• Login
  • Register
Senin, 27 Maret 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Rekomendasi

Perempuan Berhutang pada Kiai Afif

Saya merangkum pemikiran Kiai Afif dari karya-karyanya yang secara objektif menyeleksi hukum-hukum fikih secara adil bagi manusia, laki-laki dan perempuan.

Nur Kholilah Mannan Nur Kholilah Mannan
29/01/2021
in Rekomendasi, Tokoh
0
Kiai Afif

Kiai Afif

168
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – KH Afifuddin Muhajir tidak mashur dengan sebutan ulama feminis, kiprahnya tidak pernah berurusan dengan gerakan perempuan secara khusus. Namun Kiai Afif melahirkan banyak teori yang sangat penting bagi perempuan.

Sama halnya dengan Marx, Clara Zetkin berkata dalam sejarah sosial perempuan yang begitu kelam ada Marx yang menyadarkan bahwa sebesar apapun perjuangan revolusioner oleh proletariat untuk menaklukkan kekuatan politik, tanpa mencapai sebuah masyarakat sosialis dan pembebasan jenis kelamin perempuan akan tetap menjadi mimpi kosong (Catatan Perempuan Revolusioner: 44).

Sementara itu Kiai Afif hadir untuk meyakinkan perempuan muslim tentang hal itu. Saya tidak sedang menilai Kiai Afif sebagaimana para tokoh mengomentarinya, santriwati abangan seperti saya hanya ingin menukil pendapatnya yang membuat saya (dan semua perempuan, mungkin) merasa berhutang pada kiai asal Madura ini.

Bermula dari tulisan kiai Faqihuddin Abdul Qadir, ulama feminis pencetus metode Mubadalah menegaskan bahwa Kiai Afif adalah panutan perempuan yang perspektif dan keilmuannya harus dipublikasikan dan dilestarikan untuk membukakan jalan agar lebih lempang bagi kerja-kerja kemanusiaan dalam Islam, terutama pemberdayaan perempuan.

Untuk kepentingan itu saya merangkum pemikiran Kiai Afif dari karya-karyanya yang secara objektif menyeleksi hukum-hukum fikih secara adil bagi manusia, laki-laki dan perempuan. Pertama, tentang prinsip-prinsip yang mendasari sistem pemerintahan Islam; kesetaraan (المساواة), keadilan (العدالة), musyawarah (الشورى), kebebasan (الحرية) dan pengawasan rakyat (رقابة الأمة) (Fiqh Tata Negara: 43-57).

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Waspadai Propaganda Intoleransi Jelang Tahun Politik
  • Asy-Syifa Binti Abdullah: Ilmuwan Perempuan Pertama dan Kepala Pasar Madinah
  • Nalar Kritis Muslimah: Menghadirkan Islam yang Ramah Perempuan
  • Siti Walidah: Ulama Perempuan Progresif Menolak Peminggiran Peran Perempuan

Baca Juga:

Waspadai Propaganda Intoleransi Jelang Tahun Politik

Asy-Syifa Binti Abdullah: Ilmuwan Perempuan Pertama dan Kepala Pasar Madinah

Nalar Kritis Muslimah: Menghadirkan Islam yang Ramah Perempuan

Siti Walidah: Ulama Perempuan Progresif Menolak Peminggiran Peran Perempuan

Jika boleh saya katakan, lima prinsip ini adalah prinsip universal dalam berislam. Islam yang rahmatan lil ‘alamin akan benar-benar terwujud dengan 5 hal tersebut, termasuk dalam relasi laki-laki dan perempuan. Keduanya setara dalam hak dan kewajiban, adil dalam bersikap, musyawarah dalam menentukan keputusan, bebas dalam bertindak dan berpendapat serta pengawasan yang kontinu.

Pemikiran Kiai Afif ini tidak berhenti dalam ruang teori belaka, melainkan telah beliau terapkan dalam sikap politik pada pemilu Gubernur dan wakil Gubernur 2018, saat itu Kiai Afif mendukung Khofifah Indar Parawansa. Ketika masih banyak ulama yang mempermasalahkan kepemimpinan perempuan atau setidaknya mengenyampingkan perempuan dan mendahulukan laki-laki.

Sosok Kiai Afif dengan kokoh berdiri di garda terdepan dalam mendukung Khofifah-Emil. Bukan tanpa pertimbangan, di setiap kesempatan jika ditanya tentang alasan politiknya beliau selalu menekankan integritas seorang pemimpin bukan jenis kelamin.

Kedua, tentang kemerdekaan perempuan memilih pasangan, dalam buku Manajemen Cinta (2014), bahwa hak ijbar adalah hak bukan keharusan yang harus dilakukan wali, ia boleh diambil atau diabaikan. Imam Asy-Syafii yang paling kukuh memegang hak ijbar ini, bukan berarti ia mendiskriminasi perempuan, terbukti ia tetap menekankan musyawarah yang merupakan hal paling urgen.

Maka pendapat perempuan dalam menentukan jodoh tidak bisa diacuhkan. Antara wali dan anak harus ada upaya mencari keselarasan dan titik temu dalam menentukan pilihan. Perempuan dalam pandangan Kiai Afif, wakil mudir Ma’had Aly Situbondo ini bukan sebuah objek dalam dalam kehidupan melainkan subjek sebagaimana laki-laki. Keduanya adalah manusia yang memiliki beban sebagai khalifatullah di muka bumi ini.

Sebagaimana hadis yang dikutip, suatu hari ada seorang gadis yang mendatangi Rasulullah, mengadukan dirinya dinikahkan dengan sepupunya tanpa izin darinya, padahal perjodohan itu demi menaikkan martabat anak perempuannya, tapi Nabi menyerahkan urusan pernikahan itu pada si gadis, mau menerima atau membatalkannya, gadis itu berkata “Aku memperkenankan apa yang diperbuat ayah, tapi aku hanya ingin perempuan-perempuan mengetahui bahwa ayah mereka tidaklah memiliki kewenangan apapun.”

Pendapat Kiai Afif ini menegaskan kebebasan setiap individu selama dilakukan dengan pertimbangan dan musyawarah.

Kedua dalam kitab Fath al-Mujīb al-Qarīb (2014) komentar atas kitab at-Taqrīb, ketika Abū Syujā’ hanya menyebutkan lelaki boleh melihat perempuan yang akan dinikahi, Kiai Afif melanjutkan bahwa perempuan juga boleh melihat lelaki yang melamarnya. Tentu ia berhak menerima atau menolak. Hal ini demi tercapainya transparansi kondisi fisik-psikis pasangan sebelum pernikahan digelar.

Selanjutnya Kiai Afif menyetujui bahwa ṣidāk/mahar bukan syarat dan rukun pernikahan namun ia adalah hak istri yang harus dibayar oleh suami. Besaran mahar memang tergantung adat masing-masing daerah, tidak ada batas minimal-maksimal tapi dianjurkan (sunah) tidak kurang dari 10 dirham (29,75 gr emas) dan tidak lebih dari 500 dirham (1.4875 gr), anda bisa menghitung sendiri jika dikonversi ke uang rupiah.

Meskipun konon menurut pengakuannya mahar yang beliau berikan pada istrinya dulu 10.000 rupiah tapi itu 36 tahun lalu, keadaan ekonomi masih labil dan saya yakin nominal itu sudah standar di masanya.

Terakhir pemikiran fundamen yang mampu merangkum sebagian besar pemikiran Kiai Afif adalah moderasi sebagai watak agama Islam. Watak wasathiyah (moderat) memiliki unsur tawāsuṭ, ta’ādul dan tawāzun, tiga unsur ini tidak bisa dijabarkan secara singkat, silahkan pembaca merujuk pada buku beliau  Membangun Nalar Islam Moderat (2018). []

 

 

 

 

Tags: Kongres Ulama Perempuan IndonesiaModerasi BeragamaTokoh Inspiratifulama perempuan
Nur Kholilah Mannan

Nur Kholilah Mannan

Terkait Posts

Propaganda Intoleransi

Waspadai Propaganda Intoleransi Jelang Tahun Politik

27 Maret 2023
Penutupan Patung Bunda Maria

Kisah Abu Nawas dan Penutupan Patung Bunda Maria

26 Maret 2023
Zakat bagi Korban

Pentingnya Zakat bagi Perempuan Korban Kekerasan Seksual

25 Maret 2023
Asy-Syifa Binti Abdullah

Asy-Syifa Binti Abdullah: Ilmuwan Perempuan Pertama dan Kepala Pasar Madinah

24 Maret 2023
Rukhsah bagi Ibu Hamil dan Menyusui

Rukhsah bagi Ibu Hamil dan Menyusui Saat Ramadan

23 Maret 2023
Perayaan Nyepi

Nilai Inklusif dalam Perayaan Nyepi 2023

22 Maret 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Akhlak dan perilaku yang baik

    Pentingnya Memiliki Akhlak dan Perilaku yang Baik Kepada Semua Umat Manusia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Profil Gender: Angka tak Bisa Dibiarkan Begitu Saja

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kitab Sittin Al-‘Adliyah: Pentingnya Menjaga Kesehatan Mental

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Waspadai Propaganda Intoleransi Jelang Tahun Politik

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Jogan Ramadhan Online: Pengajian Khas Perspektif dan Pengalaman Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Piagam Madinah: Prinsip Hidup Bersama
  • Nyai Pinatih: Sosok Ulama Perempuan Perekat Kerukunan Antarumat di Gresik
  • Pentingnya Memahami Prinsip Kehidupan Bersama
  • Q & A: Apa Batasan Sakit yang Membolehkan Tidak Puasa di Bulan Ramadan?
  • Jogan Ramadhan Online: Pengajian Khas Perspektif dan Pengalaman Perempuan

Komentar Terbaru

  • Profil Gender: Angka tak Bisa Dibiarkan Begitu Saja pada Pesan untuk Ibu dari Chimamanda
  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Petasan, Kebahagiaan Semu yang Sering Membawa Petaka pada Maqashid Syari’ah Jadi Prinsip Ciptakan Kemaslahatan Manusia
  • Berbagi Pengalaman Ustazah Pondok: Pentingnya Komunikasi pada Belajar dari Peran Kiai dan Pondok Pesantren Yang Adil Gender
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist