• Login
  • Register
Jumat, 4 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Keluarga

Perselingkuhan; Soal Memahami Makna Cinta dan Gagal Tumbuh Kepribadian

Ada banyak orang yang tetap setia pada pasangan bahkan dalam situasi yang dalam berbagai segi kehidupan sangat sulit. Namun ada orang yang hidupnya serba bahagia termasuk mendapatkan kebahagiaan dari pasangan, tetapi tetap selingkuh. Artinya soal kesetiaan pada komitmen terkait kekuatan pengendalian diri

Listia Listia
31/01/2022
in Keluarga
0
Berdamai dengan Diri Sendiri; Menemukan Tuhan, Menemukan Makna Diri

Diri Sendiri

10.1k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Besarnya perhatian pada film ‘layang-layang putus’ ini tampaknya seperti memotret suasana kebatinan masyarakat banyak yang ‘menikmati’ drama kehidupan yang disebut perselingkuhan.  Mengapa saya sebut ‘menikmati’, karena banyak yang hanyut dalam kisah itu, yaitu mengikuti jalan cerita tanpa muncul sikap kritis; Mengapa orang melakukan itu? Mengapa melakukan dengan sembunyi-sembunyi atau takut ketahuan pasangan resmi dan orang lain? Mengapa ketika jatuh cinta lagi tidak berterus terang dan berganti pasangan secara terbuka? Mengapa pelaku merasa harus memiliki kedua-duanya dan kehilangan empati pada pasangan lama?

Istilah perselingkuhan hanya dipakai dalam suatu hubungan dengan adanya komitmen setia dengan pasangan atau setia dengan tujuan yang disepakati, bila bukan menyangkut person. Ungkapan ini terasa seperti sebutan korupsi untuk perbuatan mencuri berbagai hal yang tidak hanya barang, sejenis eufimisme. Perselingkuhan istilah lainya adalah pengkhianatan.

Mungkin saja perasaan cinta adalah sesuatu yang tak terduga atau bukan sesuatu yang dapat direkayasa datangnya, tapi benarkah tidak dapat dikendalikan sehingga membuat seseorang berperilaku sebagai penghianat? Dalam masyarakat Jawa ada istilah ‘tresna jalaran saka kulina’ (tumbuh cinta karena kebiasaan bersama).

Ada banyak orang yang tetap setia pada pasangan bahkan dalam situasi yang dalam berbagai segi kehidupan sangat sulit. Namun ada orang yang hidupnya serba bahagia termasuk mendapatkan kebahagiaan dari pasangan, tetapi tetap selingkuh. Artinya soal kesetiaan pada komitmen terkait kekuatan pengendalian diri.

Mengapa ada orang yang berkepentingan dengan pengendalian diri sehingga memilih setia tapi ada juga orang  karena rasa cinta membuatnya tidak berdaya, sehingga disebut mabuk cinta? Namun cinta tidak selalu membuat semua orang mabuk.

Baca Juga:

Mengapa Perceraian Begitu Mudah untuk Suami?

Ketika Istilah Marital Rape Masih Dianggap Tabu

Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

Begal dan Geng Motor yang Kian Meresahkan

Apa yang membuat (ada juga) orang yang jatuh cinta pada selain pasangan, tapi tidak kehilangan rasionalitas dan mampu mengendalikannya sehingga tidak ada pengkhianatan yang merusak hubungan dengan pasangan? Apakah ini terkait pemahaman mereka tentang cinta itu bagaimana?

Ada contoh orang yang ketika tidak dapat menghentikan cinta pada orang lain, menyadari bahwa hubungan itu akan menyakiti pasangannya. Memilih putus pun menyakitkan,  tapi ia tahu, berkhianat akan lebih menyakitkan (dan toh tidak akan mengambalikan rasa percaya pasangannya), maka ia berterus terang bahwa ia telah jatuh cinta pada orang lain, kemudian berpisah secara baik-baik. Kejujuran di sini dijunjung  sebagai nilai yang penting karena dapat memulihkan perasaan terluka dari mantan.

Contoh kedua, orang yang sudah memiliki pasangan dan jatuh cinta pada orang lain, tapi kemudian meminta bantuan pasangannya, sahabat atau konsultan keluarga untuk menetralisir perasaannya agar tidak merusak hubungan dengan pasangan, dan rumah tangganya tidak hancur. Dan seiring waktu situasi cinta pada orang lain tidak terlalu mengganggu kehidupannya.

Dua kisah ini mengisyaratkan pemahaman tentang cinta yang berbeda, namun sama-sama tampak adanya kepedulian pada pasangan dengan menjunjung nilai kejujuran. Bedanya contoh yang pertama perasaan dan kepentingan pribadinya sangat diunggulkan, sementara pada contoh kedua nilai-nilai keluarga sangat dipentingkan dari pada perasaan dan kepentingan pribadinya.

Namun yang lebih banyak terjadi, istilah perselingkuhan mengacu pada perilaku hubungan sembunyi-sembunyi, pelaku  ingin tetap memiliki pasangan resminya, selingkuhannya, sekaligus keluarganya (bila menikah). Ia memilih tidak jujur  dan menggunakan berbagai narasi untuk membela kepentingannya.

Apa yang dapat kita baca dari contoh-contoh ini? Ada orang yang menjalin komitmen dengan merdeka, penuh kesadaran dan tanggung jawab, dan ada orang yang menjalin komitmen bukan dengan merdeka, dan penuh kesadaran sehingga tidak disertai tanggung jawab. Orang yang sadar, dan bertanggung jawab tentu memilih pengendalian diri, minimal tidak melanggar nilai-nilai kejujuran sehingga tetap ada dorongan untuk menghargai pasangan, dan lingkungannya, meski terpaksa menyakiti dengan perpisahan.

Sementara dalam contoh ketiga, di pengkhianatan itu satu sisi juga terbaca sebagai hasrat berkuasa yang menimbulkan pengabaian pada nilai kejujuran, dan menghargai pasangan demi kepemilikan, namun kerakusan untuk memiliki itu juga bukti kelemahan tidak mampu mengendalikan diri, dan bertangggung jawab.

Pada contoh pertama dan kedua, cinta tampak bermakna sebagai spiritualitas untuk pertumbuhan hidup individu, dan pada contoh kedua plus kemaslahatan bersama dalam keluarga, sementara pada contoh tiga, prasangka tentang cinta yang diliputi ketidakjujuran kurang lebih adalah sejenis daya dari obsesi memiliki, dan menikmati.

Saya teringat judul buku Eric Fromm tentang being or having yang saya tafsirkan dalam pertumbuhan kedewasaan individu dalam hal ini, dimana makin dewasa kepribadian seseorang, egonya bertransformasi dalam realisasi nilai-nilai yang memekarkan, memperindah dan mendamaikan kehidupan, sementara kepribadian yang belum tumbuh dewasa selalu membutuhkan penopang sehingga selalu larut, dan hanyut pada obsesi  memiliki dan menikmati berbagai romantisme yang diciptakan oleh ego yang berkepentingan.  Apakah demikan? []

Tags: Cintaistrikeluargaperkawinansuami
Listia

Listia

Pegiat pendidikan di Perkumpulan Pendidikan Interreligus (Pappirus)

Terkait Posts

Marital Rape

Ketika Istilah Marital Rape Masih Dianggap Tabu

2 Juli 2025
Anak Difabel

Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak

1 Juli 2025
Peran Ibu

Peran Ibu dalam Kehidupan: Menilik Psikologi Sastra Di Balik Kontroversi Penyair Abu Nuwas

1 Juli 2025
Geng Motor

Begal dan Geng Motor yang Kian Meresahkan

29 Juni 2025
Keluarga Maslahah

Kiat-kiat Mewujudkan Keluarga Maslahah Menurut DR. Jamal Ma’mur Asmani

28 Juni 2025
Sakinah

Apa itu Keluarga Sakinah, Mawaddah dan Rahmah?

26 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Konten Kesedihan

    Fokus Potensi, Difabel Bukan Objek Konten Kesedihan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ketika Istilah Marital Rape Masih Dianggap Tabu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Perceraian Begitu Mudah untuk Suami?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Meninjau Ulang Cara Pandang terhadap Orang yang Berbeda Keyakinan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bisnis Mentoring Poligami: Menjual Narasi Patriarkis atas Nama Agama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Komitmen Disabilitas untuk Isu Iklim
  • Merencanakan Anak, Merawat Kemanusiaan: KB sebagai Tanggung Jawab Bersama
  • Kisah Jun-hee dalam Serial Squid Game dan Realitas Perempuan dalam Relasi yang Tidak Setara
  • Bisnis Mentoring Poligami: Menjual Narasi Patriarkis atas Nama Agama
  • Laki-laki Juga Bisa Jadi Penjaga Ruang Aman di Dunia Digital

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID