• Login
  • Register
Jumat, 11 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom

Perempuan Mandiri: Potret Manusia yang Berdaya

Perempuan mandiri mampu menentukan pilihan, menurut saya bisa dibentuk sejak dini. Bahkan sejak anak-anak sudah menunjuk mau pilih mainan yang mana, mau pakai baju apa, hingga makan dengan siapa.

Rofi Indar Parawansah Rofi Indar Parawansah
04/05/2022
in Personal
0
perempuan mandiri

perempuan mandiri

157
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Perempuan mandiri? Kenapa tidak? Bukankah perempuan mandiri adalah potret atau salah satu bentuk manusia yang berdaya?

Sejak kecil kita sering diajarkan untuk memiliki sifat mandiri. Entah itu dengan membiasakan anak untuk bisa makan sendiri tanpa disuapi, atau dibiasakan supaya bisa tidur di kamar sendirian. Untuk anak perempuan, biasanya sudah diajarkan untuk mengerjakan pekerjaan domestik, seperti menyapu, mencuci piring, hingga mencuci pakaiannya sendiri. Tujuannya, supaya ketika ia dewasa sudah terbiasa, katanya.

Berawal dari hal-hal kecil, kita dibentuk untuk mempunyai kemandirian sejak dini. Meski pola asuh tersebut tidak diterapkan oleh seluruh orang tua, namun mayoritas orang tua berharap anaknya bisa mandiri sejak dini.

Lalu, bagaimana sifat mandiri pada manusia dewasa? Khususnya bagi kaum perempuan. Umumnya, para perempuan dewasa tentu sudah biasa makan dengan tangan sendiri, sudah berani tidur sendiri hingga bisa mengatasi masalah mereka sendiri tanpa bantuan orang tuanya.

Standar Perempuan Mandiri

Namun, standar kemandirian perempuan ternyata tidak cukup sampai disitu. Selain hal tersebut, ada beberapa hal yang kadang tidak diajarkan oleh orang tua kepada anaknya sejak kecil, biasanya para orang tua fokus melatih kemandirian perempuan dalam mengerjakan pekerjaan domestik. Seolah menegaskan bahwa ranah perempuan hanya seputar kasur, sumur dan dapur.

Baca Juga:

Sudah Saatnya Menghentikan Stigma Perempuan Sebagai Fitnah

Film Horor, Hantu Perempuan dan Mitos-mitos yang Mengikutinya

Hingga Saat Ini Perempuan Masih Dipandang sebagai Fitnah

Life After Graduated: Perempuan dalam Pilihan Berpendidikan, Berkarir, dan Menikah

Kadang, mereka lupa memberitahu bahwa Perempuan juga harus bisa mandiri secara finansial, emosional dan psikologis.

Mengapa? Supaya perempuan bisa berdiri di atas kakinya sendiri. Supaya bisa memegang kendali atas dirinya sendiri. Supaya bebas mengekpresikan apa yang dia inginkan dan hal yang ada pada dirinya sendiri.

Suatu hari, saya melihat ada pasangan muda yang kebetulan sedang memilih perhiasan untuk seserahan pernikahan mereka nantinya. Si calon istri tak hentinya meminta pendapat calon suaminya untuk memilihkan mana yang sekiranya cin-cin yang cocok untuk ia kenakan.

Tidak ada yang salah, saat kamu meminta pendapat pasanganmu mengenai apa yang sekiranya cocok untuk kamu kenakan. Namun, kesadaran bahwa otoritas tubuhmu ada dibawah kendalimu sepenuhnya adalah kesadaran yang harus kamu bangun. Pilihlah barang yang bukan hanya bagus menurut pasanganmu, tapi pilihlah yang menurutmu cocok dan nyaman kamu kenakan.

Kenyamanan dan rasa percaya diri yang kamu dapatkan saat mengenakan perhiasan tersebut seharusnya menjadi point utama saat menentukan pilihan. Daripada kamu berusaha untuk memenuhi kepuasaan pasanganmu dengan mengorbankan keinginanmu sendiri, hal ini justru bisa menjadi boomerang di kemudian hari.

Terdengar egois memang, tapi kita juga harus bisa menghargai diri kita sebagai permpuan seutuhnya dengan memberinya hak untuk mengekspresikan keinginannya, selama keinginan tersebut tidak melanggar norma di masyarakat.

Perempuan mandiri mampu menentukan pilihan, menurut saya bisa dibentuk sejak dini. Bahkan sejak anak-anak sudah menunjuk mau pilih mainan yang mana, mau pakai baju apa, hingga makan dengan siapa. Mungkin dari hal kecil ini kita bisa belajar untuk memberinya kesempatan atas pilihan yang ia inginkan. Memberikan kesempatan anak untuk mengatakan keinginannya dan menyuarakan pendapatnya adalah salah satu langkah membangun rasa percaya pada dirinya sendiri.

Mandiri Secara Finansial

Lalu, mengapa perempuan harus bisa mandiri secara finansial?

Salah satunya supaya dia tidak kehilangan otoritas atas dirinya sendiri. Pada perempuan yang memilih menikah muda, saya pernah bertanya tentang alasan mereka memilih menikah di usia yang relatif muda, 18 tahun.

Mereka menjawab, karena tidak tahu lagi harus berbuat apa. Sadar bahwa mereka tidak bisa menghidupi dirinya sendiri dan orang tua sudah tidak sanggup membiayai, maka jalan alternatifnya adalah menikah. Menggantungkan resiko finansial kita kepada orang lain. Tentu, tidak semua perempuan menikah muda karena alasan demikian.

Lalu bagaimana kehidupan after married nya?

Ya begitu, beruntung jika yang mereka nikahi adalah lelaki mapan dan sadar bahwa ia punya tanggung jawab dan kewajiban menafkahi istrinya. Kalau yang dinikahinya adalah sama-sama anak muda dengan landasan euforia yang bernama cinta, ya ujungnya membebani orang tua.

Saat perempuan mandiri secara finansial entah sebelum menikah atau setelah menikah, maka ia punya “kekuatan” bekal untuk melindungi dirinya sendiri, menurut saya.

Perempuan mandiri dengan finansial stabil tidak akan terlalu merasa tertekan saat ditanya “kapan nikah?” oleh para tetangga. Keluarga pun tidak akan begitu berani memaksakan kehendaknya kepada anak perempuan yang sudah bisa menghidupi dirinya sendiri.

Setelah menikah, Perempuan yang memiliki kemandirian finansial, psikologis serta kemampuan mengendalikan emosi yang baik, tidak akan bergantung sepenuhnya kepada suami. Menjalin hubungan rumah tangga haruslah setara, ada hak istri dan hak suami. Ada suara istri dan suara suami. Bermusyawarah untuk mufakat, tidak menitik beratkan pada satu pihak adalah harapan yang ingin diraih melalui proses kemandirian para perempuan.

Mengajarkan anak perempuan pekerjaan domestik sejak dini memang baik, namun jangan sampai menutup rasa percaya diri dan mimpi-mimpinya dengan memberikan batasan, karena ia perempuan. Jadi kalau masih ada yang komentar bahwa menjadi perempuan mandiri diartikan dengan bisa mengangkat galon, dan memasangkan tabung gas.

Ya jelas beda!

Meski perempuan sekarang, sudah banyak yang bisa. Pokoknya selama masih ada laki-laki, entah Ayah atau Kakak, ya mereka yang pasang tabung gas. Bagaimana, perempuan mandiri itu keren kan?[]

Tags: Financial FreedomIndependentKemandirianMandiriperempuan
Rofi Indar Parawansah

Rofi Indar Parawansah

Perempuan belajar menulis

Terkait Posts

Berhaji

Menakar Kualitas Cinta Pasangan Saat Berhaji

11 Juli 2025
Ikrar KUPI

Ikrar KUPI, Sejarah Ulama Perempuan dan Kesadaran Kolektif Gerakan

11 Juli 2025
Life After Graduated

Life After Graduated: Perempuan dalam Pilihan Berpendidikan, Berkarir, dan Menikah

10 Juli 2025
Pelecehan Seksual

Stop Menormalisasi Pelecehan Seksual: Terkenal Bukan Berarti Milik Semua Orang

9 Juli 2025
Pernikahan Tradisional

Sadar Gender Tak Menjamin Bebas dari Pernikahan Tradisional

8 Juli 2025
Menemani dari Nol

From Zero to Hero Syndrome: Menemani dari Nol, Bertahan atau Tinggalkan?

7 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Berhaji

    Menakar Kualitas Cinta Pasangan Saat Berhaji

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ikrar KUPI, Sejarah Ulama Perempuan dan Kesadaran Kolektif Gerakan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Jalanan Jogja, Kopi yang Terlambat, dan Kisah Perempuan yang Tersisih

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film Horor, Hantu Perempuan dan Mitos-mitos yang Mengikutinya

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Life After Graduated: Perempuan dalam Pilihan Berpendidikan, Berkarir, dan Menikah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Islam dan Persoalan Gender
  • Negara Inklusi Bukan Cuma Wacana: Kementerian Agama Buktikan Lewat Tindakan Nyata
  • Tauhid: Kunci Membongkar Ketimpangan Gender dalam Islam
  • Peran Perempuan dan Perjuangannya dalam Film Sultan Agung
  • Tauhid: Fondasi Pembebasan dan Keadilan dalam Islam

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID