• Login
  • Register
Senin, 19 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Prewedding tidak hanya tentang Estetika tapi Juga Etika

Foto prewedding bukan menjadi kewajiban bagi calon pengantin. Sehingga bukanlah budaya yang menuntut kita untuk melestarikannya

Aisyah Aisyah
14/09/2023
in Publik, Rekomendasi
0
Prewedding

Prewedding

982
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Masyarakat Indonesia sedang gempar dengan kejadian foto prewedding yang akhirnya melibas area Savana Bromo karena penyalaan flare. Kejadian ini mengakibatkan kebakaran yang berlangsung hingga berhari-hari. Di mana peristiwa ini akhirnya berdampak pada kondisi ekonomi, dan lingkungan warga sekitar.

Dari sektor ekonomi, banyak pihak yang kemudian merasa terdampak karena adanya penutupan secara total kawasan Bromo. Baik itu wisata, penginapan, pedagang, dan lainnya. Melansir dari berita Kompas.com, pemilik sektor ekonomi tersebut merasa terkena dampak lantaran banyak pengunjung yang kemudian reschedule bahkan melakukan pembatalan kunjungan.

Sementara dampak pada iklim dan lingkungan jelas karena adanya kebakaran di Bukit Teletubies Savana Bromo. Hal ini menyebabkan beberapa flora dan fauna langka di sekitarnya terganggu bahkan terancam punah. Hal ini sangat disayangkan karena efek dari keteledoran satu pihak ini mengakibatkan banyak orang yang ikut dirugikan.

Prewedding dan Sejarahnya

Jika melihat makna dari Bahasa Inggris, maka prewedding berarti foto sebelum pernikahan.  Dari beberapa penelitian menyebutkan bahwa sejarah prewedding berkaitan dengan industri fotografi yang berkembang pesat di wilayah Cina tahun 90-an.

Pada saat itu, wilayah Cina banyak mendapatkan produk elektronik dari Jepang, Korea, dan Taiwan. Pada saat yang sama, wilayah Asia sedang gencar-gencarnya menayangkan sinetron yang berbau percintaan. Adanya keterkaitan tersebut diduga menjadi awal mula sejarah prewedding.

Baca Juga:

Membaca Kembali Nilai Mubadalah Melalui Perspektif Filosofi Jawa Tepa Selira

Set Boundaries : Menjadi Manusia yang Tega dan Tegas

Menyelami Relasi Suami Istri Perspektif Imam Ghazali

Belajarlah Etika Sebelum Belajar Ilmu Pengetahuan

Meskipun dari beberapa penelitian meyakini bahwa ide pemotretan prewedding pada mulanya hanya digunakan oleh kalangan atas sehingga nampak seperti acara royal wedding bangsa Eropa. Oleh masyarakat Indonesia, budaya ini bahkan menjadi hal penting dalam pernikahan tanpa melihat status sosial.

Budaya Prewedding bagi Generasi Milenial

Jika kita lihat dari arti prewedding sendiri maka pemaknaan foto sebelum pernikahan bisa saja meliputi foto-foto yang berkaitan dengan rangkaian acara sebelum pernikahan itu sendiri. Seperti tunangan, lamaran, midodaren, dan rangkaian adat lain yang tentunya berbeda-beda tiap daerah.

Sayangnya budaya yang berkembang di Indonesia adalah foto prewedding yang harus dilaksanakan di suatu tempat dengan konsep atau pakaian khusus. Tujuan prewedding biasanya sebagai cara calon pengantin untuk mengabadikan momen-momen mereka sebelum menyambut hari bahagia yaitu pernikahan.

Yang sering terjadi, foto prewedding biasanya berfungsi sebagai cover undangan fisik maupun digital, pajangan untuk menambah estetika sebuah resepsi, souvenir pernikahan, dan kebutuhan-kebutuhan lain dari calon pengantin.

Melihat merebaknya budaya ini, generasi milenial menjadikan foto prewedding sebagai sesi yang mereka nanti. Dengan tawaran konsep yang beraneka ragam seperti konsep indoor atau outdoor serta tema-tema seperti tradisionalis, klasik, bahkan modern bak artis-artis idola mereka.

Prewedding bukan Syarat dan Rukun Pernikahan

Sesuai Fatwa MUI No 03/KF/MUI-SU/2011, MUI mengeluarkan fatwa bahwa foto prewedding hukumnya haram. Sementara budaya ini telah menjadi budaya yang tidak hanya terpaku pada satu umat agama, melainkan sudah menjadi budaya beragam agama.

Terlepas dari hukum prewedding yang memang tidak bisa kita gunakan sebagai patokan hukum di Indonesia karena masyarakatnya yang kultural. Tulisan ini lebih ingin mengupas bagaimana tren ini kemudian menjadi sebuah budaya di masyarakat kita. Padahal sesi ini bukan sebagai syarat dan rukun sah pernikahan.

Jumhur Ulama’ sepakat bahwa rukun pernikahan meliputi adanya calon mempelai, wali nikah, dua orang saksi, dan sighat ijab qabul. Sementara syarat sahnya secara garis besar meliputi dua hal yakni calon mempelai perempuan bukan bagian mahram dari laki-laki dan akad nikahnya menghadirkan para saksi. Syarat ini tentu menjadi garis besar, terlepas dari syarat masing-masing rukun pernikahan.

Dari rukun dan syarat tersebut, foto prewedding bukanlah menjadi hal mendasar ataupun suatu kewajiban bagi calon pengantin. Sehingga foto prewedding ini bukanlah budaya yang menuntut kita untuk melestarikannya. Melakukannya ok, tidakpun tidak masalah.

Etika Prewedding bagi Generasi Milenial

Lalu bagaimana sih prewedding yang friendly untuk dilakukan?

Tentunya sisi estetika yang merupakan bagian yang penting dalam foto prewedding, tapi alangkah baiknya calon pengantin dan fotografer juga perlu memperhatikan etika foto prewedding.

Etika ini meliputi bagaimana syari’at Islam menuntun kita untuk tetap memperhatikan mengenai batasan-batasan dalam pengambilan sesi foto baik berupa gaya maupun busana. Selain itu, perlu mengindahkan prosedural dalam pengambilan foto jika memang ingin melakukannya di outdoor.

Karena yang sering terjadi konsep outdoor ini meliputi beberapa tempat yang meyuguhkan pemandangan indah seperti pantai, gunung, hutan, dan lain sebagainya. Etika yang perlu diperhatikan berkaitan dengan bagaimana orang yang terlibat seharusnya menimbang antara maslahat dan mafsadat dari konsep yang mereka inginkan.

Perlu pertimbangan seperti perizinan tempat, adat atau tradisi sebelum melakukan kegiatan di suatu tempat. Juga menimbang bagaimana lingkungan tempat foto sekiranya tidak mengambil konsep-konsep yang justru menciderai keasrian dan keindahahan tempat.

Kejadian di Bromo, barangkali menjadi satu contoh yang kemudian booming karena memang dampaknya yang besar. Tapi apakah sudah meyakinkan bahwa kegiatan foto prewedding di tempat lain yang tidak terekspos di media selalu ramah alam dan lingkungan? []

Tags: BromoEstetikaEtikaGenerasi MilenialKerusakan AlamPrewedding
Aisyah

Aisyah

Aisyah Mahasiswa PascaSarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Terkait Posts

Nyai Nur Channah

Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

19 Mei 2025
Nyai A’izzah Amin Sholeh

Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami

18 Mei 2025
Inses

Grup Facebook Fantasi Sedarah: Wabah dan Ancaman Inses di Dalam Keluarga

17 Mei 2025
Dialog Antar Agama

Merangkul yang Terasingkan: Memaknai GEDSI dalam terang Dialog Antar Agama

17 Mei 2025
Inses

Inses Bukan Aib Keluarga, Tapi Kejahatan yang Harus Diungkap

17 Mei 2025
Kashmir

Kashmir: Tanah yang Disengketakan, Perempuan yang Dilupakan

16 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kekerasan Seksual Sedarah

    Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Alasan KUPI Jadikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Stop Inspirational Porn kepada Disabilitas!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia
  • Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama
  • KUPI Dorong Masyarakat Dokumentasikan dan Narasikan Peran Ulama Perempuan di Akar Rumput
  • Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version