• Login
  • Register
Selasa, 8 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Hikmah

Pesantren Menjadi Sumber Pembelajaran Pluralisme dan Multikulturalisme

Toleransi mereka terhadap tradisi lokal, terutama terhadap mistisime yang berasal dari Hindu-Buddha, membawa dampak positif, yakni agama Islam menjadi mudah masyarakat terima

Redaksi Redaksi
22/01/2024
in Hikmah, Pernak-pernik
0
Pesantren

Pesantren

962
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Perlu diakui secara bersama bahwa pesantren merupakan institusi pendidikan sekaligus pusat dakwah Islam paling awal di Indonesia.

Proses islamisasi yang para ulama pesantren lakukan adalah melalui konversi, asimilasi, dan adopsi antara tradisi Islam dengan tradisi dan kebudayaan yang sudah lama ada di Nusantara. Penyerapan tradisi dapat dijumpai dalam banyak hal.

Nama pesantren sendiri, misalnya, berasal dari bahasa Sansekerta. Pesantren berasal dari kata pesantrian, yakni tempat tinggal para pelajar agama Hindu.

Clifford Geertz, seorang sosiolog dunia terkemuka, mengatakan bahwa pesantren berarti tempat santri, sedangkan santri secara literal berarti manusia yang baik.

Kata santri mungkin turunan dari kata Sansekerta, shastri, yang berarti ilmuwan Hindu yang pandai menulis. Selain itu, banyak sekali istilah-istilah Indonesia yang berasal dari tradisi masyarakat Hindu-Jawa.

Baca Juga:

Menjaga Pluralisme Indonesia dari Paham Wahabi

Tidak Ada Cinta Bagi Ali

Temu Keberagaman 2025: Harmoni dalam Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan

Pengakuan Atas Pluralisme: Mereka yang Berbeda harus Dihormati

Bahkan, tidak tertutup kemungkinan bahwa bahasa yang ia gunakan dalam pengajian kitab-kitab kuning di pesantren juga banyak menggunakan bahasa Jawa-Kuno.

Dalam bidang seni, kesenian wayang, misalnya, menunjukkan bahwa alur cerita berikut tokoh-tokoh utamanya dari kisah epos Mahabharata dan Ramayana dari India.

Tetapi, dalam perkembangannya, alur cerita tersebut oleh para ulama mengkonversi ke dalam istilah-istilah Arab-Islam. Pakaian sarung atau kopiah yang para santri kenakan juga adalah pakaian masyarakat Hindu.

Jika kita pernah berkunjung ke Srilanka, Bengali, atau Bali, kita akan menjumpai orang-orang yang mengenakan sarung. Sampai sekarang, pakaian ini seakan-akan telah menjadi simbol keshalihan santri.

Para ulama penyebar Islam pertama di Indonesia, Wali Songo, dalam menanamkan doktrin tauhid Islam terkenal sangat toleran terhadap praktik-praktik keagamaan lokal yang telah mentradisi dalam masyarakat.

Toleransi mereka terhadap tradisi lokal, terutama terhadap mistisime yang berasal dari Hindu-Buddha, membawa dampak positif, yakni agama Islam menjadi mudah masyarakat terima.

Berkat pendekatan dengan beragam budaya lokal tersebut, Indonesia berkembang menjadi Negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia. []

Tags: multikulturalismepembelajaranpesantrenpluralismesumber
Redaksi

Redaksi

Terkait Posts

Kodrat Perempuan

Meruntuhkan Mitos Kodrat Perempuan

8 Juli 2025
relasi laki-laki dan perempuan yang

Menggugat Batas Relasi Laki-Laki dan Perempuan di Era Modern-Industrialis

8 Juli 2025
Sejarah Ulama Perempuan

Sejarah Ulama Perempuan yang Membisu dalam Bayang-bayang Kolonialisme Ekonomi

8 Juli 2025
IBu

Kasih Sayang Seorang Ibu

7 Juli 2025
Kasih Sayang Orang Tua

Pentingnya Relasi Saling Kasih Sayang Hubungan Orang Tua dan Anak

7 Juli 2025
Amalan Muharram

Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual

7 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Retret di sukabumi

    Pengrusakan Retret Pelajar Kristen di Sukabumi, Sisakan Trauma Mendalam bagi Anak-anak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Intoleransi di Sukabumi: Ketika Salib diturunkan, Masih Relevankah Nilai Pancasila?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sejarah Ulama Perempuan yang Membisu dalam Bayang-bayang Kolonialisme Ekonomi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kasih Sayang Seorang Ibu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • From Zero to Hero Syndrome: Menemani dari Nol, Bertahan atau Tinggalkan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Menanamkan Jiwa Inklusif Pada Anak-anak
  • Meruntuhkan Mitos Kodrat Perempuan
  • Menimbang Kebijakan Nikah Massal
  • Menggugat Batas Relasi Laki-Laki dan Perempuan di Era Modern-Industrialis
  • Sejarah Ulama Perempuan yang Membisu dalam Bayang-bayang Kolonialisme Ekonomi

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID