• Login
  • Register
Senin, 7 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Perubahan Peradaban Dunia Paska Corona

Zahra Amin Zahra Amin
08/04/2020
in Publik
0
pasca, corona

(sumber foto kompasiana.com)

15
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Jika Yuval Noah Harari penulis buku “Homo Deus; Masa Depan Umat Manusia”, mengatakan bahwa “keputusan individu dan para pemerintah beberapa minggu ke depan, mungkin akan membentuk bagaimana dunia di tahun-tahun mendatang”, sepertinya tepat sekali. Dan seluruh peradaban kehidupan umat manusia tengah mengalami perubahan paska pandemi corona ini. Tak hanya di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia.

Beberapa hari yang lalu saya melihat berita di tv swasta nasional, juru bicara penanggulangan wabah virus covid 19 Achmad Yurianto mengatakan, mulai per 5 April 2020 pemerintah akan mewajibkan masyarakat menggunakan masker. Langkah ini ditempuh karena dianggap efektif mencegah penyebaran covid 19 lebih meluas lagi.

Dengan kewajiban memakai masker tersebut, kita akan kehilangan seulas senyuman milik orang lain. Sebaliknya kita juga akan canggung melempar senyuman. Tarikan sudut bibir, dan deretan gigi yang muncul malu-malu, juga takkan lagi terlihat. Kita seolah kehilangan keramahan terutama orang-orang yang kita kenal, saat berpapasan di tengah jalan. Semua terasa asing, diam, rapuh, sunyi dan sendiri.

Maka ke depan, kita akan melihat banyak sekali perubahan kebiasaan masyarakat. Entah karena intervensi pemerintah atau atas dasar kesadaran sendiri. Selain masker yang menjadi barang wajib dibawa dan dipakai juga ada hal-hal lain yang akan dipengaruhi oleh kebijakan dan atau upaya pencegahan tersebut.

Pertama, bersalaman tangan ketika bertemu atau berpisah, esok entah apakah masih ada. Pun dengan cipika cipiki, cium pipi kanan dan kiri, serta berpelukan sebagai tanda keakraban, kedekatan emosional, kasih sayang dan dukungan moral juga perlahan hilang.

Baca Juga:

Intoleransi di Sukabumi: Ketika Salib diturunkan, Masih Relevankah Nilai Pancasila?

Pengrusakan Retret Pelajar Kristen di Sukabumi, Sisakan Trauma Mendalam bagi Anak-anak

From Zero to Hero Syndrome: Menemani dari Nol, Bertahan atau Tinggalkan?

Pentingnya Relasi Saling Kasih Sayang Hubungan Orang Tua dan Anak

Sementara itu bonding, atau pelekatan emosional antara orang tua dan anak, pelukan dan ciuman juga mempunyai nilai penting, yang kelak akan memudar lalu hilang. Padahal dalam kecupan manis, dan dekap hangat ada pengakuan serta perasaan nyaman yang tidak tergantikan, dan tidak bisa dibahasakan.

Kedua, alat tukar jual beli lambat laun akan digantikan sepenuhnya dengan e-money. Seluruh transaksi keuangan beralih ke sistem digital. Karena uang disinyalir sebagai media penularan. Ekonomi digital akan semakin berkembang. Esok, anak cucu kita, entah apakah masih menemukan pecahan uang rupiah dalam bentuk kertas dan logam.

Ketiga, aturan social distancing dan phisycal distancing alias jaga jarak dalam 1 hingga 2 meter, akan membuat manusia semakin individualis. Kita akan semakin kesulitan menemukan kerumunan orang, yang saling bekerjasama melakukan sesuatu. Bergotong royong, kerja bhakti, ronda malam, cangkrukan, kongkow, hang out, nongkrong, majengan, ngobeng, dan banyak istilah lainnya. Akankah juga ikut menghilang?

Keempat, karena kehadiran manusia semakin langka, maka tugas dan pekerjaannya akan digantikan teknologi atau sistem digital. Selama masa karantina mandiri, dan atau wilayah ini, tanpa sadar atau tidak, tugas guru sudah digantikan dengan pembelajaran online. Meski belum secara menyeluruh, tetapi melihat kebutuhannya semakin besar, maka pergeseran ke arah sana itu semakin nyata. Semoga kelak, anak-anak kita masih melihat dan berproses dengan buku serta pena.

Namun yang lebih penting dari semua itu, sebagai manusia semoga kita tidak kehilangan nilai-nilai kemanusiaan. Meski mungkin suatu saat antar manusia akan semakin berjarak tanpa sentuhan fisik, tetapi rasa cinta, kasih sayang, simpati, empati akan tetap tumbuh subur bagai suluh kehidupan. Tak hanya memanusiakan manusia, yang memperlakukan orang lain secara manusiawi penuh penghormatan serta penghargaan, tetapi juga bagi seluruh makhluk hidup lain di muka bumi ini. []

Zahra Amin

Zahra Amin

Zahra Amin Perempuan penyuka senja, penikmat kopi, pembaca buku, dan menggemari sastra, isu perempuan serta keluarga. Kini, bekerja di Media Mubadalah dan tinggal di Indramayu.

Terkait Posts

Intoleransi di Sukabumi

Intoleransi di Sukabumi: Ketika Salib diturunkan, Masih Relevankah Nilai Pancasila?

7 Juli 2025
Retret di sukabumi

Pengrusakan Retret Pelajar Kristen di Sukabumi, Sisakan Trauma Mendalam bagi Anak-anak

7 Juli 2025
Ahmad Dhani

Ahmad Dhani dan Microaggression Verbal pada Mantan Pasangan

5 Juli 2025
Tahun Hijriyah

Tahun Baru Hijriyah: Saatnya Introspeksi dan Menata Niat

4 Juli 2025
Rumah Tak

Rumah Tak Lagi Aman? Ini 3 Cara Orang Tua Mencegah Kekerasan Seksual pada Anak

4 Juli 2025
Kritik Tambang

Pak Bahlil, Kritik Tambang Bukan Tanda Anti-Pembangunan

4 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Sejarah Ulama Perempuan

    Mencari Nyai dalam Pusaran Sejarah: Catatan dari Halaqah Nasional “Menulis Ulang Sejarah Ulama Perempuan Indonesia”

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film Rahasia Rasa Kelindan Sejarah, Politik dan Kuliner Nusantara

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menelusuri Jejak Ulama Perempuan Lewat Pendekatan Dekolonial

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Samia Kotele: Bongkar Warisan Kolonial dalam Sejarah Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Membongkar Narasi Sejarah Maskulin: Marzuki Wahid Angkat Dekolonisasi Ulama Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Intoleransi di Sukabumi: Ketika Salib diturunkan, Masih Relevankah Nilai Pancasila?
  • Pengrusakan Retret Pelajar Kristen di Sukabumi, Sisakan Trauma Mendalam bagi Anak-anak
  • From Zero to Hero Syndrome: Menemani dari Nol, Bertahan atau Tinggalkan?
  • Pentingnya Relasi Saling Kasih Sayang Hubungan Orang Tua dan Anak
  • Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID