• Login
  • Register
Senin, 19 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Keluarga

Perihal Hari Ibu dan Konsep Birrul Walidain yang Disalahpahami

Dalam perspektif Islam ternyata tidak mengenal yang namanya hari Ibu. Islam mengajarkan kepada kita bahwa setiap hari adalah hari ibu.

M. Daviq Nuruzzuhal M. Daviq Nuruzzuhal
23/12/2024
in Keluarga
0
Birrul Walidain

Birrul Walidain

740
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id -Masyarakat Indonesia memperingati hari ibu setiap 22 Desember. Peringatan ini berakar dari Kongres Perempuan Indonesia I yang berlangsung pada 22-25 Desember 1928. Meski memiliki makna historis, Hari Ibu bukan merupakan hari libur nasional atau tanggal merah. Biasanya, momen ini dirayakan dengan menyampaikan pesan-pesan positif tentang perempuan, pemberdayaan, serta penghargaan kepada para ibu dan perempuan.

Tujuan utama peringatan Hari Ibu adalah untuk mengingatkan masyarakat, khususnya generasi muda, akan pentingnya peran ibu dan perempuan dalam sejarah bangsa. Peringatan ini menjadi simbol penghormatan terhadap perjuangan perempuan Indonesia dalam meraih kemerdekaan dan berkontribusi bagi kemajuan negara. Selain itu, Hari Ibu juga menjadi momen untuk memperkuat semangat persatuan dan kebangkitan bangsa.

Dalam perspektif Islam ternyata tidak mengenal yang namanya hari Ibu. Islam mengajarkan kepada kita bahwa setiap hari adalah hari ibu. Hal ini bermakna memuliakan, berbuat baik, dan membantu orang tua khususnya ibu adalah suatu kewajiban terus menerus. Yang seharusnya kita lakukan setiap hari tanpa menunggu datangnya hari ibu.

Kewajiban Birrul Walidain

Dalam Islam perintah untuk berbuat baik kepada orang tua dapat kita sebut birrul walidain. Hal ini Allah sampaikan dalam firmannya dalam surah Al-Isra ayat 23

وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا

Baca Juga:

Keberhasilan Anak Bukan Ajang Untuk Merendahkan Orang Tua

Pola Relasi Suami-Istri Ideal Menurut Al-Qur’an

Grup Facebook Fantasi Sedarah: Wabah dan Ancaman Inses di Dalam Keluarga

Inses Bukan Aib Keluarga, Tapi Kejahatan yang Harus Diungkap

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia” (QS Al-Isra’: 23).

Pada ayat tersebut dapat kita pahami tentang kewajiban kita berbuat baik kepada orang tua dengan berbuat baik dan tidak berkata kasar. Tidak hanya berhenti di sini, Allah juga berfirman dalam surah Luqman ayat 14

وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ

“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Ku lah kembalimu” (QS Luqman: 14).

Birrul Walidain yang disalahpahami

Pengetahuan mengenai berbuat baik kepada orang tua khususnya ibu sudah kita pastikan tertancap di benak setiap orang. Akan tetapi dengan pengetahuan tersebut ternyata masih terdapat kesalahpahaman di sebagian masyarakat. Tidak sedikit Konsep birrul Walidain yang berkembang berbeda jauh dengan definisi awalnya.

Lebih jauh lagi, tidak sedikit orang tua yang tidak memenuhi kewajibannya sebagai orang tua, tetapi menuntut sang anak untuk memenuhi haknya. Yang lebih ekstrim lagi adalah bahwa konsep birrul walidain ini terkadang orang tua jadikan sebagai senjata untuk menuntut anaknya memenuhi semua keinginannya.

Sebenarnya Islam sudah menjelaskan beberapa poin dari birrul Walidain, yakni sebagai berikut:

Taat kepada orang tua selama tidak menyekutukan Allah (QS Luqman: 15). Berbakti dan merendahkan diri kepada orang tua (QS Al-Ahqaf: 15 dan QS An-Nisa’: 36). Mendoakan dan memohonkan ampunan bagi mereka  (HR Ibnu Majah).

Menjaga kehormatan orang tua (HR Bukhari), Bersedekah atas nama orang tua, termasuk wakaf dan amal jariyah (HR al-Bukhari). Merawat orang tua di usia senja (HR Muslim 2551, Ahmad 2:254, 346). Menyambung silaturahmi dengan kerabat dan teman orang tua (HR Muslim). Tidak pelit dalam menafkahi mereka (HR Muslim no 997) dan lain sebagainya.

Membuat Marah Tidak Selalu Jadi Durhaka

Dari beberapa poin tersebut dapat kita pahami bahwa, birrul walidain memiliki aturannya sendiri. Coba bayangkan ketika ibu kita menyuruh untuk mencuri, bayangkan juga ketika ia menyuruh membelikan rokok dan minuman keras pada saat kondisi puasa Ramadan.

Dari contoh kecil ini dapat kita bayangkan betapa marahnya orang tua kita. Betapa ia marah pada kita karena tidak menuruti keinginannya yang terkadang disertai dengan sumpah serapah. Cacian serta doa-doa buruk seringkali kita dapatkan ketika dalam kondisi seperti itu.

Bagi masyarakat awam jika mengalami kondisi demikian pasti merasa bimbang, “inti dari berbuat baik kan menyenangkan orang tua, berarti semua hal yang membuat orang tua marah harus kita hindari”.  Kurang labih demikian pasti yang kita rasakan sebelum paham lebih dalam mengenai konsep birrul walidain.

Dari Ali bin Abi Thalib radhiallahu’anhu, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

لَا طَاعَةَ فِي مَعْصِيَةٍ إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِي الْمَعْرُوفِ

”Tidak ada ketaatan di dalam maksiat, taat itu hanya dalam perkara yang ma’ruf.” (HR Bukhari, no. 7257; Muslim, no. 1840).

Sedangkan definisi Ma’ruf menurut Nyai Badriyah Fayumi berarti “Segala sesuatu yang mengandung nilai kebaikan, kebenaran, dan kepantasan yang sesuai dengan syari’at, akal sehat, dan pandangan umum suatu masyarakat.”

Dari sini dapat kita simpulkan bahwa menolak permintaan orang tua khususnya ibu hingga membuat marah demi kebaikan bukanlah sesuatu yang durhaka. Dengan catatan hal ini semata mata kita lakukan menggunakan akhlak yang baik. Sehingga tidak ada unsur lain di luar menolak perilaku maksiat tersebut yang menyebabkan murka orang tua khususnya ibu kita.

Dengan demikian mari kita maknai hari ibu kini sebagai pengingat saja, bahwa kita sejatinya memiliki ibu. Seseorang yang wajib kita muliakan dimanapun dan kapanpun kita berada. []

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tags: Birrul WalidainHari IbuislamkeluargaRelasi
M. Daviq Nuruzzuhal

M. Daviq Nuruzzuhal

Mahasiswa jurusan ilmu falak UIN Walisongo Semarang yang menekuni Islamic Studies dan isu kesetaraan. Allumni MA NU TBS dan Ponpes Raudlatul Muta'allimin Jagalan 62 Kudus

Terkait Posts

Keberhasilan Anak

Keberhasilan Anak Bukan Ajang Untuk Merendahkan Orang Tua

17 Mei 2025
Pendidikan Seks

Pendidikan Seks bagi Remaja adalah Niscaya, Bagaimana Mubadalah Bicara?

14 Mei 2025
Mengirim Anak ke Barak Militer

Mengirim Anak ke Barak Militer, Efektifkah?

10 Mei 2025
Menjaga Kehamilan

Menguatkan Peran Suami dalam Menjaga Kesehatan Kehamilan Istri

8 Mei 2025
Ibu Hamil

Perhatian Islam kepada Ibu Hamil dan Menyusui

2 Mei 2025
Soft Spoken

Soft Spoken: Menanamkan Nilai Tata Krama pada Anak Sedari Kecil

25 April 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kehamilan Tak Diinginkan

    Perempuan, Kehamilan Tak Diinginkan, dan Kekejaman Sosial

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menghindari Pemukulan saat Nusyuz

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Ratu Junti, Sufi Perempuan dari Indramayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memperhatikan Gizi Ibu Hamil

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Menghindari Pemukulan saat Nusyuz
  • Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami
  • Perempuan, Kehamilan Tak Diinginkan, dan Kekejaman Sosial
  • Memperhatikan Gizi Ibu Hamil
  • Keberhasilan Anak Bukan Ajang Untuk Merendahkan Orang Tua

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version