• Login
  • Register
Sabtu, 19 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Postfeminisme dan Wajah Baru Perjuangan Perempuan

Postfememinisme, bisa dikatakan sebagai perspektif lanjutan dari feminisme yang lebih optimis dalam melihat dan memposisikan perempuan

Irfan Hidayat Irfan Hidayat
24/08/2021
in Publik, Rekomendasi
0
Postfeminisme

Postfeminisme

547
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Postfeminisme merupakan pandangan baru yang terlahir dari feminisme konvensional. Perbedaannya ialah bahwa feminisme (konvensional) lebih cenderung memandang setiap ketimpangan antara laki-laki dan perempuan merupakan ulah laki-laki secara mutlak. Ataupun  ketika menganalisis setiap perbuatan perempuan yang kemudian dianggap sebagai bagian dari budaya patriarki.

Contohnya ketika perempuan hendak berpenampilan cantik, yang kemudian selalu dipandang sebagai objek atau bahkan ditujukan memuaskan laki-laki ketika memandangnya. Dengan kata lain, perempuan yang tampil cantik semata-mata sering dipandang sebagai pemuas hasrat laki-laki.

Sedangkan postfeminisme, menurut Gadisa Arivia, seorang Dosen Fakultas Filsafat dan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, dalam suatu diskusi tentang Postfeminisme and Pop Culture yang diadakan oleh Sekolah Pascasarjana Universitas Gajah Mada (2016), ia jauh lebih berkembang secara progresif dibanding feminisme (konvensional). Menurutnya, postfeminisme memandang setiap tindakan perempuan tidak selalu diakibatkan dari kuasa laki-laki. Dalam pandangan postfeminisme, Perempuan merupakan subjek yang mampu bertindak secara mandiri dan hanya untuk kepuasan dirinya sendiri. Seperti dilansir ugm.ac.id.

Postfememinisme, bisa dikatakan sebagai perspektif lanjutan dari feminisme yang lebih optimis dalam melihat dan memposisikan perempuan. Dalam pandangan postfeminisme, perempuan menyesuaikan diri dengan era postmodern seperti saat ini. Perempuan kini mulai bertindak atas orientasi kebebasan dirinya sendiri, serta mulai memahami porsi terkait relasinya dengan laki-laki. Sehingga, secara tidak langsung, diskriminasi dan bentuk penindasan budaya patriarki mulai bisa dicegah oleh perempuan.

Dalam pandangan postfeminisme, perempuan yang berusaha menunjukkan keindahan dan kemolekan dirinya bertujuan untuk ditujukan bagi dirinya sendiri, bukan lagi ditujukan untuk memuaskan hasrat laki-laki. Selain itu, postfeminisme juga memberi pandangan bahwa perempuan kini mulai memahami porsi-porsi kekuasaan serta kebebasannya atas relasi gender yang mengindikasikan adanya hubungan interaksional yang setara antara laki-laki dan perempuan dalam realitas sosial.

Baca Juga:

COC: Panggung yang Mengafirmasi Kecerdasan Perempuan

Aisyah: Perempuan dengan Julukan Rajulah Al-‘Arab

Mengapa Perempuan Ditenggelamkan dalam Sejarah?

Kehamilan Perempuan Bukan Kompetisi: Memeluk Setiap Perjalanan Tanpa Penghakiman

Dalam sejarah perkembangannya, postfeminisme muncul pada tahun 1920 yang substansi analisisnya mulai menawarkan pembelaan terhadap kaum perempuan untuk tidak selalu anti terhadap laki-laki. Akan tetapi, di awal kemunculannya yang dianggap tidak sesuai antara kondisi diskriminasi terhadap perempuan pada saat itu, pandangan tersebut mulai redup dengan sendirinya. Dan kemudian muncul kembali pada tahun 1980 dengan makna dan pengertian yang beragam.

Menurut Angela McRobbie, dalam tulisannya yang berjudul Post Feminism and Popular Culture (2016), setidaknya terdapat empat pengertian terntang postfeminisme. Pertama, postfeminisme merupakan titik temu antara feminsime dengan poststrukturalisme, postkolonialisme, dan postmodernisme. Artinya, bisa dikatakan, postfeminisme merupakan kajian yang sangat kritis terhadap feminisme itu sendiri.

Kedua, postfeminsime merupakan suatu ‘perayaan kematian’ dari feminisme itu sendiri. Hal itu ditandai dengan mulai tercapainya tujuan-tujuan baru dari feminisme. Sehingga, dengan kata lain, feminisme kini tidak relevan lagi untuk menjadi suatu kajian, dan kehadirannya kini menjadi re-ingkarnasi dari feminisme.

Ketiga, postfeminisme merupakan bentuk ‘pernyataan perang’ terhadap feminisme melalui budaya populer dan media massa. Budaya populer dan media massa dimanfaatkan postfeminisme sebagai alat dalam penyebaran propaganda untuk menjatuhkan perempuan yang teremansipasi.

Keempat, postfeminisme merupakan sensibilitas. Artinya, postfeminisme mendefinisikan kembali atau memberi artikulasi baru terkait konsep-konsep feminsime melalui peralihan femininitas sebagai bagian dari tubuh, perubahan titik fokus perempuan sebagai objek menjadi perempuan sebagai subjek.

Dari semua pengertian tersebut di atas, bisa disimpulkan bahwa postfeminisme merupakan wajah baru dari feminisme dalam mengkaji perempuan di dunia secara kritis dan progresif. Sehingga, kajian tentang perempuan bukan sekedar kajian konvensional yang dikhawatirkan dapat menjadikan perempuan kembali berada pada ketertindasan. Postfeminisme kini hadir menjadi suatu kajian postmodern yang berpihak pada perempuan secara menyeluruh.

Pertanyaan yang kemudian muncul adalah bagaimana kondisi perempuan di Indonesia? Atau khususnya mereka yang berada di sekitar kita? Apakah mereka sudah termasuk dalam kajian postfeminisme? Bagi penulis sendiri, hal ini masih menjadi pekerjaan rumah yang cukup genting dan penting untuk dikaji dan dikritisi. Sebab, pemahaman tentang pandangan feminisme saja masih sukar, dan bahkan hanya sedikit generasi muda yang memahaminya.

Masih banyak perempuan muda yang pesimis dan kemudian menyerahkan ‘kodrat’ keperempuannya pada laki-laki sebagai bentuk kelemahannya. Hal itu membuat perempuan seakan ikut terlena dan terlelap dengan budaya patriarki yang dihadapinya.

Mendobrak suatu budaya yang sudah mengakar membutuhkan wawasan serta konstruksi pemahaman yang benar-benar matang. Untuk mencapai itu semua, tentunya dengan belajar tanpa henti dan kemudian berargumen melalui kemampuannya. Budaya patriarki yang terjadi saat ini juga makin pintar. Perempuan memiliki kebebasan untuk menunjukan kebolehannya di ranah publik. Akan tetapi, perannya masih selayaknya peran seorang budak bagi laki-laki, atau bahkan masih menjadi pemuas hasrat laki-laki.

Salah satu contohnya ialah ketika semisal perempuan rela menjual keindahan dan kemolekan tubuhnya untuk memenuhi kepentingan perusahaan kosmetik atau busana, atau bahkan perempuan yang diharuskan berpenampilan seksi untuk menjual atau mempromosikan sebuah produk. Semua produk dan eksploitasi perempuan seperti itu merupakan strategi patriarki yang lebih pintar. Apakah postfeminisme mendukung fenomena itu? Jika iya, maka postfeminisme telah kalah dengan produk patriarki dari postmaskulinisme.

Postfeminsime memberikan kebebasan bagi perempuan untuk melakukan tindakan atas kehendak dan kebebasan dirinya sendiri. Pandangan tersebut memberi dampak terhadap konsekuensi tanggung jawab terhadap dirinya sendiri. Sehingga, kontrol alienasi dan patriarki harus kita kaji dan ditinjau ulang dengan nalar yang lebih kritis.

Sebagai penutup, sepertinya kita harus merenungkan kembali kata-kata dari seorang intelektual dan aktivis feminis dari Amerika, Bell Hooks, bahwa “jika ada wanita yang merasa dia membutuhkan sesuatu di luar dirinya untuk melegitimasi dan memvalidasi keberadaannya, dia sudah memberikan kekuatannya untuk mendefinisikan diri, hak pilihannya.” []

Tags: Budaya PatriarkifeminismeGendergerakan perempuankeadilanKesetaraanmaskulinperempuanPostfeminisme
Irfan Hidayat

Irfan Hidayat

Alumni Hukum Tata Negara UIN Sunan Kalijaga, Kader PMII Rayon Ashram Bangsa

Terkait Posts

COC

COC: Panggung yang Mengafirmasi Kecerdasan Perempuan

18 Juli 2025
Mengantar Anak Sekolah

Mengantar Anak Sekolah: Selembar Aturan atau Kesadaran?

18 Juli 2025
Sirkus

Lampu Sirkus, Luka yang Disembunyikan

17 Juli 2025
Disabilitas dan Kemiskinan

Disabilitas dan Kemiskinan adalah Siklus Setan, Kok Bisa? 

17 Juli 2025
Wonosantri Abadi

Harmoni Iman dan Ekologi: Relasi Islam dan Lingkungan dari Komunitas Wonosantri Abadi

17 Juli 2025
Zakat Profesi

Ketika Zakat Profesi Dipotong Otomatis, Apakah Ini Sudah Adil?

16 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Fazlur Rahman

    Fazlur Rahman: Memahami Spirit Kesetaraan dan Keadilan Gender dalam Al-Qur’an

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pesan Terakhir Nabi Saw: Perlakukanlah Istri dengan Baik, Mereka adalah Amanat Tuhan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Aisyah: Perempuan dengan Julukan Rajulah Al-‘Arab

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Refleksi tentang Solidaritas yang Tidak Netral dalam Menyikapi Penindasan Palestina

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kehamilan Perempuan Bukan Kompetisi: Memeluk Setiap Perjalanan Tanpa Penghakiman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • COC: Panggung yang Mengafirmasi Kecerdasan Perempuan
  • Pesan Terakhir Nabi Saw: Perlakukanlah Istri dengan Baik, Mereka adalah Amanat Tuhan
  • Fazlur Rahman: Memahami Spirit Kesetaraan dan Keadilan Gender dalam Al-Qur’an
  • Aisyah: Perempuan dengan Julukan Rajulah Al-‘Arab
  • Refleksi tentang Solidaritas yang Tidak Netral dalam Menyikapi Penindasan Palestina

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID