• Login
  • Register
Rabu, 8 Februari 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Pernak-pernik

Perempuan dalam Pusaran Perang Mataram dengan Madiun

Adisara sebagai diplomat ulung perempuan Mataram, menjadi bukti bahwa dalam kebesaran Mataram juga ada sumbangan torehan dari sosok perempuan

Moh. Rivaldi Abdul Moh. Rivaldi Abdul
28/03/2022
in Pernak-pernik, Rekomendasi
0
Perempuan dalam Pusaran Perang Mataram dengan Madiun

Perempuan dalam Pusaran Perang Mataram dengan Madiun

97
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Artikel ini akan membahas secara gamblang tentang peran perempuan dalam pusaran perang Mataram dengan Madiun. Hal sekaligus membuka lembaran eksistensi perempuan sudah ada sejak dahulu kala. Alkisah, setelah meluaskan sayap Kerajaan Mataram (Islam) di Surabaya, Panembahan Senopati (pendiri dan raja pertama Mataram)–yang berniat menjadi penguasa tanah Jawa–melanjutkan kepak sayapnya ke Madiun.

Di sisi lain, Bupati Madiun mulai mengumpulkan kekuatan dengan mengajak para bupati di Bang Wetan (Jawa Timur) yang belum tunduk pada Senopati untuk membentuk persekutuan melawan Mataram. Dalam Babad Tanah Jawi, W.L. Olthof, dijelaskan bahwa Bupati Madiun sadar betul kalau Senopati seperti ibarat api sebesar kunang-kunang yang harus segera dipadamkan.

Sebab, jika tidak, maka api itu akan semakin berkobar ke mana-mana. Para bupati pun menerima ajakan itu, dan mereka mengumpulkan pasukannya di Madiun. Tatkala sampai di Madiun, Panembahan Senopati kaget melihat pasukan Madiun beserta sekutunya yang sangat besar. Di sisi lain, prajuritnya tinggal sedikit.

Senopati bukan sekadar penguasa yang haus kekuasaan dan bergerak tanpa perhitungan, melainkan raja visioner yang ingin menguasai tanah Jawa dan memiliki banyak strategi dalam mewujudkan impiannya. Ketika menimbang kekuatan Madiun dan sekutunya, Senopati sadar betul jika bentrok langsung, maka kemungkinan untuk menang itu kecil. Sehingga, dia pun menjalankan “siasat” untuk menaklukkan Madiun.

Adisara, Sosok Penentu Keberhasilan Siasat Mataram atas Madiun

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Kampung Adat Kranggan, Masih Eksis di Pinggiran Ibu Kota
  • Nabi Saw Meminta Umat Islam Untuk Melindungi Perempuan dari Berbagai Kekerasan
  • Nabi Saw Perintahkan Umat Islam Janganlah Kalian Memukul Perempuan
  • Teladan Umar bin Khattab Ra Saat Bertemu Perempuan Miskin

Baca Juga:

Kampung Adat Kranggan, Masih Eksis di Pinggiran Ibu Kota

Nabi Saw Meminta Umat Islam Untuk Melindungi Perempuan dari Berbagai Kekerasan

Nabi Saw Perintahkan Umat Islam Janganlah Kalian Memukul Perempuan

Teladan Umar bin Khattab Ra Saat Bertemu Perempuan Miskin

Dalam upaya keberhasilan siasatnya, Senopati membutuhkan bantuan Adisara (Adi-Sara). Sebagaimana dalam Babad Tanah Jawi, Senopati berkata, “Adi-Sara datang ke kota Madiun, dan berikan suratku ini kepada Panembahan Madiun. Isi surat menyatakan bahwa saya takluk. Ini dilakukan supaya beliau hilang kewaspadaannya atau membubarkan barisannya.”

Selain itu, “terserah kepadamu bagaimana merekayasa agar Panembahan Madiun menjadi sayang padaku. Berpakaiannya yang indah-indah dan berhiaslah secantik mungkin, serta naiklah jalang (tandu). Para prajuritku Jayataka yang memikul tandu serta membawa perlengkapan upacara berjumlah empat puluh orang. Jika engkau diganggu oleh para sentana di Madiun layani saja. Asal tidak sampai di luar batas dan hindari jangan sampai terlalu jauh ke dalam.”

Dalam Babad Tanah Jawi, W.L. Olthof, Adisara dijelaskan sebagai seorang abdi perempuan Mataram yang sangat cantik. Sedangkan, Purwadi dalam Babad Ki Ageng Mangir: Intrik Politik Istana Demi Melanggengkan Kuasa Keraton Mataram, menyebut Adisara sebagai bupati wanita (perempuan).

Yang jelas, Adisara bukanlah sosok perempuan biasa. Senopati tidak akan menggantungkan harapan besarnya–sampai mengeluarkan kata-kata: “…terserah padamu bagaimana merekayasa agar Panembahan Madiun menjadi sayang padaku….”–kepada sembarang orang.

Dalam misi ini, Adisara menjadi diplomat perempuan Mataram yang bertugas mengambil simpati dari penguasa Madiun. Sukses tidaknya upaya siasat Senopati dalam ekspansi Mataram terhadap Madiun tergantung pada Adisara. Di kemudian hari, Adisara juga membersamai Putri Pembayun sebagai intelijen Mataram dalam misi menaklukkan Mangir. Dari kiprahnya, dapatlah mengatakan kalau Adisara merupakan agen perempuan ulung Mataram.

Karena kepiawaian diplomasi yang dijalankan Adisara dalam tugas menyampaikan surat Senopati, sehingga Bupati Madiun yang awalnya ingin berperang dengan Senopati malah menjadi sayang kepadanya. Bahkan, ingin mengangkat Senopati menjadi anak angkatnya. Adisara pun sukses dalam menjalankan misinya.

Bupati Madiun kehilangan kewaspadaan terhadap Senopati, dan mulai membubarkan pasukan Madiun beserta pasukan para sekutunya. Hal ini segera dimanfaatkan oleh Senopati, dengan melakukan penyerangan yang berakhir dengan kemenangan Mataram dan takluknya Madiun.

Retna Jumilah, Pendirian Sang Putri Madiun dalam Gelombang Peperangan

Bupati Madiun memiliki seorang putri yang sangat cantik, bernama Retna Jumilah. Sewaktu perang Mataram dan Madiun, sang putri sudah menginjak usia dewasa. Namun, dia belum menikah, bukan karena tidak laku, melainkan Retna Jumilah mau menikah hanya dengan pria yang mampu memenuhi dua syarat.

Yaitu, pertama pria yang disembah orang tuanya/Bupati Madiun, dan kedua tidak luka jika disabet dengan pisau cukur miliknya. Kalau tidak ada laki-laki yang mampu memenuhi kedua syarat itu, maka seumur hidupnya dia tidak mau menikah.

Babad Tanah Jawi, W.L. Olthof, menceritakan bahwa tatkala Senopati berhasil menaklukkan Madiun, Retna Jumilah ditinggal oleh ayahnya di istana, dan diberikan keris wasiat bernama si Gumarang. Dia sadar betul kalau dirinya besar kemungkinan bakal menjadi korban jarahan kekalahan Madiun, apalagi diketahui bahwa Senopati menyukainya. Dalam keadaan demikian, dia tidak lantas pasrah dan putus asa, lebih-lebih sampai menjatuhkan harga dirinya.

Retna Jumilah tetap kukuh memegang pendiriannya, khususnya mempertahankan syarat bagi pria yang ingin menjadikannya pasangan. Maka, ketika Retna Jumilah menerima keris warisan yang diberikan ayahnya, dia kemudian berpakaian seperti laki-laki yang siap bertempur, dan duduk di tengah kedaton menunggu Senopati untuk duel. Mati sekalipun, dia tetap ingin mempertahankan harga diri dan pendiriannya.

Senopati yang melihat sang putri Madiun menghunus keris, juga jadi takut mendekat. Setelah melakukan beberapa dialog, Retna Jumilah mau berdamai dengan Senopati. Dia kemudian coba menyabetkan pisau cukur miliknya kepada Senopati, dan–sebagaimana dalam Babad Tanah Jawi bahwa–kulit Senopati tidak terluka.

Maka, genap sudah dua syarat yang harus dimiliki oleh calon suami Retna Jumilah pada diri Senopati, yaitu pertama mampu menundukkan Madiun dan kedua tidak terluka dengan pisau cukur miliknya. Sehingga, barulah Retna Jumilah mau menikah dengan Senopati.

Meski cerita ekspansi Mataram atas Madiun dalam Babad Tanah Jawi menjadikan Senopati sebagai tokoh utama, namun jika ditelisik lebih dalam akan nampak dua sosok perempuan, yang bukan sekadar tokoh figuran, dalam pusaran perang Mataram dengan Madiun.

Yaitu, Adisara sebagai diplomat ulung perempuan Mataram, yang menjadi bukti bahwa dalam kebesaran Mataram juga ada sumbangan torehan dari sosok perempuan. Dan, Retna Jumilah sebagai sosok putri Madiun yang tidak mau pasrah saja menjadi korban kekalahan perang, menggambarkan kalau perempuan bukan sosok lemah yang harus pasrah menjadi objek jarahan.

Demikian kisah dan peran perempuan dalam pusaran perang Mataram dengan Madiun. Semoga penjelasan Perempuan dalam pusaran perang Mataram dengan Madiun ini bermanfaat. [Baca juga: Lahirnya Gender sebagai Konsep Keadilan Laki-laki dan Perempuan]

Tags: KerajaanMataramNusantaraperempuansejarah
Moh. Rivaldi Abdul

Moh. Rivaldi Abdul

S1 PAI IAIN Sultan Amai Gorontalo pada tahun 2019. S2 Prodi Interdisciplinary Islamic Studies Konsentrasi Islam Nusantara di Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Sekarang, menempuh pendidikan Doktoral (S3) Prodi Studi Islam Konsentrasi Sejarah Kebudayaan Islam di Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Terkait Posts

hukum suami mengasuh anak

Bagaimana Hukum Suami Mengasuh Anak?

8 Februari 2023
Umm Hisyam ra Menghafal Al-Qur'an dari Lisan Nabi Saw

Umm Hisyam Ra Menghafal Al-Qur’an Langsung dari Lisan Nabi Saw

8 Februari 2023
Nabi Muhammad Saw Memuji Orang Kafir

Kisah Saat Nabi Muhammad Saw Memuji Orang Kafir Karena Karyanya

8 Februari 2023
Satu Abad NU

Lagu We Will Rock You dalam Satu Abad NU

8 Februari 2023
Jangan Melecehkan Istri

Nabi Saw Meminta Kepada Para Suami agar Jangan Melecehkan Istri

8 Februari 2023
anak adalah amanah

Anak Adalah Amanah yang Harus Dijaga oleh Orang Tua

7 Februari 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Childfree

    Childfree: Hukum, Dalil, dan Penjelasannya dalam Perspektif Mubadalah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengenal Party Pooper, Melihat Perilaku Para YouTuber

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Lagu We Will Rock You dalam Satu Abad NU

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kisah Saat Nabi Muhammad Saw Memuji Orang Kafir Karena Karyanya

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Umm Hisyam Ra Menghafal Al-Qur’an Langsung dari Lisan Nabi Saw

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Bagaimana Hukum Suami Mengasuh Anak?
  • Kampung Adat Kranggan, Masih Eksis di Pinggiran Ibu Kota
  • Umm Hisyam Ra Menghafal Al-Qur’an Langsung dari Lisan Nabi Saw
  • Mengenal Party Pooper, Melihat Perilaku Para YouTuber
  • Kisah Saat Nabi Muhammad Saw Memuji Orang Kafir Karena Karyanya

Komentar Terbaru

  • Pemikiran Keislaman di Malaysia dan Indonesia pada 6 Tips Berdakwah Ala Nyai Awanilah Amva
  • Menghidupkan Kembali Sikap Saling Melindungi pada Impak Islamisasi di Malaysia: Tudung sebagai Identiti Muslimah Sejati dan Isu Pengawalan Moraliti Perempuan
  • Harapan Lama kepada Menteri PPPA Baru - Mubadalah pada Budaya Patriarki Picu Perempuan Jadi Mayoritas Korban Kekerasan Seksual
  • Menjadi Perempuan Pembaru, Teguhkan Tauhid dalam Kehidupan pada Bagaimana Hukum Menggunakan Pakaian Hingga di Bawah Mata Kaki?
  • Wafatnya Mbah Moen Juga Dirasakan Semua Umat Beragama - Mubadalah pada Fahmina Institute Terapkan Prinsip Mubadalah dalam Organisasi
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist