• Login
  • Register
Senin, 27 Maret 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Pernak-pernik

Pilihan Estetika dalam Titik Temu Perbedaan

Dalam kehidupan sehari-hari menyangkut berbedaan budaya dan agama, di dalamnya tentu ada perbedaan persepsi, kepekaan dan pilihan atas estetika

Listia Listia
24/11/2021
in Pernak-pernik
0
Estetika

Estetika

60
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Saya bersyukur, siang tadi mendapatkan banyak wawasan yang menggembirakan di forum “Etalase Pemikiran Perempuan”. Saya kebagian di Panel 1 dengan tema ‘Perempuan, Budaya dan Pendidikan Alternatif’,  membagi cerita tentang pendidikan keagamaan alternatif, yaitu model pendidikan interreligius yang dikembangkan oleh perkumpulan Pappirus.

Ada pertanyaan menarik dan mengejutkan karena saya pribadi belum merefleksikan hal ini. Saya berterimakasih bahwa forum ini membuat saya berfikir lebih luas. Pertanyaannya kurang lebih begini ; bagaimana pendidikan keagamaan yang menekankan adanya titik temu dalam perbedaan ini, berbicara tentang pilihan estetika?

Dalam kehidupan sehari-hari menyangkut perbedaan budaya dan agama, di dalamnya tentu ada perbedaan persepsi, kepekaan dan pilihan atas estetika. Ini adalah hal yang tampaknya bukan hanya saya yang kurang memperhatikan, tapi kemungkinan banyak orang sering mengabaikan.

Katakanlah saya ambil contoh dari tradisi agama saya soal suara azan, yang bagi orang dari tradisi lain mungkin terdengar seperti ‘nyanyian’, yang  bagi masyarakat muslim biasa saja atau mudah diterima apa pun vokal dan nada yang digunakan, namun hal itu tidak mudah dinikmati (atau bahkan mungkin karena bernada sumbang dan frekuensi sangat keras sehingga ‘mengganggu’) bagi telinga orang yang tidak berkepentingan dengan tradisi agama ini. Ke -indah-an/ tidak indah suara di udara terbuka milik umum ini perlu disadari sebagai hal yang penting untuk didialogkan.

Di lain kesempatan beberapa tahun lalu saya mengantar anak-anak kampung mengunjungi Candi Borobudur di pagi berangkat lepas subuh. Karena saya berpakaian brukut; baju panjang plus kerudung, saya merasa sudah cukup sopan untuk memasuki  area tempat suci itu.

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Kisah Abu Nawas dan Penutupan Patung Bunda Maria
  • Jangan Pernah Menyalahkan Agama Seseorang yang Berbeda
  • Mari Berikan Ruang Aman Kepada Mereka yang Berbeda Agama
  • Menghormati Mereka yang Berbeda Agama Termasuk Rahmat Islam

Baca Juga:

Kisah Abu Nawas dan Penutupan Patung Bunda Maria

Jangan Pernah Menyalahkan Agama Seseorang yang Berbeda

Mari Berikan Ruang Aman Kepada Mereka yang Berbeda Agama

Menghormati Mereka yang Berbeda Agama Termasuk Rahmat Islam

Ternyata saya masih dicegat petugas, “Mba, untuk yang dewasa harus pakai kain ini”. Oh ternyata baju saya yang panjang belum cukup. Saya pun mengambil kain yang disediakan dan membebatkan kian seperti pakai jarik sambil mikir perbedaan persepsi tentang pakaian yang sopan ini. Dalam konteks interreligius, estetika tidak bisa bebas nilai karena keberadaanya terkait dengan segi-segi kehidupan manusia lain.

Menurut saya rasa keindahan itu ada sisi-sisi yang bersifat bentukan lingkungan budaya, geografis dan ragam sarana yang digunakan yang membentuk kebiasaan sehingga menghasilkan perbedaan, tetapi ada sisi-sisi yang universal berupa ketersentuhan hati-nurani-intelektual oleh suasana yang menciptakan gairah karena hadirnya makna dalam suatu konteks hidup personal atau kelompok.

Di sinilah saya menjawab pertanyaan dengan menghadirkan pemikiran Mahatma Gandhi. Kebetulan tokoh pergerakan kemerdekaan India seorang spiritual yang mengambil inspirasi dari berbagai sumber  ajaran agama.

Di antara pemikiran Gandhi yang dikenal luas adalah tentang tujuh dosa sosial (Kekayaan tanpa kerja, kesenangan tanpa hati nurani, pendidikan tanpa karakter, perdagangan tanpa moralitas, ilmu pengetahuan tanpa kemanusiaan, agama tanpa sikap mau berkorban dan politik tanpa prinsip).

Saya mengutip dosa sosial  ‘kesenangan tanpa hati nurani’ dalam menjawab soal pilihan estetika ini. Bahwa dalam ruang hidup yang penuh perbedaan agama, budaya, cara hidup, …semua orang atau kelompok tidak dapat memaksakan pilihan estetikanya pada semua orang;  bahwa persepsi, kepekaan dan pilihan estetika selalu perlu didialogkan dengan tolok ukurnya adalah kedamaian bagi semua pihak.

Bila ada pemaksaan nilai keindahan (termasuk nilai kebaikan dan kebenaran) pada semua orang, maka yang terjadi adalah kekerasan yang bertentangan dengan hati nurani . Estetika sebagai bagian dan hasil dari suatu persitiwa kemanusiaan, bila dimunculkan dengan tanpa hati nurani maka hal itu bagian dari dosa sosial karena memiliki dampak merusak hubungan-hubungan.

Namun bila pilihan estetika yang dihadirkan tanpa memaksa semua orang menikmati , tanpa kekerasan simbolik pada publik, maka kehadirannya mendamaikan, adalah sumber kebahagiaan yang meluhurkan martabat kemanusiaan dan mendorong lahirnya kreativitas yang lain. []

Tags: agamaBudayaEstetikaperbedaan
Listia

Listia

Pegiat pendidikan di Perkumpulan Pendidikan Interreligus (Pappirus)

Terkait Posts

Prinsip Hidup Bersama

Piagam Madinah: Prinsip Hidup Bersama

27 Maret 2023
kehidupan bersama

Pentingnya Memahami Prinsip Kehidupan Bersama

27 Maret 2023
Kesehatan Gigi dan Mulut

Ramadan Tiba, Kesehatan Gigi dan Mulut Harus Tetap Terjaga

26 Maret 2023
Konstitusi

Kebebasan Dalam Konstitusi NKRI

25 Maret 2023
Nabi Muhammad Saw

Nabi Muhammad Saw Berpesan Jika Berdakwah Sampaikan Dengan Tutur Kata Lembut

25 Maret 2023
agama

Jangan Pernah Menyalahkan Agama Seseorang yang Berbeda

25 Maret 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Akhlak dan perilaku yang baik

    Pentingnya Memiliki Akhlak dan Perilaku yang Baik Kepada Semua Umat Manusia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Profil Gender: Angka tak Bisa Dibiarkan Begitu Saja

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kitab Sittin Al-‘Adliyah: Pentingnya Menjaga Kesehatan Mental

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Waspadai Propaganda Intoleransi Jelang Tahun Politik

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Jogan Ramadhan Online: Pengajian Khas Perspektif dan Pengalaman Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Piagam Madinah: Prinsip Hidup Bersama
  • Nyai Pinatih: Sosok Ulama Perempuan Perekat Kerukunan Antarumat di Gresik
  • Pentingnya Memahami Prinsip Kehidupan Bersama
  • Q & A: Apa Batasan Sakit yang Membolehkan Tidak Puasa di Bulan Ramadan?
  • Jogan Ramadhan Online: Pengajian Khas Perspektif dan Pengalaman Perempuan

Komentar Terbaru

  • Profil Gender: Angka tak Bisa Dibiarkan Begitu Saja pada Pesan untuk Ibu dari Chimamanda
  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Petasan, Kebahagiaan Semu yang Sering Membawa Petaka pada Maqashid Syari’ah Jadi Prinsip Ciptakan Kemaslahatan Manusia
  • Berbagi Pengalaman Ustazah Pondok: Pentingnya Komunikasi pada Belajar dari Peran Kiai dan Pondok Pesantren Yang Adil Gender
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist