia melakukan hal tersebut adalah keharusan atau kewajiban, dan ia juga mengira kalau ditinggalkan ia tidak berhak mendapatkan nafkah, sehingga ia seperti terpaksa dalam mengerjakan semuanya.“

Dengan kata lain, sebenarnya ia berhak meminta upah jika tahu kalau itu bukan kewajibannya. Tapi kalau ia memang sebelumnya tidak tahu, dan ia sudah terlanjur melakukannya, maka ia tidak berhak meminta upah atas apa yang telah ia kerjakan selama ini. Hal ini dipaparkan oleh Syekh Sulaiman Al-Bujairomiy dalam Kitabnya Hasyiyah Al-Bujairomiy ;

،، ومع ذلك لو فعلته، ولم يعلمها يحتمل أنه لا يجب لها أجرة على الفعل لتقصيرها بعدم البحث ،،

“Ketika seorang istri telah terlanjur melakukan kewajiban rumah tangga, maka ia tidak berhak meminta upah atas apa yang sudah dikerjakannya, karena itu kesalahannya sendiri yang tidak mau mencari tahu terkait itu.”

Ketika saya memaparkan berbagai pandangan Ulama terkait ketidakwajiban semua itu terhadap seorang istri, bukan berarti ini menjadi bom nuklir bagi seorang istri untuk menyerang suaminya. Tapi justru sebaliknya, terkadang banyak suami yang belum sadar akan hal ini, sehingga ia tidak pernah menghormati jerih payah istrinya di rumah, atau yang paling parah adalah memaki-maki masakan istrinya, padahal -diluar kesadarannya- sebenarnya ia telah dibantu sang istri dalam menunaikan kewajibannya.

Sebagai santri asuhan Abah Yai Liwauddin Najib, kita para santri telah diberi wejangan ini sejak dulu di Pesantren, bahkan Kitab Fathul Mu’in Bab Nikah telah usai dibahas dulu sewaktu saya masih di pesantren. Kemarin dalam kesempatan proses nikahan saya-pun, termasuk yang disampaikan Beliau adalah terkait ini.

Di Azhar juga, kita diberi mata kuliah wajib “Nudzum Islamiyah”, yang salah satu materinya adalah memahami aturan-aturan dalam rumah tangga, hal ini tentunya dengan tujuan agar tergapai kehidupan rumah tangga yang seimbang. Dan keseimbangan tidak akan tercipta jika kedua belah pihak tidak tahu hak-hak dan kewajiban-kewajibannya. Termasuk karena ketidak-tahuan suami atas semua kewajiban rumah tangga adalah tugasnya, maka ia akan mudah memperolok istrinya jika pekerjaan rumah belum beres, atau bahkan akan sangat mudah mencaci maki jika makanan yang disajikan sang istri kurang begitu enak.

Maka saya tahu persis ketika saya menikah, apa yang musti saya perbuat. Ataukah mencuci, menyapu, atau bersih-bersih lainnya. Semua saya dapat dari pesantren. Kita semua mendapatkan pengajaran itu, kecuali memasak. Karena dulu di Pesantren kita tinggal nunggu matangnya saja, hanya anak ndalem yang memegang kendali itu. Justru saya bisa masak ketika saya di Mesir, lagi-lagi karena tuntutan adanya jadwal masak.

Di luar itu semua, suami bukanlah single player dalam berumah tangga. Ia harus saling bahu-membahu dengan pasangannya, bekerja sama, untuk menciptakan bahtera rumah tangga yang bisa mengarungi kebahagiaan serta kedamaian.

Sekali lagi, tulisan ini bukan lantas kesempatan untuk dijadikan senjata bagi seorang istri guna menohok suaminya, akan tetapi lebih ke pemberitahuan agar Sang Suami bisa lebih mengerti atas semua bantuan Sang Istri selama ini. []

Tags: istrikeluargaKesalinganperkawinanpesantrenrumah tanggaSantrisuami
Turoobul Aqdam

Turoobul Aqdam

Pernah belajar di PP Mansajul Ulum dan PERGURUAN ISLAM MATHOLI'UL FALAH. Kini tinggal di Pati, Jawa Tengah, Indonesia

Terkait Posts

Perempuan Lebih Religius

Mengapa Perempuan Lebih Religius Daripada Laki-laki?

9 Juli 2025
Jiwa Inklusif

Menanamkan Jiwa Inklusif Pada Anak-anak

8 Juli 2025
Nikah Massal

Menimbang Kebijakan Nikah Massal

8 Juli 2025
Sejarah Ulama Perempuan

Mencari Nyai dalam Pusaran Sejarah: Catatan dari Halaqah Nasional “Menulis Ulang Sejarah Ulama Perempuan Indonesia”

7 Juli 2025
Film Rahasia Rasa

Film Rahasia Rasa Kelindan Sejarah, Politik dan Kuliner Nusantara

6 Juli 2025
Ancaman Intoleransi

Menemukan Wajah Sejati Islam di Tengah Ancaman Intoleransi dan Diskriminasi

5 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Nikah Massal

    Menimbang Kebijakan Nikah Massal

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menggugat Batas Relasi Laki-Laki dan Perempuan di Era Modern-Industrialis

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menanamkan Jiwa Inklusif Pada Anak-anak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Meruntuhkan Mitos Kodrat Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sadar Gender Tak Menjamin Bebas dari Pernikahan Tradisional

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Mengapa Perempuan Lebih Religius Daripada Laki-laki?
  • Mengapa Pengalaman Biologis Perempuan Membatasi Ruang Geraknya?
  • Stop Menormalisasi Pelecehan Seksual: Terkenal Bukan Berarti Milik Semua Orang
  • Perjanjian Pernikahan
  • Sadar Gender Tak Menjamin Bebas dari Pernikahan Tradisional

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID