Kamis, 18 September 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Tempat Ibadah Ramah Disabilitas

    Rektor ISIF Dorong Gerakan Tempat Ibadah Ramah Disabilitas dalam MISI ke-10

    Amal Maulid KUPI

    Amal Maulid KUPI dan Majelis Taklim di Yogyakarta Gelar Santunan untuk 120 Perempuan

    Pengaburan Femisida

    Di Balik Topeng Penyesalan: Narasi Tunggal Pelaku dan Pengaburan Femisida

    Bincang Syariah Goes to Campus

    Kemenag Gelar Blissful Mawlid “Bincang Syariah Goes to Campus” Ajak Generasi Muda Rawat Bumi

    Ulama Perempuan KUPI

    Doa, Seruan Moral, dan Harapan Ulama Perempuan KUPI untuk Indonesia

    Ulama Perempuan KUPI yang

    Nyai Badriyah Fayumi: Maklumat Ulama Perempuan KUPI untuk Menyelamatkan Indonesia

    Ekoteologi

    Forum Rektor Bersama Gusdurian Dorong Ekoteologi Kampus

    Tuntutan 17+8

    Kamala Chandrakirana: Demokrasi Indonesia Hadapi “Krisis dalam Krisis”

    Keselamatan Bangsa

    Jaringan KUPI Akan Gelar Doa Bersama dan Maklumat Ulama Perempuan Indonesia

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Saling Pengertian

    Gus Dur, Gereja, dan Kearifan Saling Pengertian Antarumat Beragama

    Tafsir Kesetaraan

    Menilik Tafsir Kesetaraan dan Fakta Kepemimpinan Perempuan

    Bahasa Isyarat

    Membuka Ruang Inklusi: Perlunya Kurikulum Bahasa Isyarat untuk Semua Siswa

    Kerudung Pink

    Kerudung Pink Bu Ana: Antara Simbol Perlawanan dan Standar Ganda terhadap Perempuan

    Seminari dan Pesantren

    Seminari dan Pesantren: Menilik Pendidikan Calon Tokoh Agama yang Berjiwa Kemanusiaan

    Genosida Palestina

    Genosida Palestina: Luka Perempuan di Balik Kekerasan Seksual

    Menteri Lingkungan Hidup

    Menteri Lingkungan Hidup Janji Bangun Sekolah Inklusif Ramah Lingkungan: Beneran?

    Lintas Iman

    Merawat Perdamaian Lewat Nada-nada Lintas Iman

    Nepal

    Ketika Gen Z Memilih Perdana Menteri Nepal Melalui Discord

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Karakter

    Pendidikan Karakter

    konservatif

    Bahaya Konservatif di Tengah Arus Perubahan Zaman

    Ibn Arabi

    Ibn Arabi Mengaji Pada 3 Perempuan Ulama

    Imam Syafi'i

    Imam Syafi’i Mengaji Kepada Sayyidah Nafisah

    Ibn Hazm

    Ibn Hazm Mengaji Kepada Perempuan

    Pernikahan Anak

    Pemerintah Malaysia Harus Menghentikkan Praktik Pernikahan Anak

    Pinjol

    Ketika Game Online Menjerat Anak ke Dalam Jebakan Pinjol

    Adil Gender

    Membangun Masa Depan yang Setara dengan Parenting Adil Gender

    Kekerasan Terhadap Anak

    Rumah yang Tak Lagi Aman: Darurat Kekerasan terhadap Anak

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Tempat Ibadah Ramah Disabilitas

    Rektor ISIF Dorong Gerakan Tempat Ibadah Ramah Disabilitas dalam MISI ke-10

    Amal Maulid KUPI

    Amal Maulid KUPI dan Majelis Taklim di Yogyakarta Gelar Santunan untuk 120 Perempuan

    Pengaburan Femisida

    Di Balik Topeng Penyesalan: Narasi Tunggal Pelaku dan Pengaburan Femisida

    Bincang Syariah Goes to Campus

    Kemenag Gelar Blissful Mawlid “Bincang Syariah Goes to Campus” Ajak Generasi Muda Rawat Bumi

    Ulama Perempuan KUPI

    Doa, Seruan Moral, dan Harapan Ulama Perempuan KUPI untuk Indonesia

    Ulama Perempuan KUPI yang

    Nyai Badriyah Fayumi: Maklumat Ulama Perempuan KUPI untuk Menyelamatkan Indonesia

    Ekoteologi

    Forum Rektor Bersama Gusdurian Dorong Ekoteologi Kampus

    Tuntutan 17+8

    Kamala Chandrakirana: Demokrasi Indonesia Hadapi “Krisis dalam Krisis”

    Keselamatan Bangsa

    Jaringan KUPI Akan Gelar Doa Bersama dan Maklumat Ulama Perempuan Indonesia

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Saling Pengertian

    Gus Dur, Gereja, dan Kearifan Saling Pengertian Antarumat Beragama

    Tafsir Kesetaraan

    Menilik Tafsir Kesetaraan dan Fakta Kepemimpinan Perempuan

    Bahasa Isyarat

    Membuka Ruang Inklusi: Perlunya Kurikulum Bahasa Isyarat untuk Semua Siswa

    Kerudung Pink

    Kerudung Pink Bu Ana: Antara Simbol Perlawanan dan Standar Ganda terhadap Perempuan

    Seminari dan Pesantren

    Seminari dan Pesantren: Menilik Pendidikan Calon Tokoh Agama yang Berjiwa Kemanusiaan

    Genosida Palestina

    Genosida Palestina: Luka Perempuan di Balik Kekerasan Seksual

    Menteri Lingkungan Hidup

    Menteri Lingkungan Hidup Janji Bangun Sekolah Inklusif Ramah Lingkungan: Beneran?

    Lintas Iman

    Merawat Perdamaian Lewat Nada-nada Lintas Iman

    Nepal

    Ketika Gen Z Memilih Perdana Menteri Nepal Melalui Discord

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Karakter

    Pendidikan Karakter

    konservatif

    Bahaya Konservatif di Tengah Arus Perubahan Zaman

    Ibn Arabi

    Ibn Arabi Mengaji Pada 3 Perempuan Ulama

    Imam Syafi'i

    Imam Syafi’i Mengaji Kepada Sayyidah Nafisah

    Ibn Hazm

    Ibn Hazm Mengaji Kepada Perempuan

    Pernikahan Anak

    Pemerintah Malaysia Harus Menghentikkan Praktik Pernikahan Anak

    Pinjol

    Ketika Game Online Menjerat Anak ke Dalam Jebakan Pinjol

    Adil Gender

    Membangun Masa Depan yang Setara dengan Parenting Adil Gender

    Kekerasan Terhadap Anak

    Rumah yang Tak Lagi Aman: Darurat Kekerasan terhadap Anak

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Putri Pramodhawardhani: Tokoh Toleransi di Masa Mataram Kuno

Moh. Rivaldi Abdul Moh. Rivaldi Abdul
6 Juli 2022
in Publik
0
Tokoh Toleransi

Tokoh Toleransi

490
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Dalam satu video singkat di akun Tiktok @Buddhazine, Bhante Panyavaro menjelaskan, “…Raja-raja Syailendra dan rakyatnya gotong royong dengan penuh rasa bhakti, dengan iman yang kuat, mendirikan Borobudur yang selesai dua generasi. Sang ayah tidak melihat waktu peresmian Borobudur. Yang meresmikan adalah putrinya, Pramodhawardhani…,” demikian penggalan penjelasan Bhante Panyavaro dalam video tersebut.

Saya bukan akan membahas berita viral harga tiket Borobudur yang naik, namun saya tertarik pada penjelasan Bhante Panyavaro bahwa yang meresmikan Borobudur adalah Pramodhawardhani. Tentu perempuan ini bukan sosok yang biasa saja, namun adalah sosok yang pantas kita kenang dalam panggung sejarah Nusantara.

Sebagaimana penjelasan Drs. R. Soekomono dalam Pelita Borobudur, Seri A, No. 1 (1972), bahwa “Tjandi Borobudur berdiri sekitar tahun 800 tarich Masehi. Tidak ada informasi berapa lama tjandi itu berfungsi sebagai bangunan sutji agama Bud[dh]a….” Dan, sebagaimana penjelasan Bhante Panyavaro bahwa yang meresmikan Borobudur adalah Pramodhawardhani.

Tim Balai Konservasi Borobudur dalam laman @kebudayaan.kemdikbud.go.id, menjelaskan bahwa, pada tahun 842 M, Pramodhawardhani mengeluarkan prasasti, yang sekarang disebut Prasasti Tri Tepusan/Sri Kahulunan, untuk menganugerahkan tanah di desa Tri Tepusan. Hal ini ia lakukan untuk pemeliharaan sebuah bangunan suci bernama Kamulan I Bhumisambhara, atau tempat asal muasal Bhumishambara. J.G. de Casparis, seorang epigraf dari Belanda, mengartikan nama bangunan tersebut sebagai nama asli Borobudur.

Tokoh Toleransi Ini, adalah Perempuan Penguasa Mataram Kuno

Pramodhawardhani merupakan putri dari Raja Medang atau Mataram Kuno, yaitu Rakai Warak Dyah Manara atau terkenal sebagai Raja Samaratungga. Pramodhawardani  berasal dari Wangsa Syailendra yang beragama Buddha. Dia naik tahta menggantikan ayahnya, Raja Samaratungga, pada 833 M. Pramodhawardhani juga terkenal sebagai Sri Kahulunan.

Iswara N. Raditya dalam “Ratu Pramodhawardhani: Kawin Beda Agama, Menganjurkan Toleransi” (dimuat di Tirto.id) menjelaskan bahwa, ada pihak yang tidak setuju  dengan pengangkatan Pramodhawardhani sebagai penerus singgasana Samaratungga. Pihak tersebut adalah Balaputradewa dan pendukungnya.

Mengenai sosok Balaputradewa, ada yang mengatakan bahwa dia merupakan adik kandung Pramodhawardhani artinya anak dari Raja Samaratungga. Menurut pendapat ini, Balaputradewa merasa lebih berhak menduduki tahta Medang (Mataram Kuno).

Hal itu karena menurut Balaputradewa tahta raja hanya untuk laki-laki, bukan perempuan, sehingga meski dia adalah adik dan Pramodhawardani adalah anak tertua, namun dia lah yang lebih berhak menduduki tahta. Pendapat lain mengatakan kalau Balaputradewa merupakan paman Pramodhawardhani atau adik dari Raja Samaratungga. Sehingga, Balaputradewa merasa berhak atas tahta, sebab kakaknya tidak memiliki anak laki-laki.

Pemikiran bahwa raja (penguasa) harus laki-laki juga mewarnai isi kepala sebagian orang pada masa itu. Dalam hal ini, pandangan raja seharusnya laki-laki, bukan perempuan, dijadikan alasan untuk merebut tahta oleh Balaputradewa. Namun, Raja Samaratungga agaknya memiliki pemikiran yang lebih maju, sehingga tetap mewariskan tahta kepada anak tertuanya, Putri Pramodhawardhani, meski sang anak adalah perempuan.

Pramodhawardhani tidak menyerah dari gangguan Balaputradewa. Dia mempertahankan haknya, tahta Medang, dengan melawan Balaputradewa. Dengan bantuan suaminya, Rakai Pikatan yang berasal dari Wangsa Sanjaya, pada 833 M Balaputradewa dapat terkalahkan dan lari ke Sumatera.

Sejak saat itu, Ratu Pramodhawardhani menjadi penguasa Kerajaan Medang. Sebagaimana penjelasan Iswara N. Raditya, bahwa tidak diketahui pasti kapan Ratu Pramodhawardhani meninggal. Tapi, kira-kira pemerintahannya berakhir pada 856 M. Itu artinya, Ratu Pramodhawardhani menjadi penguasa Medang (Mataram Kuno) selama 23 tahun, sejak 833 hingga 856 M, meski di tahun-tahun terakhir jabatan Pramodhawardhani kendali kekuasaan beralih kepada Rakai Pikatan.

Tokoh Toleransi di Masa Mataram Kuno

Pada masa Ratu Pramodhawardhani, agama Buddha berkembang dengan baik. Saking majunya peradaban Buddha kala itu telah mampu mengembangkan arsitektur rumah suci khas Nusantara. Hal ini tergambar dalam penjelasan Bhante Panyavaro, “Para Raja Syailendra, nenek moyang kita sendiri, bukan orang asing. Dan langgam Borobudur, ukirannya itu tidak sama dengan di India, di negara lain, mboten sami. Itu unik Borobudur….”

Jadi, pada masa itu, agama Buddha berkembang dengan baik di Nusantara, sehingga mampu melahirkan Borobudur sebagai rumah suci agama Buddha yang memiliki kekhasan Nusantara.

Pramodhawardhani adalah seorang Wangsa Syailendra yang beragama Buddha, meski begitu agama Hindu juga tumbuh dengan baik di bawah kekuasaannya. Bahkan, dalam catatan sejarah pada tahun 832 M, Pramodhawardhani menikah dengan Rakai Pikatan yang berasal dari Wangsa Sanjaya yang beragama Hindu.

Sebagaimana dijelaskan oleh Tim Balai Konservasi Borobudur pada laman @kebudayaan.kemdikbud.go.id, bahwa dalam sejarah Nusantara kuno, pernikahan Ratu Pramodhwardhani dengan Rakai Pikatan, dianggap sebagai salah satu momen pertama pernikahan lintas agama antara ratu dan raja yang berkuasa terhadap sebuah kerajaan. Secara tidak langsung hal ini membuat Borobudur menjadi bukti toleransi beragama pada periode Mataram Kuno.

Pada masa Ratu Pramodhawardhani, banyak candi Buddha dan Hindu yang terbangun. Candi Plaosan–yang berada di Desa Bugisan, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten–dibangun dengan perpaduan arsitektur Hindu-Buddha.

Sebagaimana penjelasan Muhammad Iqbal Birsyada Sahruni dalam “Makna Akulturasi Hindu Buddha pada Arsitektur Candi Plaosan,” bahwa setelah membandingkan Candi Plaosan dengan candi Hindu (yaitu Candi Prambanan) dan candi Buddha (yaitu Candi Borobudur), terlihat Candi Plaosan memiliki arsitektur candi Hindu dan Buddha.

Hal ini paling nampak dari bentuk dan struktur bangunan Candi Plaosan. Yaitu, terdapat bangunan menjulang tinggi yang merupakan ciri candi peninggalan Hindu, dan dasar candi dengan struktur yang lebar menunjukkan ciri candi peninggalan Buddha. Sehingga, Candi Plaosan menunjukkan wujud akulturasi Hindu-Budha pada masa Ratu Pramodhawardhani.

Majunya agama Buddha dan Hindu di masa Ratu Pramodhawardhani menunjukkan bahwa kepemimpinan sang ratu dijalankan dengan memerhatikan nilai toleransi antar pemeluk agama. Meski Pramodhawardhani memeluk agama Buddha, namun sang ratu tidak membatasi perkembangan agama Hindu. Sikap dan peran Ratu Pramodhawardhani ini menjadikannya sebagai sosok tokoh toleransi pada masa Mataram Kuno. []

Tags: IndonesiakeberagamanMataram KunoNusantaraPerdamaiansejarahtoleransi
Moh. Rivaldi Abdul

Moh. Rivaldi Abdul

S1 PAI IAIN Sultan Amai Gorontalo pada tahun 2019. S2 Prodi Interdisciplinary Islamic Studies Konsentrasi Islam Nusantara di Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Sekarang, menempuh pendidikan Doktoral (S3) Prodi Studi Islam Konsentrasi Sejarah Kebudayaan Islam di Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Terkait Posts

Kerudung Pink
Publik

Kerudung Pink Bu Ana: Antara Simbol Perlawanan dan Standar Ganda terhadap Perempuan

17 September 2025
Seminari dan Pesantren
Publik

Seminari dan Pesantren: Menilik Pendidikan Calon Tokoh Agama yang Berjiwa Kemanusiaan

17 September 2025
Lintas Iman
Personal

Merawat Perdamaian Lewat Nada-nada Lintas Iman

16 September 2025
Bissu
Publik

Bissu dan Identitas Gender: Melampaui Konsep Gender Biner Barat

15 September 2025
Pengaburan Femisida
Aktual

Di Balik Topeng Penyesalan: Narasi Tunggal Pelaku dan Pengaburan Femisida

15 September 2025
Ojol
Pernak-pernik

Aksi Solidaritas Beli Makanan untuk Ojol di Indonesia dari SIS Forum Malaysia

13 September 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Genosida Palestina

    Genosida Palestina: Luka Perempuan di Balik Kekerasan Seksual

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Membuka Ruang Inklusi: Perlunya Kurikulum Bahasa Isyarat untuk Semua Siswa

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Seminari dan Pesantren: Menilik Pendidikan Calon Tokoh Agama yang Berjiwa Kemanusiaan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kerudung Pink Bu Ana: Antara Simbol Perlawanan dan Standar Ganda terhadap Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ibn Arabi Mengaji Pada 3 Perempuan Ulama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Gus Dur, Gereja, dan Kearifan Saling Pengertian Antarumat Beragama
  • Pendidikan Karakter
  • Menilik Tafsir Kesetaraan dan Fakta Kepemimpinan Perempuan
  • Bahaya Konservatif di Tengah Arus Perubahan Zaman
  • Membuka Ruang Inklusi: Perlunya Kurikulum Bahasa Isyarat untuk Semua Siswa

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID