• Login
  • Register
Minggu, 5 Februari 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Perihal Bercanda yang tidak selalu Mengundang Tawa Bahagia

Hasna Azmi Fadhilah Hasna Azmi Fadhilah
02/04/2020
in Publik
0
136
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Beberapa waktu lalu, saya mengikuti suatu event akademik level nasional, sebagian besar pesertanya adalah dosen dan staf administrasi perguruan tinggi. Karena banyaknya materi yang akan disampaikan, sesi pada hari itu dibagi dua dan akan berlanjut usai istirahat salat dan makan siang.

Sekitar jam 2, para peserta pun masuk ke aula kembali. Sebelum memulai seminar, narasumber mewanti-wanti kami peserta agar menahan kantuk sebab ia paham betul bahwa saat sekarang adalah jam kritis dimana ia perlu banyak melemparkan bahan canda. Dan betul, sepanjang sisa waktu yang diberikan, professor tersebut mengeluarkan jokes andalannya yang membuat ruangan gerr penuh tawa.

Sayangnya dari sekian banyak lelucon yang dilemparkan, saya terus menerus dibuat mengernyitkan dahi karena apa yang ditertawakan tidak jauh-jauh dari bagian tubuh perempuan, stigma janda, dan hal-hal yang menyangkut hubungan intim. Di titik ini, saya hanya bisa bergumam pendek, “apakah frekuensi otak saya yang tidak bisa mencerna cerita orang secerdas beliau atau sesimpel itu selera bercanda kita?”

Seorang teman juga pernah menanyakan hal sama pada saya. Sebagai lelaki, dia merasa bahwa tema bercanda seperti tadi hanyalah bertujuan untuk mencairkan suasana dan agar membuat orang kembali fokus pada materi.

Namun, efek sampingnya, bila hal tersebut dilanggengkan, akan berdampak psikologis bagi perempuan. Contohnya saja, bagaimana treatment komunitas terhadap janda. Saking seringnya dijadikan objek humor, banyak individu dari kelompok rentan ini lalu tenggelam dalam depresi dan kemudian berusaha menutup diri dari lingkungan luar.

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Teladan Umar bin Khattab Ra Saat Bertemu Perempuan Miskin
  • Merawat Optimisme Gerakan untuk Menghadapi Mitos Sisyphus
  • 5 Prinsip Mendidik Anak Ala Islam
  • Pengembangan Industri Halal yang Ramah Lingkungan

Baca Juga:

Teladan Umar bin Khattab Ra Saat Bertemu Perempuan Miskin

Merawat Optimisme Gerakan untuk Menghadapi Mitos Sisyphus

5 Prinsip Mendidik Anak Ala Islam

Pengembangan Industri Halal yang Ramah Lingkungan

Sejumlah riset dalam jurnal psikologi menyatakan bahwa humor sexist yang kerap kali dilihat sebagai hal biasa dalam masyarakat kita, ternyata secara tidak langsung dapat mendorong pelecehan verbal dan non-verbal terhadap perempuan.

Bahkan, hal tersebut merefleksikan perilaku dan sikap diskriminatif yang berdampak buruk bagi orang di sekitar mereka. Penerimaan dan permakluman humor seperti ini kemudian juga melanggengkan budaya pemerkosaan yang sering tidak kita sadari: korban, utamanya perempuan pasti salah dalam tiap kasus perkosaan. Meski realitanya perempuan pun bisa menjadi subjek yang mengkulturkan humor seperti ini, bahkan candaan tersebut ditujukan tidak hanya lawan jenis, tapi ke sesama perempuan.

Di lain waktu, ketika saya mengajar, beberapa anak mencandai anak lain yang logat lokalnya kental sekali. Mereka enteng saja tertawa, namun ketika anak tadi maju presentasi, dia berusaha sekali untuk menahan suara, menjadi tidak percaya diri dan terlihat sekali ia merasa tidak nyaman menyampaikan pendapatnya di depan kelas.

Di titik itu, saya kemudian menyesal tidak segera menegur mereka. Sekilas, gurauan temannya tadi hanya lah angin lalu, namun bagi pihak yang menjadi objek. Dampak negatif terhadap psikologisnya ternyata luar biasa. Bahkan bila ini terus dibiarkan, bukan tidak mungkin, murid saya tadi tidak akan mau lagi berbicara secara lantang di depan umum karena ia takut akan menjadi bahan tertawaan kembali.

Melihat kondisi ini, tentu membiasakan bercanda dengan fisik, menertawakan karakter pribadi seperti tadi sebaiknya dihindari. Terlebih, bila di kemudian hari ternyata berdampak panjang secara psikologis yang membuat lingkungan sosial melihat pelecehan, seperti catcalling sebagai tindakan yang wajar.

Bila pun kita ingin membuat suasana lebih rileks, pilih tema dan topik umum yang sekiranya tidak mendegradasi karakter individu. Karena bercanda sesungguhnya adalah pencair suasana terbaik, tapi terkadang kita lupa: tidak semua orang mau hati dan perasaannya tersakiti. Tak heran, humor sexist, bukannya menimbulkan tawa, malah membuat orang akhirnya bermuram durja.

Di satu sisi, orang bisa tertawa lepas, di pihak lainnya orang tidak menyukai apa yang ia katakan. Dan sayangnya, kita tidak terbiasa jujur dan bercerita secara terbuka ketika diri kita tidak merasa nyaman. Padahal tidak semua orang dapat membaca alur pikir dan perasaan kita.

Pihak yang melempar jokes mungkin merasa biasa-biasa saja, tapi ternyata pihak lainnya merasa terluka. Jadi, alangkah indahnya bila kita dapat berusaha memahami kondisi, bukan untuk terlihat heroik dan setia kawan, tetapi untuk menimbulkan suasana nyaman, yakni relasi yang bahagia membahagiakan di antara sesama. []

Hasna Azmi Fadhilah

Hasna Azmi Fadhilah

Belajar dan mengajar tentang politik dan isu-isu perempuan

Terkait Posts

Industri Halal

Pengembangan Industri Halal yang Ramah Lingkungan

4 Februari 2023
Hari Kanker Sedunia

Hari Kanker Sedunia: Pentingnya Deteksi Dini untuk Cegah Kanker

4 Februari 2023
Satu Abad NU

Satu Abad NU:  NU dan Kebangkitan Kaum Perempuan 

3 Februari 2023
Pengelolaan Sampah

Bagaimana Cara Melakukan Pengelolaan Sampah di Pengungsian?

31 Januari 2023
Aborsi Korban Perkosaan

Ulama Bolehkan Aborsi Korban Perkosaan

31 Januari 2023
Pemakaman Muslim Indonesia

5 Konsep Pemakaman Muslim Indonesia dan Kontribusinya dalam Pelestarian Lingkungan Hidup

30 Januari 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Perempuan Miskin

    Teladan Umar bin Khattab Ra Saat Bertemu Perempuan Miskin

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pengembangan Industri Halal yang Ramah Lingkungan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Merawat Optimisme Gerakan untuk Menghadapi Mitos Sisyphus

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 5 Prinsip Mendidik Anak Ala Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Lima Pilar Penyangga Dalam Kehidupan Rumah Tangga

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Teladan Umar bin Khattab Ra Saat Bertemu Perempuan Miskin
  • Merawat Optimisme Gerakan untuk Menghadapi Mitos Sisyphus
  • 5 Prinsip Mendidik Anak Ala Islam
  • Pengembangan Industri Halal yang Ramah Lingkungan
  • Pada Masa Nabi Saw, Para Perempuan Ikut Aktif Terlibat Dalam Politik

Komentar Terbaru

  • Indonesia Meloloskan Resolusi PBB tentang Perlindungan Pekerja Migran Perempuan - Mubadalah pada Dinamika RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, yang Tak Kunjung Disahkan
  • Lemahnya Gender Mainstreaming dalam Ekstremisme Kekerasan - Mubadalah pada Lebih Dekat Mengenal Ruby Kholifah
  • Jihad Santri di Era Revolusi Industri 4.0 - Mubadalah pada Kepedulian KH. Hasyim Asy’ari terhadap Pendidikan Perempuan
  • Refleksi Menulis: Upaya Pembebasan Diri Menciptakan Keadilan pada Cara Paling Sederhana Meneladani Gus Dur: Menulis dan Menyukai Sepakbola
  • 5 Konsep Pemakaman Muslim Indonesia pada Cerita Singkat Kartini Kendeng dan Pelestarian Lingkungan
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist