BincangSyariah.Com- Berikut ini penjelasan terkait perempuan peraih nobel perdamaian. Perempuan diidentikan dengan sifat feminin; sifat keperempuanan yang lemah lembut, penuh kasih dan selalu memberi cinta. Tidak sepenuhnya itu benar, namun juga tidak salah. Feminin bagi saya pribadi dibutuhkan untuk memberikan kedamaian bagi kehidupan.
Penuh kasih dan sayang tidak menjadikan orang yang memilikinya lemah. Juga tentu menjadi maskulin bukan berarti lebih kuat. Dunia ini, seperti juga kata Sachiko Murata dalam bukunya The Tao of Islam mengatakan membutuhkan keduanya;feminin dan maskulin, jalal dan jamal, yin dan yang.
Kedua sifat itu, saya kira juga tergambar dalam beberapa sosok di bawah yang penuh kasih tapi juga berani melawan. Menebarkan cinta sepenuhnya juga tidak takut. Lemah lembut tapi juga garang.
Shirin Ebadi
Shirin Ebadi adalah perempuan asal Iran, ia mendapatkan nobel perdamaian pada tahun 2003. Ia Perempuan pertama Iran yang menjadi Hakim. Berbagai buku tentang hukum dan jurnal-jurnal ilmiah sudah ia tulis. Kegiatannya sehari-hari adalah membantu orang-orang yang membutuhkan bantuan hukum khususnya tentang permasalahan Hak Asasi Manusia, Perempuan dan kebebasan berpendapat.
Wangari Muta Maathai
Maathai adalah perempuan Afrika pertama yang mendapatkan nobel perdamaian. Ia dianugerahi nobel perdamaian pada tahun 2004 atas kerjanya pada pembangunan berkepanjangan, demokrasi dan perdamaian. Ia juga merupakan Perempuan pertama yang menjadi Doctor dalam bidang Biologi di Afrika dan Profesor Perempuan pertama di Kenya.
Pada tahun 1977 dia memulai gerakan Green Belt Movement, yaitu sebuah gerakan dari akar rumpun untuk mulai menanam dan mengurangi penebangan hutan. Maathai melihat gerakan ini bukan hanya untuk pembangunan berkepanjangan tapi juga untuk demokrasi serta hak-hak perempuan, karena dalam prakteknya, ia mendorong Perempuan untuk turut serta aktif dalam pembangunan berkepanjangan ini.
Ellen Johnson Sirleaf
Ellen adalah peraih nobel perdamaian pada tahun 2011. Ia diapresiasi atas kerja kerasnya untuk keamanan perempuan serta untuk hak-hak perempuan dalam pembangunan kedamaian. Ia pernah dipenjara karena kegigihannya untuk membawa kedamaian pada masa Presiden Charles Taylor.
Pada tahun 1989-2003 terdapat perang berdarah di Liberia. Pada tahun 2005 Ellen terpilih sebagai Presiden Perempuan pertama di Liberia. Ia kemudian mempromosikan kedamaian, rekonsiliasi dan pembangunan sosial serta ekonomi pasca konflik tersebut.
Leymah Gboowe
Leymah Gboowe dianugerahi nobel perdamaian bersamaan dengan Ellen Johnson pada tahun 2011. Leymah dikenal sebagai Perempuan yang memimpin gerakan tanpa kekerasan dengan mengerahkan peran perempuan Kristen dan Muslim untuk mengakhiri konflik di Liberia yang berlangsung kurang lebih 40 tahun.
Leymah berusia 17 tahun ketika Perang Liberia dimulai. Ia menjadi ibu muda yang juga menjadi konselor trauma dan pekerja sosial. Dia mempercayai bahwa Perempuan harus turut aktif dalam usaha perdamaian di dunia.
Malala Yousafzai
Malala menerima nobel perdamaian pada tahun 2014. Dia dianugerahi nobel tersebut atas usahanya melawan diskriminasi terhadap anak-anak dan remaja serta untuk kampanyenya tentang pendidikan yang harus dirasakan semua anak.
Malala lahir di Pakistan. Ia menulis untuk BBC sejak tahun 2009 tentang pengalamannnya yang hidup dalam pengaruh Taliban. Pada tahun 2012, Taliban mencoba untuk membunuh Malala di Bus sepulangnya dari sekolah. Ia lalu dioperasi di Inggris, dan tinggal disana hingga saat ini. Dia juga terus memperjuangkan hak Perempuan untuk bersekolah.
Nadia Murad Basee Taha
Nadia mendapatkan nobel perdamaian pada tahun 2018. Ia dilahirkan di Iraq, dia berasal dari suku Yazid, yaitu suku minoritas di Iraq. Ketika dia berumur 19 tahun, Negara Islam menyerang Desanya dan membunuh 600 laki-laki suku Yazid. Nadia dan teman-teman perempuannya diculik dan diambil oleh Negara Islam dan dijadikan budak seksual.
Ia dianugerahi Nobel Perdamaian atas usahanya mengakhiri penggunaan kekerasan seksual dalam situasi perang dan konflik bersenjata. Sekarang ia hidup di Jerman dan terus menyuarakan untuk mengakhiri perbudakan seksual.[]