Rabu, 12 November 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    silent revolution

    Prof. Alimatul Qibtiyah Sebut Silent Revolution sebagai Wajah Gerakan Perempuan Indonesia

    Alimat

    Alimat Teguhkan Arah Gerakan Perempuan Lewat Monev Sosialisasi Pandangan Keagamaan KUPI tentang P2GP

    mahasiswa dan diaspora Indonesia di Sydney

    Mahasiswa dan Diaspora Indonesia di Sydney Tolak Soeharto Jadi Pahlawan Nasional

    Soeharto

    Menolak Gelar Pahlawan: Catatan Hijroatul Maghfiroh atas Dosa Ekologis Soeharto

    Pahlawan Soeharto

    Ketua PBNU hingga Sejarawan Tolak Gelar Pahlawan Soeharto, Dosanya Besar bagi NU dan Masyarakat

    Disabilitas

    Di UNIK Cipasung, Zahra Amin: Jadikan Media Digital Ruang Advokasi bagi Penyandang Disabilitas

    Bagi Disabilitas

    Rektor Abdul Chobir: Kampus Harus Berani Melahirkan Gagasan Inklusif bagi Penyandang Disabilitas

    Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    4 Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah bagi

    Fiqh al-Murunah: Menakar Azimah dan Rukhsah dari Pengalaman Difabel

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Menyusui Anak

    Ketika Menyusui Anak Menjadi Amal Kemanusiaan

    Itsbat Nikah

    Tadarus Subuh: Kelindan Itsbat Nikah, Antara Kemaslahatan dan Kerentanan

    ASI Ibu

    Ketika ASI Menjadi Amanah Bersama: Ibu Memberi Susu, Ayah Memberi Dukungan

    Down Syndrom dan Mubadalah

    Down Syndrom dan Mubadalah: Kopi Kamu Buktikan Martabat Kerja Barista DS

    Penyusuan Anak

    Konsep Penyusuan Anak dalam Islam

    Soeharto

    Pseudo-Pahlawan Nasional: Balutan Dosa (Politik) Soeharto

    Grooming Behavior

    Grooming Behaviour dan Pudarnya Nalar Kritis Para Gawagis

    Inklusi Disabilitas

    Inklusi Disabilitas: Job Fair DKI Jadi Langkah Kecil

    kekerasan penyandang disabilitas

    Sulitnya Perempuan Penyandang Disabilitas dalam Melaporkan Kasus Kekerasan

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

    Perempuan Lebih Rendah

    Ketakwaan Perempuan Tidak Lebih Rendah dari Laki-laki

    Keterbukaan Rumah Tangga

    Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

    Keterbukaan

    Pentingnya Sikap Saling Keterbukaan dalam Rumah Tangga

    Rumah Tangga dalam

    Mencegah Konflik Kecil Rumah Tangga dengan Sikap Saling Terbuka dan Komunikasi

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    silent revolution

    Prof. Alimatul Qibtiyah Sebut Silent Revolution sebagai Wajah Gerakan Perempuan Indonesia

    Alimat

    Alimat Teguhkan Arah Gerakan Perempuan Lewat Monev Sosialisasi Pandangan Keagamaan KUPI tentang P2GP

    mahasiswa dan diaspora Indonesia di Sydney

    Mahasiswa dan Diaspora Indonesia di Sydney Tolak Soeharto Jadi Pahlawan Nasional

    Soeharto

    Menolak Gelar Pahlawan: Catatan Hijroatul Maghfiroh atas Dosa Ekologis Soeharto

    Pahlawan Soeharto

    Ketua PBNU hingga Sejarawan Tolak Gelar Pahlawan Soeharto, Dosanya Besar bagi NU dan Masyarakat

    Disabilitas

    Di UNIK Cipasung, Zahra Amin: Jadikan Media Digital Ruang Advokasi bagi Penyandang Disabilitas

    Bagi Disabilitas

    Rektor Abdul Chobir: Kampus Harus Berani Melahirkan Gagasan Inklusif bagi Penyandang Disabilitas

    Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    4 Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah bagi

    Fiqh al-Murunah: Menakar Azimah dan Rukhsah dari Pengalaman Difabel

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Menyusui Anak

    Ketika Menyusui Anak Menjadi Amal Kemanusiaan

    Itsbat Nikah

    Tadarus Subuh: Kelindan Itsbat Nikah, Antara Kemaslahatan dan Kerentanan

    ASI Ibu

    Ketika ASI Menjadi Amanah Bersama: Ibu Memberi Susu, Ayah Memberi Dukungan

    Down Syndrom dan Mubadalah

    Down Syndrom dan Mubadalah: Kopi Kamu Buktikan Martabat Kerja Barista DS

    Penyusuan Anak

    Konsep Penyusuan Anak dalam Islam

    Soeharto

    Pseudo-Pahlawan Nasional: Balutan Dosa (Politik) Soeharto

    Grooming Behavior

    Grooming Behaviour dan Pudarnya Nalar Kritis Para Gawagis

    Inklusi Disabilitas

    Inklusi Disabilitas: Job Fair DKI Jadi Langkah Kecil

    kekerasan penyandang disabilitas

    Sulitnya Perempuan Penyandang Disabilitas dalam Melaporkan Kasus Kekerasan

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

    Perempuan Lebih Rendah

    Ketakwaan Perempuan Tidak Lebih Rendah dari Laki-laki

    Keterbukaan Rumah Tangga

    Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

    Keterbukaan

    Pentingnya Sikap Saling Keterbukaan dalam Rumah Tangga

    Rumah Tangga dalam

    Mencegah Konflik Kecil Rumah Tangga dengan Sikap Saling Terbuka dan Komunikasi

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Featured

Perempuan dalam Pemikiran Buya Husein Muhammad

Perbedaan Buya Husein Muhammad dengan feminis lain, adalah hal wilayah yang digarap, yang dikhususkan pada Islam dan tradisi pesantren, yakni suatu subkultur yang hampir seluruh perilaku, dan tindakannya selalu merujuk pada teks-teks agama (baca: kitab kuning)

Zahra Amin Zahra Amin
11 Mei 2023
in Featured, Publik
0
Perempuan

Perempuan

737
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Fakta modernitas yang telah mengepung masyarakat muslim hari ini, menjadikan kita tidak bisa lari untuk menghindarkan diri. Meski begitu pikiran-pikiran mereka masih dipenuhi dengan terma-terma dan produk-produk klasik khas abad pertengahan di Timur Tengah. Lebih khusus lagi, di wilayah Irak-Hijaz.

Referensi-referensi keagamaan mereka masih belum beranjak dari Kutub at-Turats atau Kitab Kuning, sebuah istilah yang populer di komunitas pesantren di Indonesia.  Sebagian mereka bahkan memandang referensi-referensi ini adalah sumber par excellent, lengkap dan mewadahi setiap kasus atau isu sepanjang sejarah.

Mereka juga menganggap bahwa fatwa-fatwa hukum yang termuat di dalamnya merupakan hukum Tuhan yang tidak boleh diubah apalagi dilawan. Demikian juga konsensus-konsensus (ijma’) di kalangan para ahli fiqh Islam tidak bisa dilanggar. Demikian sebuah pengantar renungan panjang yang ditulis Buya Husein, dalam salah satu artikelnya yang pernah saya baca.

Bahkan sampai hari ini, pusat-pusat pendidikan Islam di berbagai negara berpenduduk mayoritas muslim, termasuk Indonesia, baik yang tradisional maupun modern, tetap mengkaji teks-teks Islam klasik tersebut dengan penuh percaya diri sambil mengarahkan atau mewajibkan peserta pendidikan dan mahasiswa mengamalkan isinya, dengan semangat keimanan dan keagamaan yang tinggi. Cara-cara yang digunakan dalam menjelaskan teks-teks tersebut juga masih mengacu pada sistem lama, satu arah dan doktriner.

Dalam konteks tradisi keagamaan tersebut, seluruh perbincangan tentang tubuh perempuan tersebut pada dua kata: Pertama, “qiwamah ar-rajul” (kepemimpinan laki-laki). Kata ini disebut dalam teks suci paling otoritatif yakni al-Qur’an. Ayat ini dalam cara pandang laki-laki, memberi norma otoritas permanen bagi semua laki-laki, yang dari situ seluruh relasi gender dibangun di segala ruang dan waktu. Pandangan yang kritis atas ayat ini menunjukkan sebaliknya.

Kedua, “al-fitnah”. Kata ini dalam konteks gender, acap kali dimaknai dalam nada stigmatik terhadap perempuan. Perempuan adalah sumber godaan hasrat seksual, pemicu kerusakan/kekacauan sosial, dan yang menjerumuskan lelaki dalam petaka nestapa. Pemahaman ini diambil dari teks hadits, yang artinya “Aku tidak meninggalkan, sesudah aku tiada, sebuah ‘fitnah’ yang membahayakan laki-laki, kecuali perempuan.”

Buya Husein Muhammad menjelaskan seluruh argumentasi para ulama yang melarang perempuan menjadi pemimpin di ruang publik dengan sejumlah dalil. Pertama; seluruh madzhab fiqh melarang jabatan publik, seperti hakim atau pemimpin pemerintah, diberikan pada perempuan.

Kedua; fakta sejarah yang menjelaskan bahwa pada masa Nabi, Khulafaur Rasyidin dan penguasa Islam sesudahnya tidak pernah memberikan kekuasaan pada perempuan. Sejarah Islam tidak pernah membuktikan ada perempuan yang menduduki jabatan itu.

Namun, Buya Husein Muhammad kemudian memberikan argumentasi dengan dalil dan pendapat para ulama klasik yang membolehkan perempuan menjadi pemimpin atau beraktivitas di ruang publik. Argumentasi yang melarang perempuan menjadi pemimpin adalah hadits Nabi yang menyatakan: “Tidak akan pernah beruntung bangsa yang diperintah perempuan.”

Merujuk pada Syaikh Ibnu Hajar al-Asqalani, hadits ini ditujukan pada satu kasus di mana perempuan, yaitu Bauran binti Syiruyah bin Kisra, Ratu Persia, mengalami kehancuran karena ketidakmampuannya dalam memimpin, bukan karena jenis kelaminnya. Hadits ini juga menurut KH Husein Muhammad, hanya berlaku sebagai informasi semata, bukan dengan kerangka legitimasi hukum. Kemudian, mengutip pendapat Syaikh Ibnu Aqil tentang persoalan-persoalan kemasyarakatan dan politik.

“Dalam urusan-urusan politik, yang diperlukan adalah cara-cara yang dapat mengantarkan masyarakat pada kehidupan yang menjamin kemaslahatan, dan menjauhkan mereka dari kerusakan/kebinasaan, meskipun cara-cara itu tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah Saw. Dan tidak ada aturan wahyu Tuhan.” atau, ungkapan dalam ushul fiqih: “Tindakan penguasa atas rakyatnya harus didasarkan atas kemaslahatan mereka.”

Sumbangsih Pemikiran Buya Husein Muhammad terhadap Islam dan Perempuan

Kenyataan-kenyataan di atas kemudian menyadarkan para aktivis perempuan pesantren untuk mencoba mencari pemecahan masalah relasi laki-laki dan perempuan dalam kitab kuning. Memahami persoalan ini sebenarnya terpulang pada perspektif dan kemampuan diskursus gender.

Kajian yang menyeluruh terhadap teks-teks fiqih klasik yang berhubungan dengan relasi perempuan dan laki-laki masih memperlihatkan adanya kekaburan pemahaman antara hal yang dipandang sebagai kodrat, kehendak Tuhan, sesuatu yang given (terberi) dan hal yang sesungguhnya merupakan bangunan sosial, konstruksi sosial, atau sistem kemasyarakatan dan diusahakan oleh masyarakat, termasuk komunitas pesantren, mengenai perbedaan kedua terminologi ini, nampak sama sekali belum terbangun.

Dengan kata lain, mereka belum mengenal yang disebut gender dan yang disebut seks atau yang bersifat biologis. Keduanya dianggap sama saja, yaitu sebagai pemberian Tuhan.

Posisi dan peran perempuan-laki-laki dalam pandangan mainstream masyarakat selama ini dipahami sebagai sesuatu yang tetap, baku, dan merupakan ketentuan Tuhan sehingga tidak boleh diubah. Perempuan dan laki-laki menurut mereka adalah dua makhluk Tuhan yang berbeda, baik dari sisi biologisnya, maupun dari sisi peran dan fungsi sosialnya.

Perbedaan ini sudah merupakan kodrat, sehingga tidak bisa berubah dan tidak bisa diubah, mengubah peran dan posisi, atau mempertukarkan fungsi dan tugas keduanya dapat dianggap sama dengan mengubah ketentuan Tuhan. Hal tersebut terlarang karena menentang keputusan Tuhan.

Kesadaran akan pemahaman seperti ini sebenarnya tidak hanya merupakan pengetahuan masyarakat pesantren, tetapi juga pemahaman masyarakat Indonesia pada umumnya, termasuk di dalamnya para pejabat, orang-orang terpelajar, para cendekiawan dan lain-lain. Ini paling tidak sepanjang yang berlangsung sampai hari ini.

Dalam salah satu artikel Lies Marcoes yang rutin ditulis di Facebook, lalu kemudian dibukukan dengan judul “Merebut Tafsir” ada tulisannya yang mengulas tentang KH Husein Muhammad, pertama Metamorfosa Kiai Husein Muhammad (1)  dan kedua, Metamorfosa Kiai Husein Muhammad (2) . Dikatakan Lies Marcoes, Kiai Husein terus berpikir soal bagaimana agama memberi manfaat dalam isu-isu kekinian yang dihadapi perempuan. Di sinilah letak metamorfosa Kiai Husein.

Pertama, Kiai Husein membangun metodologi cara membaca teks agama. Dalam pemikiran Islam, metodologi adalah aspek paling penting sebab ia menjadi “kaca mata” baca. Dalam Islam ragam metodologi dikenali seperti dalam ilmu Ushul Fiqih yang mengenalkan kaidah-kaidah untuk pengambilan hukum. Dalam metamorfosa Kiai Husein, metodologi klasik itu digunakan untuk membaca realitas di mana beliau memasukkan metode-metode baru seperti feminisme, gender, HAM sebagai instrumen yang memberi kekuatan kepada metode klasik.

Kedua, Kiai Husein memperkaya pengetahuannya dengan melihat realitas yang berubah. Di dalam perubahan-perubahan realitas itu sangatlah penting mendengar subjek atau para pihak yang menjadi pokok pembahasan. Di situlah Kiai Husein melengkapi metodologinya. Ia mewajibkan kepada kita untuk mendengar suara perempuan, anak, kelompok minoritas dan mereka yang selama ini dalam pembahasan isu agama menjadi pihak yang tak terdengar suaranya setiap kali hendak menentukan suatu hukum.

Perbedaan Buya Husein Muhammad dengan feminis lain, adalah hal wilayah yang digarap, yang dikhususkan pada Islam dan tradisi pesantren, yakni suatu subkultur yang hampir seluruh perilaku, dan tindakannya selalu merujuk pada teks-teks agama (baca: kitab kuning). Medan perjuangan, sosialisasi gagasan dan gerakan kesetaraan terhadap perempuan yang dilakukan Buya Husein Muhammad ini masih sangat sulit untuk dimasuki oleh mayoritas aktivis perempuan.

Hal ini dikarenakan dominasi laki-laki di pesantren, yang tidak saja menjadi budaya perilaku, tetapi sudah menjadi keyakinan ajaran agama dengan legitimasi teks-teks agama. Karenanya ketimpangan gender atau subordinasi dan marginalisasi terhadap perempuan di masyarakat pesantren dianggap sebagai sebuah kebenaran agama yang tidak bisa dibantah. Dan fakta tersebut menjadi tantangan untuk bisa dihadapi, bahkan oleh saya sendiri. []

Tags: Genderislamisu perempuanKH Husein Muhammad
Zahra Amin

Zahra Amin

Zahra Amin Perempuan penyuka senja, penikmat kopi, pembaca buku, dan menggemari sastra, isu perempuan serta keluarga. Kini, bekerja di Media Mubadalah dan tinggal di Indramayu.

Terkait Posts

Penyusuan Anak
Keluarga

Konsep Penyusuan Anak dalam Islam

11 November 2025
Disabilitas
Publik

Memperjuangkan Kontestasi Makna: Mengapa ‘Disabilitas’ Lebih Manusiawi dari ‘Cacat’

6 November 2025
Perempuan Haid yang
Keluarga

Saatnya Umat Islam Mengakhiri Stigma terhadap Perempuan Haid

5 November 2025
Perempuan Haid bukan
Keluarga

Islam Memuliakan Perempuan Haid, Bukan Mengasingkannya

4 November 2025
Maskulin Toksik
Personal

Maskulin Toksik: Menanam Kesetaraan Gender Melalui Budaya Dominan

4 November 2025
Haid dalam
Keluarga

Islam Menghapus Stigma Haid Perempuan: Dari Mata Iblis ke Martabat Kemanusiaan

4 November 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Grooming Behavior

    Grooming Behaviour dan Pudarnya Nalar Kritis Para Gawagis

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ketika ASI Menjadi Amanah Bersama: Ibu Memberi Susu, Ayah Memberi Dukungan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pseudo-Pahlawan Nasional: Balutan Dosa (Politik) Soeharto

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Prof. Alimatul Qibtiyah Sebut Silent Revolution sebagai Wajah Gerakan Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Down Syndrom dan Mubadalah: Kopi Kamu Buktikan Martabat Kerja Barista DS

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Ketika Menyusui Anak Menjadi Amal Kemanusiaan
  • Tadarus Subuh: Kelindan Itsbat Nikah, Antara Kemaslahatan dan Kerentanan
  • Ketika ASI Menjadi Amanah Bersama: Ibu Memberi Susu, Ayah Memberi Dukungan
  • Down Syndrom dan Mubadalah: Kopi Kamu Buktikan Martabat Kerja Barista DS
  • Konsep Penyusuan Anak dalam Islam

Komentar Terbaru

  • Refleksi Hari Pahlawan: Tiga Rahim Penyangga Dunia pada Menolak Gelar Pahlawan: Catatan Hijroatul Maghfiroh atas Dosa Ekologis Soeharto
  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID