Imam al-Ghazali menerangkan kemaslahatan dalam mewujudkan nilai dan ajaran agama ada pada lima perlindungan hak. Yaitu perlindungan terhadap agama (hifzh din), jiwa dan tubuh (hifdz nafs), akal pikiran (hifdz aql), keturunan (hifdz nasl), dan perlindungan terhadap benda (hifdz maal). Segala hal yang menjamin perlindungan lima prinsip dasar ini adalah kemaslahatan. Sebaliknya mengesampingkannya adalah kemafsadatan.
Pandangan Imam al-Ghazali ini dielaborasi lebih jauh oleh KH. Husein Muhammad dalam konteks yang lebih luas dan sejalan dengan gagasan Islam yang universal. Termasuk di dalamnya tentang kebebebasan dan kesetaraan manusia serta penghapusan pandangan dan praktik yang mendiskriminasi manusia atas yang lainnya.
Pertama, perlindungan terhadap keyakinan agama dan kepercayaan. Mengandung implikasi bahwa perlindungan bukan hanya terhadap agama dan keyakinannya saja melainkan juga terhadap keyakinan orang lain. Sehingga tidak boleh seorang pun memaksa dan menindas orang lain karena agama dan keyakinan yang berbeda.
Kedua, perlindungan terhadap jiwa, mengimplikasikan perlindungan terhadap jiwa dan tubuh siapapun. Konsekuensinya tidak boleh ada seroang pun yang melukai, melakukan kekerasan bahkan membunuh orang lain apalagi atas nama agama.
Ketiga, perlindungan terhadap akal pikiran. Yakni saling menyediakan ruang yang bebas untuk mengekpresikan pendapat, pikiran, gagasan, dan kehendak satu sama lain. Tidak boleh ada pemasungan dan penjegalan pikiran dan pendapat orang lain.
Keempat, perlindungan terhadap kehormatan dan keturunan. Membawa konsekuensi untuk melindungi dan menghormati alat-alat reproduksi dalam rangka menjaga kesehatannya. Sehingga tidak boleh terjadi pemerkosaan, pelacuran, dan pelecahan seksual.
Kelima, pelindungan terhdap hak milik pribadi maupun hak publik. Mengandung implikasi adanya jaminan atas pilhan pekerjaan, profesi, hak atas upah sekaligus jaminan keamanan atas milik tersebut. Sehingga tidak boleh terjadi larangan terhadap akses pekerjaan, perampasan, korupsi penggelapan, perusakan alam dan lingkungan serta eksploitasi lain yang merugikan.
Tentu saja perlindungan terhadap hak-hak di atas hanya mungkin bisa dijaga dan dirasakan jika satu sama lain saling menghormati hak hidup masing-masing. Jika seseorang ingin dipenuhi kebutuhannya, maka ia harus berpikir orang lain juga membutuhkan hal yang sama. Sekalipun cara pemenuhannya dan bentuk kebutuhannya berbeda.
Tidaklah beriman seseorang di antara kamu kecuali mencintai untuk orang lain apa yang dicintai untuk dirinya (HR. Imam Ahmad dalam Musnad ahmad)
Saya ingin menutup tulisan dengan mengutip pernyataan Hans Kung dalam Etika Globalnya. Ia mengatakan, saat ini kita mulai saling memahami simbol, ritus, nilai-nilai kepercayaan sesama di luar komunitas agama kita dengan sungguh-sungguh. Mulai saling memahami kepercayaan, kelebihan dan perubahan iman satu sama lain. Serta berusaha memahami dan menemui nilai dasar yang sama meskipun ada perbedaan sebagai landasan hidup bersama di dunia dengan damai.[]